Judul Alternatif: "Serpent's Vengeance: Rise of the Unbroken".
Selamat datang di dunia fantasi yang mempesona, di mana makhluk-makhluk mitologi hidup berdampingan, dan dendam menjadi pengobar semangat dari petualangan epic yang tak terlupakan. Novel ini akan membawa Anda ke dalam kisah yang menggabungkan latar belakang kelam, aksi mendebarkan, dan perjalanan penuh tantangan.
Di tengah dunia yang penuh misteri, terdapat seorang pemuda bernama Faelan. Dia adalah seorang yatim piatu yang diasuh oleh seorang ayah angkat yang baik hati. Namun, kehidupannya hancur ketika orang-orang yang selalu mem-bully-nya memberikannya sebuah tragedi traumatis.
Kini, Faelan adalah pewaris kekuatan naga yang legendaris dan menjadi pemimpin "The Unbroken," sebuah kelompok makhluk mitologi yang bersatu dalam hasrat untuk membalaskan dendam naga kuno, the ancient dragon yang telah jatuh.
Sambutlah pertarungan epik yang tak terlupakan ini, di mana kegelapan dan cahaya serta dendam dan penerimaan menjadi satu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon K-U-Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prajurit Naga Langit terhebat
“Elder Phoenix, relik Ignatius, atau apalah! Aku tidak peduli lagi. Kau telah menyakiti teman-temanku”. Belati biru yang bercahaya kini berada di tangan kanan Faelan. Sementara di tangan kirinya ada belati hitam dengan kobaran cahaya kegelapan yang meluap-luap. “Kau akan kubunuh di sini!”
Faelan langsung melesat dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
“TIDAK!!” Pekik Mithra. “Elder Phoenix adalah makhluk penjaga yang sangat sensitif dengan sihir kegelapan! Cepat masukkan kembali sihir kegelapanmu! Elder Phoenix adalah veteran perang naga langit. Ia akan membantaimu tanpa ampun!”
Tapi Faelan telah tuli. Pikirannya tengah dibutakan oleh amarah yang hebat. Kesadarannya hampir hilang.
Phoenix mengepakkan sayapnya dan terbang mengambang di udara. Ia segera berpindah tempat sambil terus-terus mempertahankan bola energi yang kini semakin memadat sehingga seukuran paruh besarnya.
Sejak awal sebenarnya sang Elder Phoenix menyadari ada sesuatu yang berbeda dari laki-laki di depannya. Ternyata firasatnya benar. Aura dari salah satu senjata laki-laki di hadapannya menunjukkan energi yang paling ia benci, energi sihir yang membantai kaumnya dalam peperangan besar, sehingga kaumnya di ambang kepunahan.
Pancaran energi kegelapan yang muncul dari belati Faelan telah membawa ingatan traumatis dalam benak Phoenix. Sekarang, baik Elder Phoenix dan Faelan sama-sama sedang gelap mata. Mereka berdua hampir kehilangan akal.
Mithra berusaha melerai mereka. Tetapi, begitu ia berusaha melesat maju, ia seperti terhalang kubah energi yang sangat kokoh, ia sama sekali tak bisa menembusnya.
Kubah energi itu adalah pembatas yang dibuat oleh Elder Phoenix.
Kubah yang biasa digunakan dalam perang besar ketika sang Phoenix ingin fokus menyiksa target tertentu. Bagian dalam dan luarnya adalah tempat yang terpisah. Ketika Elder Phoenix menghembuskan api panasnya, maka bagian dalam kubah akan memaksimalkan panas yang disemburkan Phoenix. Sebuah oven yang akan memanggang siapapun yang berada di dalamnya sampai ke tulang-tulangnya, sementara Phoenix adalah makhluk yang kebal dengan api.
“Sang Elder Phoenix yang agung, kumohon berhentilah! Kalau kau terus melanjutkannya, kau akan membunuh satu-satunya harapan dunia!” pekik Mithra sambil memukul-mukul kubah dari luar dengan penuh frustasi.
Tapi, baik Elder Phoenix dan Faelan, mereka berdua sama-sama tak bisa mendengar apa-apa karena keberadaan kubah.
Faelan masih menunggu cool down dari sihir Levitation. Ia menunggu di bawah sambil terus-menerus merapalkan seluruh sihir penguatan yang ia tahu. Bahkan, dengan sangat gegabah, sekarang ia membiarkan sihir kegelapan yang bersemayam di belati hitamnya mengalir keluar dan menyelimuti tubuhnya.
