NovelToon NovelToon
CEO Sadis Yang Membeli Keperawananku

CEO Sadis Yang Membeli Keperawananku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: GOD NIKA

Demi menyelamatkan keluarganya dari utang, Lana menjual keperawanannya pada pria misterius yang hanya dikenal sebagai “Mr. L”. Tapi hidupnya berubah saat pria itu ternyata CEO tempat ia bekerja… dan menjadikannya milik pribadi.
Dia sadis. Dingin. Menyakitkan. Tapi mengapa hatiku justru menjerit saat dia menjauh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GOD NIKA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perang Tanpa Wajah

Malam itu terasa panjang. Udara di rumah tua itu dingin, seolah dinding-dindingnya menyimpan rahasia yang tidak ingin diungkapkan. Leon duduk di kursi dekat jendela, memandangi pekarangan yang tertutup kabut tipis. Ponselnya tergeletak di meja, layar padam, namun pesan tadi terus mengusik pikirannya.

Lana masuk pelan sambil membawa dua cangkir teh hangat. Ia meletakkannya di meja tanpa berkata-kata. Hanya duduk di kursi seberang, menatap suaminya yang matanya terlihat memandang ke kejauhan, sejauh pikirannya yang sedang memetakan langkah musuh.

“Kalau mereka tahu kita berada di sini,” Lana membuka suara pelan, “artinya… mereka punya orang di lingkaran mu, atau mereka punya akses ke sesuatu yang lebih canggih dari yang kita kira.”

Leon meneguk teh tanpa banyak rasa. “Kita sudah tahu sejak awal mereka bukan pemain kecil. Tapi kalau mereka bisa mengirim pesan real time seperti itu, berarti mereka punya jejak digital kita… atau fisik.”

“Fisik?” Lana mengerutkan kening.

“Penyadap. Pelacak GPS. Mungkin di mobil, atau di tas.”

Lana langsung berdiri, mengambil tasnya dan membongkar isinya di meja. Dompet, ponsel, kosmetik, mainan kecil Arya, semuanya terlihat biasa. Leon mengambil senter kecil, memeriksa bagian dalam resleting, lapisan kain, bahkan pegangan tas. Tak ada yang mencurigakan.

Dika masuk sambil membawa obeng dan peralatan kecil. “Aku sudah cek mobil. Ada sesuatu di kolong dekat sumbu roda belakang. Bentuknya chip pelacak, model militer. Jangkauannya luas, sinyalnya terenkripsi. Butuh waktu buat matiin itu.”

Leon langsung bangkit. “Ambil, lalu hancurkan.”

Dika mengangguk, lalu menghilang lagi ke luar.

Lana menarik napas panjang. “Kalau begitu, kita sudah di bawah pengawasan mereka sejak…”

“Mungkin sejak hari dimana kita menemukan folder itu,” potong Leon. “Atau bahkan sebelumnya.”

Keheningan menggantung.

Sekitar tengah malam, Dika kembali membawa chip pelacak yang sudah dihancurkan jadi potongan-potongan kecil. “Selesai. kita anggap saja mereka tahu lokasi terakhir kita.”

Leon berdiri, mengambil map dari tas kerjanya. “Kalau mereka berbiat main kotor, kita juga nggak bisa lagi terus bermain aman. Aku mau tahu siapa yang ada di balik layar. Kita nggak bisa cuma nunggu untuk di serangan.”

Lana menatapnya lekat. “Kamu mau mulai menyerang?”

“Ini bukan soal mau atau nggak. Ini soal keharusan. Mereka sudah menyentuh Arya. Itu garis batasnya.”

Pagi berikutnya, kabut belum sepenuhnya hilang saat Leon menghubungi Raka lewat ponsel khusus yang jarang dia pakai.

“Kita butuh jalur ke server pusat Titan. Aku mau semua data transaksi mereka, kontak internal, dan daftar karyawan bayangan. Fokus di dua tahun terakhir.”

Raka tertawa pendek di ujung telepon. “Kamu minta aku nyolong di markas singa yang lagi lapar? Bagus.”

“Bisa?”

“Bisa. Tapi butuh waktu dan butuh jaminan kalau - kalau aku ketangkep, nama kamu nggak keluar.”

“Kamu tahu aku nggak pernah ninggalin orang - orangku.”

Telepon terputus.

Di rumah, Lana duduk bersama Arya di ruang tamu. Anak itu sibuk menyusun puzzle gambar kastil. Namun tiba-tiba ia berkata, “Mama, tadi malam aku mimpi. Ada orang di luar jendela, tapi mukanya kayak… kabut.”

