NovelToon NovelToon
Hello Tuan Harlan

Hello Tuan Harlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Redwhite

Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.

Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.

Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perhatian Harlan

Reina berjalan mundur dengan tubuh gemetar. Sementara Harlan, mengikutinya seperti predator yang tengah membidik buruannya.

"Jangan macam-macam Tuan, kalau enggak saya akan teriak!" ancam Reina dengan suara bergetar.

Dia ketakutan tentu saja. Apalagi bayangan masa lalu di mana Harlan tega membiarkannya disiksa oleh para algojonya membuat ia ingin sekali melarikan diri dari sana.

Harlan berhenti dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Tak lama, dia lantas tersenyum tipis.

"Apa kamu berpikiran mesum? Astaga, kamu masih remaja tapi pikiranmu sudah ke mana-mana gadis kecil," ejeknya.

Reina membuang muka. Bukan berpikiran mesum membayangkan lelaki itu akan melakukan sesuatu padanya.

Hanya saja, meminta seorang gadis melepaskan baju, bukankah itu termasuk kedalam tindakan asusila? Siapa yang tidak takut, rutuk Reina.

Harlan merasa aneh, jika berhadapan dengan Reina ia mudah sekali tersenyum.

Astaga gadis ini membuatku kehilangan kendali diri. Jika gadis lain saat aku mendekati mereka pasti mereka akan menyerahkan diri dengan suka rela.

Tapi gadis ini berbeda. Tubuh gemetar itu menandakan dia benar-benar ketakutan.

Apa aku enggak menarik ya?

Harlan kembali mendekat, membuat tubuh Reina terpojok di lemari bukunya.

"Kamu kesakitan. Jika itu karena ulahku, maka aku akan tanggung jawab—"

"Engga perlu!" sentak Reina gugup.

Harlan semakin ingin menggoda Reina. Dia lantas membungkukkan dirinya hingga wajah mereka saling berhadapan lagi seperti tadi.

Tubuh Reina yang lebih pendek membuat Harlan harus menunduk lalu berbisik. "Aku enggak mungkin berhasrat pads gadis kecil dengan tubuh kurus sepertimu."

Ucapan Harlan sedikit mengganggu Reina tapi tak ayal membuatnya lega juga.

Setidaknya dia tak tertarik denganku.

Tiba-tiba Harlan menyentak kemeja Reina hingga kancing bagian atas gadis itu terlepas.

Reina terkejut segera menarik kembali baju yang di singkap Harlan di bahunya.

Sayangnya tenaga Harlan yang besar membuat gerakan Reina terasa sia-sia.

"Lepaskan Tuan, kenapa Anda melecehkan saya seperti ini."

Harlan lantas menatap Reina tajam. Reina yang tak kuasa merasa dilecehkan lalu menangis tersedu-sedu, padahal Harlan hanya melihat bahunya saja.

Mengabaikan tangisan Reina, Harlan bergegas menuju mejanya dan menelepon sekretarisnya.

"Vindi masuk ke ruangaku sekarang," pintanya tegas.

Reina meluruh, gadis itu masih terisak. Wanita yang tadi berada di luar ruangan ini lantas masuk dan terkejut saat melihat keadaan Reina yang menangis dengan penampilan yang menyedihkan.

Apa yang terjadi. Ngga mungkin kan Tuan Harlan...

"Vindi ajak gadis itu ke kamarku dan periksa tubuhnya. Laporkan semuanya padaku!" pinta Harlan membuyarkan pikiran sekretarisnya.

"Baik Tuan."

Vindi segera menghampiri Reina dan memapah gadis itu.

"Saya mau keluar Ka," pinta Reina lirih.

"Kamu tenang saja. Kamu pasti akan baik-baik saja," ucap Vindi menenangkan.

Keduanya lalu masuk ke ruangan lain yang masih berada di ruangan kerja Harlan.

Ruangan itu terdapat sebuah ranjang mewah lengkap dengan perabotan khas kamar tidur.

Apa yang terjadi, ngga mungkin 'kan Tuan Harlan melakukan sesuatu pada gadis ini. Aku yakin selera Tuan Harlan bukan gadis kurus seperti dia.

"Apa yang terjadi, kalian—" Vindi tercekat, dia tak berani meneruskan kalimat dalam pikirannya.

Reina menggeleng, dia tentu tahu apa yang di pikirkan wanita di depannya ini.

"Tuan Harlan hanya memeriksaku, hanya saja aku rasa itu enggak perlu. Aku baik-baik saja."

