NovelToon NovelToon
Harta, Tahta, Duda Anak Dua

Harta, Tahta, Duda Anak Dua

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Ibu Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Beda Usia / Keluarga
Popularitas:22.8k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Kayanara tidak tahu kalau kesediaannya menemui Janu ternyata akan menghasilkan misi baru: menaklukkan Narendra si bocah kematian yang doyan tantrum dan banyak tingkahnya.

Berbekal dukungan dari Michelle, sahabat baiknya, Kayanara maju tak gentar mengatur siasat untuk membuat Narendra bertekuk lutut.

Tetapi masalahnya, level ketantruman Narendra ternyata jauh sekali dari bayangan Kayanara. Selain itu, semakin jauh dia mengenal anak itu, Kayanara semakin merasa jalannya untuk bisa masuk ke dalam hidupnya justru semakin jauh.

Lantas, apakah Kayanara akan menyerah di tengah jalan, atau maju terus pantang mundur sampai Narendra berhasil takluk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26

Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada pergerakan ayahnya yang luput dari pengawasan. Satu demi satu baju yang dimasukkan ke dalam koper hitam besar itu dia perhatikan dengan saksama. Demi meyakinkan bahwa semuanya adalah outfit untuk pergi kerja. Dia tidak mau kecolongan lagi seperti yang sudah-sudah. Pamitnya pergi untuk urusan bisnis, nggak tahunya sedang menyusun rencana pertemuan dengan si nenek sihir.

“Berapa hari perginya?” tanyanya lagi untuk yang ke-delapan kali.

“Seminggu,” jawab ayahnya.

Naren menegakkan tubuhnya yang semula bersandar di dinding kamar ayahnya. Tangannya masih terlipat di depan dada. “Share live location tanpa putus, ya.” Dia me-request. Bukan hal baru, memang sudah biasa seperti itu kalau ayah atau abangnya pergi ke luar kota.

“Iya, tenang aja. Kalau perlu Ayah video call kamu setiap satu jam sekali,” cetus Janu. Selesai memasukkan semua barang keperluan ke dalam koper, dia menggeser benda besar itu ke pojok kamar, lalu duduk di tepian kasur.

Dipandanginya putra bontotnya yang masih berada di sisi pintu. Hatinya sedikit resah untuk meninggalkan Naren kali ini. Pasalnya, tidak akan ada Mahen yang membantu menjaga, sebab anak itu juga akan pergi bersama teman-temannya.

“Mau Ayah mintain izin ke Om Doni supaya Eric boleh nginep di sini selama Ayah sama Abang nggak ada?” tawarnya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk melihat Naren menggelengkan kepala. “Naren udah gede, nggak perlu ditemenin 24 jam penuh,” katanya.

“Yakin?”

“Yakin.” Bersama jawaban itu, Naren bergerak ke arah pintu. “Tinggalin aja uang yang banyak biar Naren bisa jajan sepuasnya,” imbuhnya, lalu keluar dari kamar dan menutup pintu rapat-rapat.

Dari kamar ayahnya, Naren berjalan lurus ke ruang keluarga. Mahen masih ada di sana, gegoleran di sofa sambil bertopang kepala, asyik menonton televisi dan mulutnya sibuk mengunyah keripik kentang.

“Abang udah packing?” tanyanya.

Mahen meliriknya sebentar, lalu kembali fokus menatap layar selagi ia berjalan mendekat. “Udah beres semua,” jawab Mahen.

Di lantai, Naren mendudukkan diri, memunggungi Mahen. Matanya ikut fokus memandang layar televisi, tetapi film action yang sedang tayang di sana sama sekali tidak menarik perhatian. Sebaliknya, dia malah berusaha mencari bayangan wajah Mahen di sana.

“Berapa hari perginya?” tanyanya.

“Sembilan hari.”

Sedikit terasa nyeri di dadanya. Sembilan hari terlalu lama. Dia dan Mahen hampir tidak terpisahkan sebelumnya.

“Oh...” gumamnya pelan, sambil manggut-manggut sekenanya. “Have fun deh.”

Hening. Tidak ada sahutan dari belakang punggungnya. Daripada menoleh, lagi-lagi Naren malah bersikeras memeriksa ekspresi Mahen dari pantulan layar televisi.

Namun, bukan ekspresi, yang dia temukan adalah Mahen perlahan bergerak mendudukkan diri. Keripik kentangnya dipindahkan ke atas meja. Lelaki itu duduk bersila dengan kedua tangan bertaut di atas paha.

“Abang bisa cancel kalau kamu nggak mau ditinggal,” kata Mahen.