Lana membeku. “Orang itu ngapain?”

“Nggak ngapa-ngapain. Cuma lihat aku, terus bilang, ‘Mainlah di luar, biar aku bisa main denganmu.’”

Lana menelan ludah. “Kalau kamu mimpi seperti itu lagi, langsung bilang Mama, ya?”

Arya mengangguk, lalu kembali menyusun puzzle.

Lana mencoba tersenyum, tapi dalam hatinya, kata - kata anaknya bergema seperti peringatan yang tak bisa dia abaikan.

Menjelang sore, Leon menerima kabar dari Raka. “Aku udah bisa masuk. Ada sesuatu yang harus kamu lihat sendiri. Nggak aman dibicarakan di telepon.”

Leon memutuskan untuk menemuinya. Namun ia tak mau pergi sendirian kali ini. Dika ditugaskan menjaga Lana dan Arya di rumah, sementara ia membawa mobil cadangan tanpa pelacak.

Pertemuan berlangsung di gudang tua di kawasan industri. Raka sudah menunggu dengan laptop terbuka. “Lihat ini,” katanya sambil memutar layar ke arah Leon.

Di sana ada folder berlabel Project Helix. Isinya bukan hanya dokumen bisnis, tapi juga daftar nama, termasuk namanya sendiri, Lana, dan Arya. Di kolom keterangan, ada tanda centang merah di samping masing-masing nama, serta tanggal.

“Ini apaan?” tanya Leon.

Raka menelan ludah. “Target eksekusi. Tanggal di situ kemungkinan deadline mereka buat ‘mengurus’ tiap nama.”

Leon melihat kolom untuk Arya, tanggalnya hanya dua minggu dari hari ini. Rahangnya mengeras. “Siapa dalangnya?”

Raka mengklik beberapa file lain. Muncul foto seorang pria setengah baya, jas mahal, tersenyum di acara gala. Leon mengenal wajah itu.

“Damar Prasetya,” gumamnya.

Mantan mentor bisnisnya. Orang yang dulu mengajarinya bagaimana memimpin tanpa ampun.

“Dia pemegang saham terbesar di Titan sekarang,” jelas Raka. “Dan sepertinya dia menganggap kamu ancaman yang harus disingkirkan.”

Leon kembali ke rumah menjelang malam. Lana bisa langsung membaca sesuatu dari matanya, campuran amarah dan kesedihan. Setelah memastikan Arya tidur, Leon menceritakan semuanya.

“Damar… dia yang waktu itu datang ke pesta ulang tahun Arya, kan?” tanya Lana, teringat pada sosok yang begitu ramah.

Leon mengangguk. “Dia nggak cuma mau bisnisku. Dia mau kita semua hancur.”

Lana menggenggam tangannya. “Kalau begitu, kita harus jadi orang pertama yang bergerak.”

Dua hari berikutnya, mereka menyusun rencana. Dika mengurus jalur pelarian cepat, Raka mengirim potongan-potongan data yang semakin mengungkap keterlibatan Damar. Leon dan Lana menyiapkan jebakan, pertemuan bisnis pura - pura yang akan memancing Damar keluar dari persembunyiannya.

Malam sebelum eksekusi rencana, Lana duduk di teras rumah, memandangi langit gelap. Leon datang membawa jaket untuknya.

“Kamu yakin kita bisa menang?” tanyanya lirih.

Leon menatapnya lama. “Menang atau kalah, yang penting kita nggak duduk diam menunggu mereka bergerak untuk menghancurkan kita, Mereka harus tahu, kita bukan orang yang mudah untuk mereka usik”

Hari pertemuan tiba. Leon berpakaian rapi, wajahnya tenang tapi matanya penuh siaga. Pertemuan diatur di sebuah hotel mewah, dengan tim kecil mereka mengawasi dari jauh.

Namun begitu Leon masuk ke ruang pertemuan, ia tahu ada yang tidak beres. Ruangan itu kosong, hanya ada amplop di meja.

Ia membuka amplop itu. Di dalamnya hanya ada satu foto, Lana dan Arya, diambil dari sudut yang sama seperti foto di Project Helix. Di bagian bawah, tertulis tulisan tangan.

"Kamu tidak cukup cepat."

Detik itu juga, Leon meraih ponsel, menghubungi Dika. Tapi nada sambung terus berdering tanpa jawaban.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Leon merasa seluruh kontrol yang ia pegang… mulai terlepas dari genggamannya.

1
Risa Koizumi
Bikin terhanyut. 🌟
GOD NIKA: Terima kasih🙏🥰🥰
total 1 replies
Mít ướt
Jatuh hati.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!