Cahaya dan kegelapan seperti sedang berusaha saling mengonsumsi di sekitaran tubuh Faelan.
Faelan tak mau memikirkan efek gejolak dua energi yang begitu kuat. Giginya bergemelatuk begitu keras ketika menahannya. Ia tak ada waktu untuk memikirkan rasa sakitnya. Yang terpenting sekarang ialah ada seseorang yang harus ia bunuh.
Jika Phoenix sedang menyiapkan serangan terbesarnya, maka Faelan juga sedang berusaha melampaui batasnya untuk membunuh Phoenix dalam sekali serang.
“Kau akan mati di sini dasar bocah sesat! Berani sekali kau merusak kepercayaan Naga Agung Argentia dengan menyerap kekuatan kegelapan!” Elder Phoenix benar-benar marah. Ia benar-benar akan menghancurkan Faelan dalam satu serangan. Seluruh kekuatannya sedang ia kumpulkan dalam bola padat yang kini bersinar sangat terang. “Aku tidak peduli kalau aku juga harus mati di sini. Menghabisimu adalah prioritasku. Sebuah penyimpangan yang tidak termaafkan!” Elder Phoenix kini melebarkan paruhnya, menganga seperti ia berusaha mengumpulkan lebih banyak lagi energi sebelum ia menyemburkan bola cahaya itu.
Tapi Faelan sudah selesai merapal.
Dalam sesaat, Faelan sudah sampai di depan mata kiri Elder Phoenix. Dengan puluhan tebasan liar ia menyayat pupil mata kiri sang Phoenix dengan belati hitamnya.
Elder Phoenix tak sempat bereaksi. Bahkan kobaran api yang melindunginya tak mampu menahan belati hitam milik Faelan.
Sihir kegelapan adalah musuh alami sihir cahaya.
“AAAAAARGGGH! BAJINGAAAAN!” Pekik Phoenix. Ia benar-benar kesakitan. Dengan terpaksa ia harus
menunda serangan terkuatnya.
Sang Elder Phoenix kembali mengepakkan sayapnya untuk menjauh. Saking tergesanya, punggungnya sampai menabrak langit-langit gua. “Kau benar-benar akan mampus, manusia laknat! Dasar Penghianat!”
“Ternyata benar! Semakin tua umur seseorang, ia akan semakin banyak mengomel” sindir Faelan. “Agility Boost! Etherstep Levitation!”
Dengan kecepatan penuh, Faelan melesat mengincar bola energi di depan paruh Phoenix. Ia tahu, itu adalah bola energi yang sangat besar yang bisa menghancurkan apapun yang berada di sekitarnya. Kalau sampai bola itu mencapai bentuk maksimalnya, maka itu adalah akhir baginya.
Sang Elder Phoenix mati-matian melindungi bola energi. Ia bahkan membiarkan Faelan mencabik-cabik sekujur tubuhnya. Setiap kali tebasan mengenainya, maka api akan muncul dari luka, menyelimutinya dan membantunya regenerasi.
Faelan mendesis, “Saialan! Ini tidak ada habisnya. Sihir kegelapan memang sangat ampuh untuk melawannya, tapi level regenarsinya yang di luar nalar masih sangat mengganggu.”
Faelan lalu terpikirkan sebuah ide gila.
Ya! Aku harus mencobanya!
“Double dark reinforcement!”
“Aaaaaaaaaaargh!!!”
Faelan kali ini benar-benar kesakitan. Namun dari belati hitamnya, mengalir sihir kegelapan ke sekujur tubuhnya, yang kini dipenuhi dengan energi kegelapan yang meluap-luap.
Elder Phoenix, makhluk legendaris mengepakkan sayap dengan gagahnya. “Aku tahu ini belum sempurna, tapi aku rasa ini akan cukup untuk membuatmu menjadi abu”. Dengan mata yang menyala-nyala dan sayap api yang menjulang tinggi, dia melepaskan serangan pemusnah massal. "Aku adalah prajurit naga langit terhebat! Phoenix Blaze Burst!" Pekiknya.
Saat serangan itu diluncurkan, udara di gua seketika menjadi panas dan menyilaukan. Faelan dengan sigap berusaha bersiap menghadapi serangan itu, ia melompat mundur sambil menggenggam erat kedua belatinya, menyiapkan sihir terbaiknya. Namun, Phoenix Blaze Burst terlalu cepat. Itu adalah bola api raksasa dengan garis merah dan emas yang memuntahkan cahaya api biru yang mematikan.