Vindi bernapas lega. Kemudian dia kembali meminta Reina menanggalkan pakaiannya sebab dia harus melakukan perintah atasannya.

"Aku enggak papa Ka, sungguh!"

"Tolong jangan mempersulit saya. Saya hanya akan memeriksa tubuhmu."

Reina merasa Harlan terlalu berlebihan. Namun mengingat sikap kejam lelaki itu dulu, dia tak ingin mempersulit wanita di depannya ini.

Ia pun menuruti untuk membuka bajunya. Dan terlihatlah di sana lebam-lebam yang Reina alami akibat pukulan ayahnya kemarin.

Vindi memilih diam dan tak berkomentar, dia hanya harus menyiapkan jawaban untuk atasannya.

"Baiklah, sekarang pakai kembali bajumu. Lalu ikut saya keluar," pinta Vindi.

"Apa yang akan kamu laporkan?"

"Seperti apa yang saya lihat, tentu saja."

Reina memilih diam, toh tak ada yang bisa di lakukan lelaki itu padanya. Dia hanya ingin memastikan tubuhnya terluka atau enggak kan? Tapi untuk apa juga?

Menurut Reina permintaan Harlan sangat aneh, tapi lagi-lagi tak ada yang bisa menolaknya.

Keduanya lantas keluar dan berdiri di depan Harlan yang tengah duduk di meja kerjanya.

Reina yang kancing kemejanya copot karena ulah Harlan hanya mampu mencengkeramnya dengan erat.

Aku ngga tahu harus menjelaskan apa sama Maira kalau dia lihat nanti.

"Banyak luka lebam di punggung, perut, bahu serta lengan nona Reina Tuan," jelas Vindi lugas.

"Bagian lain ... Sekitar paha dan betis serta lutut."

Harlan lantas menatap Reina yang memilih membuang muka karena malu.

"Apa kamu mengalami kekerasan seksual?" tanya Harlan tiba-tiba.

Reina menengadah saat mendengar ucapan Harlan.

"Eng-enggak Tuan."

"Carikan baju untuknya Vin. Kamu boleh keluar."

Reina menatap Vindi penuh harap. Dia ingin bisa ikut dengannya, tapi sayang wanita itu menatap lurus kedepan tak memedulikannya.

"Duduklah!" ajak Harlan sembari berjalan ke arah sofa.

Reina memilih mengikuti lelaki itu.

Harlan mendekat ke arah Reina yang terus bergerak hingga terpojok ke ujung sofa.

Dia lantas menarik lengan Reina dan menggulung kemeja panjangnya.

"Aku hanya bisa mengobati kamu di bagian ini—" sembari mengolei salep ke lengan Reina yang lebam.

Hati Reina menghangat. Dia melupakan sosok Harlan yang sangat di takutinya di kehidupannya dulu.

Harlan lantas menatap Reina bingung. "Sakit?"

Reina menggeleng, "terirma kasih Tuan, harusnya Anda ngga perlu repot-repot seperti ini."

"Apa kamu di siksa oleh keluargamu karena terlambat pulang kemarin?" tebak Harlan.

Reina menatap manik mata Harlan. Kecemasan itu sungguh nyata. Membuatnya benar-benar tak mengerti.

"Aku baik-baik saja."

"Ini sudah masuk kepenyiksaan, kamu diam aja? Apa kamu takut sama mereka?"

Reina benar-benar tak mengerti, bukankah di kehidupan lalu Harlan bahkan melakukan tindakan yang sangat keji, lalu sekarang lelaki itu mengatakan seolah dirinya harus melawan.

Reina segera menutup kembali lengannya yang telah di obati Harlan. Tak lama Vindi kembali datang dan menyerahkan sebuah paper bag pada Harlan

"Gantilah pakaianmu, apa kamu mau di obati Vindi?" tawar Harlan lembut.

Sikap Harlan benar-benar membuat Vindi tak percaya.

Lelaki yang biasanya dingin dan tak banyak bicara, kini bahkan bisa bersikap lembut pada seorang gadis kecil yang sangat tak menarik menurutnya.

"Enggak perlu Tuan, terima kasih."

Reina bergegas mengambil paper bag itu dan kembali ke kamar Harlan.

Dia ingin segera pergi dari sana. Jantungnya berdebar sangat kencang. Reina berpikir dia pasti sangat ketakutan karena berdekatan dengan Harlan.

.

.

.

Lanjut.

1
Dapllun
semangat kak, aku tinggalkan komentar ku disini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!