Raka Dirgantara, Pewaris tunggal Dirgantara Group. Tinggi 185 cm, wajah tampan, karismatik, otak cemerlang. Sejak muda disiapkan jadi CEO.
Hidupnya serba mewah, pacar cantik, mobil sport, jam tangan puluhan juta. Tapi di balik itu, Raka rapuh karena terus dimanfaatkan orang-orang terdekat.
Titik balik: diselingkuhi pacar yang ia biayai. Ia muak jadi ATM berjalan. Demi membuktikan cinta sejati itu ada,
ia memutuskan hidup Miskin dan bekerja di toko klontong biasa. Raka bertemu dengan salah satu gadis di toko tersebut. Cantik, cerewet dan berbadan mungil.
Langsung saja kepoin setiap episodenya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky_Gonibala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sosok Tak Dikenal
saat malam harinya hujan turun deras,, membasahi jalanan depan Toko Kita Jaya yang mulai sepi. Lampu-lampu neon toko berkedip pelan, menyisakan bayangan samar pada etalase kaca. Di dalam, Raka duduk di belakang kasir dengan mata menatap layar monitor CCTV. Namun pikirannya melayang jauh, memikirkan kejadian tadi sore, ketika sosok sang ayah tiba-tiba datang seolah akan menghancurkan hidupnya.
Intan sedang mengepel lantai sambil bersenandung pelan lagu stecun-stecun. Meski wajahnya terlihat tenang, hati kecilnya masih di selimuti rasah penasaran yang besar tentang bapak-bapak yang tadi sore berbicara dengan kekasihnya Raka. gaya berbicara Pak Hendra dan Raka siang tadi belum hilang dari ingatannya, seolah mereka sudah lama saling mengenal. Intan mencoba berfikir positif, dan mempercayai ucapan Raka kekasihnya.
“Kamu capek?” suara Raka memecah kesunyian.
“Enggak, cuma... kepikiran aja,” jawab Intan pelan, tanpa menoleh.
Raka bangkit dan menghampiri, membawa dua gelas air hangat. “Ini buat kamu. Biar badannya hangat dikit.” Ucap Raka sembari menyodorkan minuman
Intan menerimanya, lalu duduk di lantai dekat rak alat mandi. Raka ikut duduk di sebelahnya. Hujan di luar menambah hening yang menggantung di antara mereka. Pegawai lain sedang berada di gudang mengecek stok barang.
“Mas,” Intan akhirnya bicara, “bapak-bapak sore tadi, bukan bapak kamukan?” Tanga Intan sambil menyeruput air hangatnya
Raka terdiam. Pertanyaan itu sederhana tapi berat. Ia menarik napas panjang.
“nggak, bukan, kok kamu bisa kepikiran bapak-bapak itu bapak aku?” Raka bertanya balik
"Soalnya wajah kalian mirip, sama-sama ganteng, wajah bapak-bapak itu kayak wajah kamu kalau udah tua nanti." Jawab Intan
"Nggak, masa aku disamain sama bapak-bapak" Jawab Raka "Lagian Apapun yang terjadi kita bakalan terus kayak gini, saling sayang, saling cinta selamanya."
Ucapan Raka itu membuat mata Intan sedikit memerah. Tapi sebelum ia sempat membalas, suara pintu belakang yang mengayun membuat mereka berdua terlonjak.
“Siapa tuh?” Raka berdiri.
Dari balik rak roti, muncul sosok yang tak asing. Wahyu, mantan kasir shift malam yang sempat dipecat karena mencuri roti kedaluwarsa. Kini ia berdiri dengan wajah lesu dan pakaian basah kuyup dengan bibir pucat, dan menggigil.
“Mas Raka… aku… aku cuma numpang neduh,” ujarnya cepat, sambil mengangkat kedua tangan dengan ekspresi wajah yang memprihatinkan.
Raka memicingkan mata, lalu menurunkan bahunya. “Masuk. Tapi jangan macam-macam ya.”
Wahyu mengangguk, lalu duduk di pojok ruang gudang sambil menggosok tangannya yang kedinginan.
Intan dan Raka kembali ke kasir. Tapi Intan merasa gelisah.
“Mas, kamu yakin dia cuma numpang neduh?” bisik Intan.
“Yakin sih nggak… tapi dia nggak kelihatan bawa apa-apa, nggak usah hawatir, ada romeomu di sini yang selalu siap siaga” jawab Raka.
Namun kegelisahan Intan tak salah. Beberapa menit kemudian, saat Raka ke toilet dan Intan mengecek rak belakang, Wahyu terlihat sibuk memencet ponselnya dengan ekspresi penuh rahasia.
Intan mengintip dari sela rak dan mendengar potongan suara pelan dari Wahyu.
“…iya… dia di sini… anaknya Dirgantara… iya… ceweknya juga…”
Intan menahan napas. Ia tak sengaja menginjak tutup botol, menimbulkan suara kecil.
Wahyu menoleh cepat, lalu segera menyimpan ponselnya. “Eh, Kak Intan… saya cuma buat video velocity siapa tau viral terus di undang acara tv pagi-pagi mampus… serius aku, nggak bohong…”
Intan memaksa tersenyum, lalu buru-buru menghampiri Raka yang baru keluar dari toilet.
“Mas! Mas harus denger ini…”
Namun belum sempat Intan menjelaskan, suara pintu depan kembali terbuka. Kali ini, seorang wanita paruh baya masuk dengan payung berwarna biru laut. Ia terlihat seperti orang kantoran, tapi langkahnya ragu.