"Sialan! Bukan saatnya untuk berpikir. Lakukan saja! Urusan nanti, dipikirkan nanti saja. Yang jelas aku sekarang butuh perisai” Saat bola api itu mendekati Faelan, dia tahu bahwa dia tidak bisa menghindarinya sepenuhnya. Dengan gerakan cepat, Faelan mengarahkan belati birunya ke depan dan melepaskan mantra yang diajarkan oleh Elysia. “Aurum Radiance!" pekik Faelan.
Belati biru Faelan segera bersinar terang dengan cahaya emas yang kuat. Ketika bola api Phoenix Blaze Burst menghantamnya, cahaya emas menghambatnya dan membentuk perisai melindungi Faelan dari serangan Phoenix yang mematikan.
Phoenix Blaze Burst yang mematikan menghantam perisai cahaya Faelan, menciptakan ledakan yang menghancurkan sekitarnya. Faelan terdorong ke belakang oleh kekuatan serangan tersebut, namun dia bertahan dengan kuat.
Bukan hanya harus menahan rasa sakit akibat seragan Elder Phoenix, kini Faelan juga harus menahan rasa sakit yang muncul dari dalam tubuhnya karena percampuran antara dua energi yang berlawanan: sihir cahaya yang memberinya perisai dan sihir kegelapan yang ia lepaskan kini meluap-luap. Perisai Aurum seolah di serang dari luar dan dari dalam.
“AAAAAAAAARGH!!!!!!” Teriak Faelan. Setiap urat dan otot di tubuhnya terasa putus dan bercerai berai. Sangat menyakitkan.
Phoenix Blaze Burst masih melesat dan mendorongnya dengan kecepatan yang gila.
Tanpa memikirkan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Faelan berusaha menganalisa keadaan. Akhirnya ia mengerti beberapa hal, bahwa Phoenix sangat lemah terhadap sihir kegelapan, namun masalahnya, Faelan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang sihir kegelapan, terutama terkait sihir perisai untuk melindungi dirinya. Kalau bisa, ia hanya ingin fokus menggunakan sihir kegelapan.
Menggunakan sihir perlindungan Aurum yang merupakan sihir cahaya serta menggabungkannya dengan penguatan tubuh sihir kegelapan memang adalah pilihan yang logis, namun tetap saja itu sangat berdampak pada tubuhnya.
Apapun itu, satu hal yang perlu dilakukan, ia harus membelah bola energi itu dengan belati hitam untuk mengurangi dampak dari daya ledaknya yang dahsyat.
Masalahnya adalah jika aku membelahnya dengan gegabah, maka aku dan Rikka akan terpanggang oleh ledakan energi di dalam kubah ini. Si Phoenix gila ini ini sudah siap mati. Ini adalah serangan bunuh diri..
Faelan membatin dengan hebat.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang tidak asing..
Bergema di dalam kepala Faelan.
“ANAK MUDA. KENAPA KAU BERUSAHA BEGITU KERAS. UNTUK LAWAN SEPERTI PHOENIX, INI HANYA SEBUAH SERANGGA BAGIKU. BIAARKAN AKU MEMBANTUMU”
“Aku tidak akan tertipu lagi. Aku akan mengalahkannya dengan kekuatanku sendiri”
“AKU BERJANJI AKU TIDAK AKAN MENGAMBIL ALIH TUBUHMU. LAGIPULA KAU SUDAH MEMILIKI BELATI HITAM. ITU SEKARANG ADALAH WADAH SEMENTARA BAGIKU UNTUK MEMULIHKAN ENERGIKU. ANGGAP SAJA SEBUAH RASA HORMAT DARI TEMAN LAMA.INI TIDAK AKAN LAMA. AKU HANYA BUTUH WAKTU BEBERAPA DETIK”
“Aaaaaaarghhh!!” Faelan mengerang saat bola energi itu semakin merengsek mendorongnya.
“LAGIPULA.. KEADAANMU YANG SEKARANG MEMBUATMU TAK BISA PILIH-PILIH. KAU HANYA PERLU MERAPALKAN MANTRA ITU...”
“Baiklah! Terserah kau saja!”
Faelan siap mempertaruhkan nyawa.
Ini adalah perjudian.
Tapi ia tak punya pilihan.
Dengan terbata-bata sambil menahan bola energi, Faelan mulai merapal:
“Unchain Dark Mater!!”
Lumayan seru