Berawal dari berada dalam lobby yang sama di sebuah game. Aksara, pro player game mobile legend, sekaligus playboy terganteng dan terseksi di kampus, secara aktif mengajak Kirana main bareng di game tersebut. Lalu dengan alasan iseng, Aksara mengajak gadis tersebut untuk menjalin afinitas sebagai pasangan, bahkan sebelum mereka bertemu. Dengan alasan yang iseng pula, Kirana menerima permintaan hubungan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, tanda mawar itu semakin mekar, padahal mereka juga tak pernah bertemu. Sebenarnya, Aksara tau jika gadis itu adalah adik tingkatnya di kampus, sekaligus sahabat dekat adik kandungnya, namun Ia masih menikmati hubungan penuh ketidakjelasan ini. Hingga suatu kali, Aksara datang menemui Kirana, memperkenalkan dirinya sebagai seseorang yang sangat dikenal Kirana.
Arshaka, adik Aksara, sekaligus sahabat Kirana, sudah memperingatkan Kirana agar menjauhi kakaknya itu. Tapi yang Kirana tidak mengerti, kenapa Arshaka harus melarang Kirana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alrianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Heart Aflame
Ini jam 7. Badan Kirana serasa remuk sekali. Bayangkan, setelah menempuh perjalanan yang jauh - ditambah dengan kemacetan panjang, lalu bermain game sampai tengah malam. Eh setelah itu masih ada plus-plus nya juga.
Untungnya, Aksa punya penguasaan diri yang bagus. Bahkan di kondisi yang semakin liar itu pun, tak sedikitpun Aksa membuka kain penutup mahkota Rana. Ya meskipun efeknya, Aksa bermain dengan seluruh tubuh Rana lainnya. Pemuda itu menjelajah seluruhnya hingga membuat gadis itu tak karuan. Aksa bahkan berani meninggalkan tanda kepemilikannya di beberapa tempat tersembunyi. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya milik Aksa.
Belum lagi karena tantangan sialan itu, Rana jadi punya tugas tambahan. Gadis itu tak cuma bersantai menerima perlakuan Aksa. Namun Ia juga harus mengulum pusaka milik pemuda itu. Bahkan hingga pemuda itu mendapatkan puncaknya. Rana harus bermain dan bertanggungjawab untuk kesenangan si kecil yang satu itu.
Waduh, Rana ingin marah. Namun jiwa nakalnya malah menyukai ini. Lihat saja, Rana akan membuat Aksa tak bisa berpaling dari gadis ini. Rana akan membuat Aksa tergila-gila padanya.
Astaga.
Mereka berdua sepertinya sudah jadi mesum kuadrat.
“Ayo, Kak.” Rana membangunkan Aksa yang masih malas-malasan. Padahal sebenarnya Rana sendiri juga malas sih. Tapi mereka kesini kan untuk liburan bukannya tiduran. Masa jauh-jauh kesini hanya untuk pindah tidur?
“Sebentar, Sayang. Masih dingin ini.” Aksa menarik Rana hingga jatuh ke pelukannya. Dengan cepat, Aksa menarik selimut hingga melingkupi mereka. Memeluk Rana dalam balutan selimut tebal.
“Ya dingin kan pake AC, Kak.” Rana menggeleng heran. Gadis itu berusaha melepaskan pelukan Aksa namun sepertinya pelukan pemuda itu terlalu kuat. Atau Rana yang memang tidak serius melepasnya ya?
“Ya makanya itu angetin.” Aksa menjawab dengan malas. Malah semakin meringkuk dalam pelukan Rana.
“Ih, Kak, ayo, pasti semuanya lagi nungguin.” Kali ini, bukannya berusaha menjauh, Rana malah ikut mengeratkan pelukannya. Nyaman banget pantas Aksa betah. Apa memang harusnya nggak usah kemana-kemana ya, disini saja?
Aksa tersenyum remeh. “Halah, mereka pasti juga masih pada kelon. Yang satu pasangan terbucin doyan bercinta, yang satu lagi pasangan polos baru pertama kali ngerasain berduaan semalaman. Pasti mereka sama kayak kita, Kirana. Peluk-pelukan, sayang-sayangan, kayak gini.” Aksa berkata sok tahu. Ia semakin mengeratkan pelukannya, menunjukkan bahwa sudah sepantasnya mereka begini.
Ya meskipun tebakannya memang seratus persen benar. Malam penuh bintang nan dingin semalam memang terasa panas untuk ketiga pasangan ini. Membuat semuanya jadi malas untuk beraktivitas, dan malah menghabiskan waktu dengan memeluk pasangan masing-masing.
Jadi sebenarnya mereka kesini itu untuk apa? Liburan atau bercinta?
“Nggak mungkin lah, Kak. Apalagi Shaka, nggak mungkin kayak gitu ke Risha.” Rana masih denial. Ia percaya sekali pada sahabatnya ini.
Aksa sampai harus tertawa hambar menyadari kepolosan gadisnya. “Nggak ada yang tau ya. Kamu kira gampang berduaan semalaman bareng pasangan. Berat, Kirana. Banget. Apalagi buat bocah polos kayak Shaka. Menurutku, kalau soal Shaka nih, asal nggak dikeluarin di dalem aja sudah patut diapresiasi.”