“Permisi…” panggilnya pelan.
Raka menghampiri. “Ada yang bisa kami bantu, Bu?”
Wanita itu membuka payungnya, menatap Raka lama. Lalu dengan suara pelan, ia berkata, “Saya Jeni… sekretaris pribadi Pak Hendra. Beliau menyuruh saya mengamati, mengawasi, memantau, dan melaporkan semua aktifitas serta kegiatan setiap hari.” Ucap Jeni sembari mengelap pakaiannya yang terkena air hujan.
Raka terpaku. “Apa maksud Ibu?”
“Singkatnya saya sudah mengawasi kamu mulai dari kamu meninggalkan apartemen, ngekost, nyari kerja, dan lain-lain, tapi semenjak kamu mulai bertingkah di luar kebiasaanmu, saya mulai ragu. Saya melihat kamu di sini… kerja keras dengan gaji tidak seberapa, saya harus segera menyadarkanmu…apalagi sepertinya kamu mulai benar-benar jatuh cinta pada wanita yang bernama Intan.” Ucap Jeni
Intan diam-diam menguping dari balik rak dengan wajahnya polos, tapi tidak mendengar apa-apa.
“Saya datang malam ini karena saya akan berhenti bekerja sebagai sekertaris Pak Hendra. Saya tidak mau lagi terlibat lebih jauh dengan urusan dan permasalahan keluarga kalian. Saya datang untung meminta maaf, dan juga harua mengatakan padamu… ada orang lain yang juga mengawasi kamu. Dan… mereka mungkin tidak akan sebaik saya. Sebaiknya kamu berhati-hati, dan jagalah Intan jika kamu tidak ingin dia terluka” Ucap Jeni dan mengambil sesuatu dari tas Gucci miliknya.
Raka merasa tengkuknya dingin.
Wanita itu menyerahkan sebuah flashdisk. “Ini… semua rekaman diam-diam yang sempat saya ambil. Termasuk percakapan kamu dengan ayahmu tadi siang. Saya… saya minta maaf.”
Sebelum Raka sempat bertanya lebih jauh, wanita itu membungkuk dan buru-buru keluar dari toko kemudian berlalu pergi dari pandangan Raka
Malam itu menjadi awal dari ketegangan baru.
Setelah wanita itu pergi, Raka melihat flashdisk pemberian Jeni. lalu mengajak Intan ke gudang.
Di gudanh masih ada Meri yang mengecek stok.
"Mbak, tolong jagain kasir yah, biar aku sama Intan yang ngecek stok, skalian kita mau istirahat makan dulu" Ucap Raka
"Ok. Jangan pacaran yah, apalagi Tukaran jigong di gudang, ada CCTV tuh." Ucap Meri sembari mengedipkan mata ke Intan.
"Apaan...Sih!" Ucap Intan sambil melihat Meri berjalan keluar gudang.
"Mas, Aku ke toilet dulu yah". Ucap Intan lalu berlari ke toilet
Lalu Raka cepat-cepat mencolok flashdisk pemberian jeni smartphone milik Raka. Disitu ada video pendek cukup jelas memperlihatkan interaksi dirinya dan intan di toko, di ruang gudang, dan bahkan saat mereka makan bersama di warung depan toko.
Namun yang paling mengejutkan adalah rekaman suara Pak Hendra, yang menyebutkan sebuah rencana.
“Kalau Raka tidak kembali sebelum akhir bulan ini, semua fasilitas atas namanya akan saya blokir. Dan kita umumkan ke publik kalau Pewaris Dirgantara Grup Sudah Mati.”
Suara itu dingin, penuh perhitungan. Raka mengepalkan tangannya sambil menahan emosi.
“Mas, itu video apaan? Mas nonton film enak-enak yah?" Ucap Intan mengagetkan Raka
Raka cepat-cepat mencabut flashdisknya.
"Nggak, ini lagi nonton film horror" Jawab Raka seenak jidatnya
"Mas, kamj bisa ceritain ke aku kalau kamu punya masalah. Aku mau hubungan ini ngggak ada rahasiaan. kamu harus jujur ke aku… apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?” Tanya Intan dengan tatapan serius
Raka terdiam lama.
Lalu dengan suara pelan, ia berkata, “Ada satu hal yang kamu belum tahu. Tapi aku belum siap bilang sekarang.”
Intan menarik tangannya perlahan, kecewa. Tapi ia tak memaksa.
“Baik… Nggak apa-apa sayangaku, kasih tau aku kalau kamu udah siap.” Ucap Intan sambil Mengecup pipi Raka.
Raka tersenyun melihat Intan
"Makasih kamu udah hadir dan menjadi bagian cerita dari perjalanan hidup aku" Guman Raka dalam hati.
Di luar toko, tersembunyi di balik gerimis dan kaca mobil gelap… seseorang sedang duduk di kursi penumpang menatap ke arah Toko Kita Jaya. Di tangannya, selembar foto Raka dan Intan tertawa bersama.
Wahyu berdiri di sisi mobil itu.
“Bos… sudah jelas. Mereka makin dekat.”
Dari dalam mobil, terdengar suara berat seorang pria.
“Kamu terus pantau mereka. Kita tunggu mereka lengah dan waktu yang tepat, Lalu bocorkan semuanya.”
Wajah pria itu tidak terlihat jelas. Hanya siluet Kumis tebal dan cincin emas dengan 6 biji berlian berjejer rapi yang ia pakai, satu hal pasti dia bukan orang biasa
Bersambung.