Naren tersenyum sumir. Kepalanya menggeleng samar. “Tahun lalu udah gagal pergi karena Naren diopname, masa tahun ini gagal lagi? Lagian kan, ini acara bersama, mana boleh Abang main cancel gitu aja?” Walaupun jika bisa, Naren ingin abangnya pergi setelah ayahnya kembali dari business trip-nya saja.

Helaan napas panjang terdengar. Terasa berat dan sesak di telinga Naren. Dia bisa memahami seberapa banyak putus asa menekan dada abangnya. Pasti serba salah. Pasti merasa tidak enak.

“Abang,” selanya. Kemudian, kepalanya berputar perlahan. Ditatapnya Mahen secara intens. “Naren udah gede, tahu. Udah bukan anak bayi yang harus dijagain 24 jam. Jadi Abang nggak usah khawatir. Pergi aja ke mana Abang mau, nikmati masa muda tanpa perlu terbebani sama Naren.” Seulas senyum terukir.

Lagi-lagi, yang dia dengar adalah helaan napas panjang.

Naren cemberut dibuatnya. “Abang nih!” sentaknya. Matanya melotot lucu. “Jangan kayak begitu mukanya. Jangan bikin Naren merasa bersalah.”

“Habisnya kan—“

“Udah,” Dia menyetop cepat. “Pergi aja dengan tenang, nggak usah mikirin Naren yang udah gede dan mandiri ini.”

Bibir Mahen maju dua senti, jemarinya bergerak dengan pola-pola acak.

“Idih, jelek banget mukanya.” Naren mencibir. Mukanya menjudge dengan penuh penghayatan.

Sekali tarikan napas dalam diambil, diembuskan perlahan-lahan. Mahen menormalkan kembali raut wajahnya.

“Oh ya,”

Naren sudah antusias ingin mendengar apa yang akan abangnya katakan.

“Tadi siang kenapa kamu cemberut pas pulang? Kenapa minta Abang tinggalin sendirian? Kamu belum cerita apa-apa, tuh?”

Namun, dalam sekejap saja, Naren merasa tubuhnya habis dihempaskan dari langit ke tujuh. Jatuh mengenaskan ke bumi. Membentur dasar paling keras dan berapi.

Sudahlah harus berdamai dengan situasi di mana dirinya akan ditinggalkan seorang diri, sekarang abangnya malah mengingatkannya lagi bahwa ada si nenek sihir yang masih harus dia tangani!

“Ren?”

“Nggak tahu,” sengaknya. Kepalanya berbalik lagi menatap layar televisi. “Abang tanya aja sama si nenek sihir.”

...🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

...

Telinga Kayanara tiba-tiba saja berdengung hebat ketika sedang fokus menulis artikel. Kata orang, ini adalah pertanda bahwa ada yang sedang membicarakan dirinya—entah baik atau buruk.

Kayanara mengepalkan tangan kanannya, membawa kepalannya ke depan mulut, lalu meniupnya. Udara yang terperangkap di sana lalu dia bawa ke telinga yang berdengung. Konon katanya sih ampuh untuk menghilangkan dengungnya, meski tidak serta-merta akan membuat seseorang yang sedang membicarakan dirinya berhenti.

Beberapa kali dicoba, ternyata berhasil. Dengungnya betulan menghilang.

“Ajaib juga nih warisan nenek moyang,” monolognya sambil tertawa kecil.

Kemudian, dia melanjutkan pekerjaannya. Beberapa kalimat lagi ditulis, lalu artikelnya selesai dan siap disubmit. Tetapi sebelum itu, dia membaca ulang sekali lagi, memastikan tidak ada typo atau pilihan diksi yang kurang tepat. Setelah dirasa semua ape, barulah dia menekan tombol submit dan melenguh panjang setelah tanda centang hijau muncul di layar.

Kayanara menjulurkan kedua tangan, meregangkan otot-otot di sana yang tegang setelah berkutat dengan laptop hampir dua jam. Hal serupa dilakukan dengan otot-otot leher dan pinggang. Bunyi krek pelan yang muncul memberikan kepuasan tersendiri hingga senyumnya terbit begitu saja.

Setelah merasa lebih rileks, Kayanara naik ke sofa (sedari tadi dia gelesotan di lantai) dan merebahkan tubuhnya di sana. Ponsel sudah ready di tangan, siap diajak bertualang melihat kondisi dunia.

Namun, belum sempat membuka sosial media, dia malah seperti mendengar suara Janu mengalun lembut di telinga.

“Ini pertama kalinya kami berdua pergi di waktu yang bersamaan, jadinya saya agak worry sama Naren.”

“Hadeh....” desahnya pelan. Dari yang awalnya hanya ditugaskan mengantar-jemput si bocah kematian selama seminggu, sekarang bertambah diamanahi menjaga anak itu selagi Janu dan Mahen pergi ke luar kota.