Analisis yang sangat jauh sekali pemirsa. Kenyataannya, bocah polos itu justru tak mampu menahan dirinya, meleburkan semua benihnya pada tubuh kekasihnya.
“Sok tau Kak Aksa. Memangnya semua orang mesum kayak kamu, Kak?” Rana mencibir.
“Halah ngatain mesum. Sendirinya apa? Ahh Kak please Kak aduh Kak.” Aksa menirukan suara Rana dengan nada yang dibuat-buat.
Aksa malah jadi teringat wajah Rana semalam. Gadis itu benar-benar menguji Aksa setiap kali meneriakkan dirinya. Seksi sekali membuat Aksa hampir gila.
Wajah Rana memerah. Gadis itu jadi memberengut kesal. “Ih, jahat kamu, Kak.” Sebenarnya, Rana malu setengah mati. Kini Ia memukul lalu memunggungi Aksa.
Aksa bahkan sampai ternganga melihat gadisnya itu untuk pertama kali ngambek padanya. Wah, apa Rana sudah semakin manja pada Aksa? Kok Aksa malah jadi gemas ya?
“Eh, kok marah? Nggak papa kali, aku suka kok.” Aksa kembali memeluk gadis itu dari belakang. Kini menciumi rambut Rana yang wangi.
Sepertinya ini sebuah kesalahan. Mencium wangi rambut Rana membuat sebagian diri Aksa kembali bergejolak.
“Pasti Kak Aksa mikir kalau Rana gampangan ya, Kak. Mau aja digituin.” Rana memberengut. Gadis itu sepertinya memang benar tersinggung sedikit. Lebih tepatnya malu pada dirinya sendiri.
Sebelum mengenal Aksa, mana pernah Rana melakukan hal menjijikkan begitu? Meneriakkan nama seorang lelaki yang menciumi dan menjilatinya bagai es krim. Mengeluarkan suara-suara menjijikkan hanya karena Aksa menyentuhnya. Rana tak pernah berpikir Ia akan melakukan hal semacam itu.
Sudah gila memang gadis ini karena rayuan maut Aksa.
“Mana ada kayak gitu sih? Kirana punya aku ya, yang bisa gituin kamu cuma aku aja. Berarti bukan gampangan. Kalau gampangan itu, sama semuanya mau, Sayang.” Aksa semakin menelusup pada ceruk leher Rana. Mengendus-ngendus, mengumpulkan aroma tubuh Rana untuk disimpan dalam ingatannya.
“Emang aku punya kamu, Kak? Sejak kapan?” Rana masih tak sadar jika Aksa sudah bermain dengan lehernya sedari tadi.
“Sejak pertama kali kita berciuman. Kirana punya Aksara, ya?” Aksa semakin erat memeluk gadisnya. Ia mengendus telinga Rana, masih dari belakang, menggigitnya kecil.
“Ah.” Rana memekik tertahan. “Kak, jangan digigit.” Ia merengek.
Kini, Ia membalik tubuhnya hingga kembali berhadapan dengan Aksa. Memandangi pemuda itu yang begitu sayu, seperti hasrat itu telah memuncak di kepalanya.
“Tapi Kak Aksa juga janji ya? Kak Aksa hanya akan melakukannya dengan Rana. Ya?” Rana memohon. Ia semakin mendekatkan diri. Menggigit kecil bibir Aksa membuat pemuda itu mengerang.
“Nakal banget gadis kecilku.” Aksa menarik seluruh tubuh Rana mendekat.
Namun gadis itu menahannya. “Janji dulu.”
“Janji, Sayang.” Aksa tersenyum begitu lembut.
Sebenarnya, Aksa juga tak seberapa sadar dengan janjinya. Dia hanya terbawa nafsu untuk segera melahap gadis kecilnya yang mulai nakal ini.
Rana sudah tak menyela lagi. Itu artinya, gadis itu kini telah menyerahkan jiwanya pada Aksa.
Perlahan tapi pasti, Aksa mencium bibir gadis yang membuatnya tergila-gila. Tangannya merayap ke bawah, menyentuh dan meremas pantat Rana membuat gadis itu memekik, seraya semakin mengalungkan lehernya pada Aksa. Aksa tersenyum senang. Pemuda itu semakin semangat melancarkan aksinya.
“Kak Aksa.” Rintihan ini terasa begitu mendayu-dayu. Memaksa Aksa untuk berbuat lebih jauh. Bagaimana Aksa dapat menahan gejolak cinta yang melingkupi dirinya?
Untuk apa ditahan? Aksa akan membuat Kirana melayang bersamanya.
“Kamu milikku, Kirana.” Aksa bergerilya membuat sengatan listrik itu seperti menjalari seluruh tubuh Rana. "Hanya aku yang boleh menyentuhmu, Sayang."
Lalu, seperti yang telah dapat diduga, bukannya liburan, pasangan ini malah mengulang percintaan panas kembali. Tentu saja, masih tanpa penyatuan.
Cinta itu seperti membakar jiwa mereka.
***