NovelToon NovelToon
DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Enemy to Lovers / Roman-Angst Mafia
Popularitas:380
Nilai: 5
Nama Author: Aruna Kim

Apollo Axelion Dragunov, seorang mafia berhati batu dan kejam, tak pernah percaya pada cinta apalagi pernikahan. Namun hidupnya jungkir balik ketika neneknya memperkenalkan Lyora Alexandra Dimitriv, gadis polos yang tampak ceroboh, bodoh, dan sama sekali bukan tipe wanita mafia.
Pernikahan mereka berjalan dingin. Apollo menganggap Lyora hanya beban, istri idiot yang tak bisa apa-apa. Tapi di balik senyum lugu dan tingkah konyolnya, Lyora menyimpan rahasia kelam. Identitas yang tak seorang pun tahu.
Ketika musuh menyerang keluarga Dragunov, Apollo menyaksikan sendiri bagaimana istrinya berdiri di garis depan, memegang senjata dengan tatapan tajam seorang pemimpin.
Istri yang dulu ia hina… kini menjadi ratu mafia yang ditakuti sekaligus dicintai.
❝ Apakah Apollo mampu menerima kenyataan bahwa istrinya bukan sekadar boneka polos, melainkan pewaris singgasana gelap? Atau justru cinta mereka akan hancur oleh rahasia yang terungkap? ❞

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aruna Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Mansion Dragunov, menjelang fajar. Langit masih biru gelap, hanya garis tipis cahaya jingga yang baru mulai muncul di belakang horizon. Embun di rumput belakang masih tebal , dan saat itu… terdengar langkah pelan memasuki area taman belakang mansion.

Seorang petugas keamanan yang berpatroli hampir saja menodong senjata karena ia pikir itu penyusup.

Namun wanita itu menundukkan wajahnya dengan tenang, memeluk seekor kelinci putih gemuk dengan lonceng emas kecil m menggantung di leher hewan itu. Di pita hijau sage yang melilit leher kelinci, terdapat simbol phoenix kecil yang hampir tak terlihat jika tidak diperhatikan dari dekat.

Itu.... Lyora.

Entah dari mana ia datang semalaman. Gaunnya sedikit basah oleh embun, ujung jubah tipisnya koyak halus seperti baru melewati bambu rimba. Kulitnya terlihat sedikit pucat, namun matanya… terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja “hilang”.

Petugas keamanan lingkungan mengawalnya dari belakang.

“Dia ditemukan berjalan sendirian di batas distrik lama… dekat kanal timur,” lapor salah satu penjaga, masih heran. “Tidak ada bekas benturan, tidak ada luka. Seolah… dia hanya tersesat dan pulang.”

Lyora tak menjawab. Ia hanya memandangi kolam ikan kecil di taman, memeluk kelinci nya lebih erat, seolah menenangkan diri dari sesuatu yang hanya ia sendiri tahu.

Angin subuh menerpa rambutnya , dan pita kecil merah di ujung gelang tangannya tersingkap samar, warna yang sama dengan potongan pita yang semalam Apollo temukan di kamar.

Ia tetap diam. Tidak berbicara. Hanya satu bisikan halus dari mulutnya, lirih seperti mantra:“Aku sudah kembali…”

Dan pada detik yang sama ,pintu balkon lantai dua terbuka, langkah Apollo berhenti di sana, menatap ke bawah. Apollo melihat Lyora berdiri di taman, tanpa luka, tanpa shock…

dan untuk pertama kalinya Apollo tidak yakin kalau wanitanya yang berdiri di sana benar- benar Lyora yang sama

.Apollo turun dengan langkah tegas dari tangga belakang veranda. Suara langkah sepatunya menggema pelan di lantai marmer. Ia tidak berteriak. Tidak meledak.

Hanya aura membunuh yang tenang.Lyora baru hendak melangkah masuk melewati ambang pintu belakang dan pada detik itu Apollo menangkap lengannya. Pegangannya keras namun terkontrol.

“Dan kau mau kemana?” suara Apollo datar. Dingin. “Menurutmu bisa masuk begitu saja… tanpa memberi penjelasan ke mana kau menghilang semalaman?”

Lyora berhenti. Menatap tangan Apollo di lengannya… lalu menatap Apollo lagi. Kelinci itu diam di pelukannya, hanya lonceng emas kecil di lehernya yang berbunyi halus.

“Lepaskan aku dulu,” ucap Lyora perlahan. “Aku tidak kabur.”

“Benarkah?” Apollo mencondongkan tubuh sedikit, jarak mereka tinggal sejengkal. “Karena terakhir kali seseorang dengan wajah sepertimu berkata begitu… aku kehilangan seseorang untuk selamanya.”

Pupil Lyora mengecil. Ekspresinya retak sepersekian detik , antara rasa sakit dan rasa bersalah. Lyora menjawab pelan. “Aku tidak punya alasan untuk melukaimu.”

“Semua orang punya alasan yang sama ,” Apollo membalas. “Dan semua orang berbohong.”

Hening sejenak. Eliot dan Johan muncul beberapa meter di belakang Apollo ,tapi tidak berani mendekat. Lyora menunduk, menggigit bibir bawahnya. Lalu ia berkata dengan suara yang hampir seperti seseorang yang memohon:

“Apollo… percayalah padaku.”

Dan Apollo hanya menatapnya dengan senyum tipis yang tidak sampai ke mata , senyum yang lebih mirip ancaman daripada kepercayaan.“Aku berhenti percaya pada kata itu sejak delapan tahun lalu.”