Sebenarnya bukan masalah besar. Anggap saja sedang kerja sukarela menjaga anak tetangga ketika bapak ibunya pergi kerja.

Hanya saja, dia tidak ingin kesempatan ini digunakan oleh Naren untuk melancarkan aksi mendepaknya keluar. Secara, tidak ada Janu dan Mahen yang akan mengontrol anak itu selama seminggu ke depan. Apa pun yang terjadi di rumah, tidak akan ada saksi mata. Akan mudah bagi anak itu memanipulasi segalanya.

Bukan begitu?

Tapi... apa yang bisa Kayanara lakukan sebagai langkah pencegahan?

Bermenit-menit ia habiskan untuk berpikir. Beberapa opsi sempat melintas, tetapi dengan cepat tereliminasi karena rasanya terlalu ekstrem. Sampai kemudian, dia teringat satu adegan dari sebuah film yang dia tonton belum lama ini. Film tentang agen rahasia yang penuh taktik dan strategi cerdik.

Sudut-sudut bibir Kayanara terangkat begitu tinggi. Perlahan dia duduk, tak lupa mengapresiasi otak cerdasnya yang ajaib.

“Oke, bokem, silakan bertingkah semaunya. Gue udah punya senjata ampuh buat bikin ketantruman Lo nggak berguna.”

Senyumnya berubah menjadi seringai licik nan mengerikan. Persis tokoh nenek sihir jahat yang mengutuk Tuan Putri menjadi kodok karena takut kecantikannya tersaingi.

Bersambung....

1
Zenun
udah mulai kepincut bapake rupanya
Zenun
Mahen: ini ada yang copot satu tulangnya
Zenun
yah rusak dah remot nya ama bocil🤭
Dewi Payang
Naren galak amat😁
Dewi Payang
Apaan tuh Maung?
Dewi Payang
Dasar memang si Naren😅
nowitsrain
Aku pun 🤣🤣
Dewi Payang
iiiih ya ampyun....
Dewi Payang: /Joyful/
nowitsrain: Merinding sebadan-badan...
total 2 replies
Dewi Payang
Ngusir tanpa basa-basi.....
Dewi Payang: Tapi Kay tidak ada duplikatnya.....😅
nowitsrain: Hilang satu cari yang baru dong 🥰🥰
total 4 replies
Dewi Payang
Aku juga punya adik, sampai SMU masih ku cium², marah jugalah kaya Naren itu, tapi aku gak peduli, sekarang dia udah nikah dan punya anak 1 sebentar lagi 2, udah gak ku cium² lagi, udah beda auranya😅
Dewi Payang: Tul😅😅
nowitsrain: Iya, marah-marah tidak jelasss
total 4 replies
Dewi Payang
Yeay! Lari Mahen!
nowitsrain: /Facepalm//Facepalm/
Dewi Payang: Lah salah😅😅😅 Naren maksudnya tadi🤣
total 3 replies
Dewi Payang
Aku juga ngeri🙈😅
Dewi Payang: /Facepalm//Facepalm/
nowitsrain: Aku pun 🤣🤣
total 2 replies
Dewi Payang
Ecie... mulai curhat....
Dewi Payang: /Joyful/
nowitsrain: Lagi nggak sadar aja tuh, kalau sadar juga mencak-mencak lagi
total 2 replies
Dewi Payang
Emank lo mau makan kalo si Eric jadi roti Ren😅
Dewi Payang: /Joyful//Joyful/
nowitsrain: Naren: Tidak, akan kulemparkan dia ke kandang kambing
total 2 replies
Dewi Payang
Ya ampyun, dua bocah ini, sama² kumal😅
Dewi Payang: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
nowitsrain: Rill anak terlantar 🤣🤣
total 4 replies
Dewi Payang
Tar gantian kamu yang nangis Naren klo tau si Kay nangisin apa....
Dewi Payang: /Joyful/
nowitsrain: Auto tertampar terjungkal
total 2 replies
Zenun
Pake vakum cleaner
nowitsrain: Kesian banget anak gue disamain sama debu
Zenun: ya semacamnya
total 3 replies
Zenun
iiiiiih mahen
nowitsrain: Auto dikerangkeng dah bininya, nggak boleh bersosialisasi
Zenun: bininya abis dikokop
total 3 replies
Zenun
besok malam juga gapapa
nowitsrain: Nggak boleh atuh
Zenun: bagen, emang biar khilap
total 3 replies
Zenun
tapi dia keren bang udah nulungin orang
nowitsrain: Naren: Ssstttt ah, nanti ayah denger
Zenun: lha iya si, udah mau otw punya pacar juga
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!