Apollo melepaskan lengannya perlahan.

Namun tatapan yang ia berikan pada Lyora bukan lagi tatapan suami pada istrinya.

Melainkan tatapan pemburu yang sedang menilai ,apakah makhluk yang berdiri di depannya benar-benar Lyora yang ia kenal…

…atau hanya bayangan lain yang kembali untuk menghancurkannya dengan cara yang paling sunyi dan paling pribadi.

" Temui aku di ruang Baca. " ucapnya terakhir kali sebelum melangkah pergi.

___

Beberapa menit kemudian...

Ruang baca besar itu hanya diterangi lampu dinding rendah. Buku-buku tua berjajar sampai langit-langit. Lyora duduk di kursi kulit, memeluk kelinci Fugui. Apollo berdiri, membelakanginya, memandangi kaca jendela yang dipenuhi embun pagi.

Nada suaranya pelan. Tapi setiap kata seperti pisau tipis.“Dimana kau semalam?”

“Aku… keluar sebentar. Aku hanya perlu udara. Aku merasa tercekik.”

Apollo masih tidak menoleh. “Udara bisa dicari di taman belakang. Tidak perlu keluar perbatasan estate dan membuat kamera internal rusak tepat lima menit sebelum kau lenyap.”

Lyora terdiam.Fugui menggerak-gerakkan tubuh kecilnya, lonceng emasnya berbunyi pelan.Apollo menutup bukunya perlahan.

“Siapa yang memakaikan teknologi Vladivostok lama padamu?”

Lyora menatap Apollo. Putih wajahnya… datar.

“Aku tidak tahu apa yang kau maksud.”

Apollo akhirnya menoleh. Tatapan dingin itu menembus.“Kau tahu persis.”

Lalu Apollo bersandar di meja, menatapnya sejenak. Seperti sedang mencari ekspresi terkecil lyora . menakar apakah perempuan ini wanita tulus atau… kenangan masa lalu lain yang ingin menghantamnya sekali lagi.

“Aku akan mengawasi lebih dekat,” ujar Apollo akhirnya, pelan. “Dan kali ini… aku tidak akan membiarkan kejadian delapan tahun lalu terulang“ Dan aku akan mencari tahu sendiri, Lyora.”

Ia pergi meninggalkan ruangan baca, langkah nya pelan namun penuh tekanan pasif yang merayap masuk ke setiap pori-pori wanita itu.

Saat Apollo keluar dari ruang baca, bayangan langkahnya memanjang di lantai marmer.

Ia tidak menyadari bahwa ada sosok yang sejak tadi tidak benar-benar pergi.

Alexandra.

Ia berdiri di balkon dalam bayangan pilar marmer, tangan terlipat, tubuhnya hampir menyatu dengan gelap di belakangnya. Ia menatap punggung Apollo yang menjauh, lalu perlahan menggeser pandang ke dalam ruang baca.

Matanya meruncing, dingin, terlatih, penuh penilaian jauh di balik bahasa tubuh yang nyaris tak bergerak.Senyum sinis sangat tipis muncul di sudut bibirnya.

“Bahkan Dragunov pun masih mudah dibengkokkan. selama kau menyentuh luka lamanya.”

Begitu suara langkah Apollo menghilang sempurna, ia akhirnya melangkah keluar dari bayangan.Ia masuk kembali ke ruang baca.

Lyora… masih duduk di kursi. Terlihat tenang sambil mengusap si kelinci. Fugui menggeliat kecil di pangkuannya, seolah merasakan sesuatu yang bukan miliknya.

Langkah pelan dari sisi kiri ruangan mendekat. Nyaris tanpa suara. Dua wanita itu akhirnya saling tatap. Hening hanya beberapa detik— Hingga...

lalu tawa mereka pecah. Bukan tawa manis, melainkan tawa rendah dua predator yang baru saja menipu Naga mafia.

“Kau hampir ketahuan tadi,” sindir Alexandra, nada ringan tapi ujungnya tajam.

Wanita itu,yang terlihat seperti Lyora beberapa menit lalu menurunkan kelinci itu dari pangkuan nya, lalu mengusap wajahnya perlahan, seolah membuang topeng samar yang ia kenakan.

Dan dalam hitungan detik, aura itu berubah.

Postur berubah. Sorot mata berubah. Senyum berubah. Menjadi Lebih licik. Amberlyn.

“Tidak semudah itu baginya,” balas Amberlyn pelan, suaranya kembali menjadi dirinya sendiri, dalam, tenang, dan sangat menguasai keadaan. “Untuk mengenali aku.”

Alexa mendengus. “Kau masih ahli meniru Lyora. Bahkan aku sempat terkecoh tadi.”

Amberlyn hanya tersenyum tipis, lalu mengambil pita hijau dari leher Fugui. Jemari nya bergerak pelan, presisi, merapikan kembali pita itu pada kelinci, seperti sebuah ritual rahasia yang hanya mereka berdua tahu artinya.

Dan sambil menatap kaca besar di depan…

kaca yang memantulkan bayangan mereka berdua, dua perempuan yang masa lalunya diwarnai darah, pengkhianatan, dan kesetiaan yang tidak pernah diceritakan.

Amberlyn membisik rendah: “Semua orang selalu sibuk mencari monster itu di Apollo… Tidak sadar bahwa monster yang sebenar nya… lahir di antara kita.”

1
tefa(♡u♡)
Thor, aku tunggu cerita selanjutnya, kasih kabar dong.
Aruna Kim: siap !. update menunggu
total 1 replies
shookiebu👽
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
<|^BeLly^|>
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!