follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Malam itu, selimut kebahagiaan menyelimuti Aruni. Setiap sudut hatinya dipenuhi rasa syukur dan haru. Tidurnya pulas, dihiasi mimpi-mimpi indah tentang masa depan. Di sisi lain, Rico pun merasakan hal yang sama. Meski terpisah jarak, benang tak kasat mata bernama cinta dan harapan telah mengikat hati mereka berdua dalam satu frekuensi yang sama.
Pagi menyapa dengan ceria, seolah turut merayakan kebahagiaan Aruni. Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah yang biasa ia lakukan di hari Minggu, Aruni segera mengambil ponselnya. Ada berita penting yang tak sabar ia sampaikan kepada kedua orang tuanya di desa. Jemarinya lincah menekan nomor telepon rumah, tak lama kemudian sambungan video call pun terhubung.
Wajah Pak Burhan dan Bu Aisyah, orang tua Aruni, langsung muncul di layar ponsel. Senyum tulus merekah di wajah mereka saat melihat putri kesayangan mereka.
"Assalamualaikum, Ayah, Ibu," sapa Aruni, suaranya terdengar sangat ceria.
"Waalaikumsalam, Aruni," jawab Bu Aisyah, matanya berbinar. "Gimana kabar kamu, Nak? Sehat-sehat kan di sana?"
"Alhamdulillah, Aruni sehat, Bu. Bapak juga sehat?" tanya Aruni balik.
"Alhamdulillah sehat, Nak. Ada apa, kok tumben pagi-pagi telepon?" sahut Pak Burhan, senyumnya tak luntur dari bibirnya
Aruni menarik napas dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar kencang. Ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu. "Aruni punya kabar gembira untuk Ayah dan Ibu."
Pak Burhan dan Bu Aisyah saling pandang, raut penasaran terpancar jelas di wajah mereka.
"Kabar apa, Nak? Jangan bikin penasaran begitu," kata Bu Aisyah tak sabar.
"Ayah, Ibu… Aruni… Aruni mau dilamar oleh seseorang." ucap Aruni pelan, namun jelas. Ia bisa melihat mata kedua orang tuanya membelalak kaget.
Bu Aisyah langsung menutup mulutnya dengan tangan, tak percaya. " Di...Dilamar? Ya Allah, Nak! Beneran? Siapa yang mau melamar, Nak?" tanyanya, suaranya bergetar antara haru dan bahagia.
Pak Burhan tersenyum lebar. "Alhamdulillah! Ayah tidak salah dengar kan, Nak? Kamu mau dilamar siapa?"
Aruni mengangguk, senyumnya merekah indah. "Iya, ayah, Ibu. Aruni mau dilamar oleh Rico. Dia… dia pria yang sangat baik sekali."
Terlihat jelas dari ekspresi dan suara mereka, Pak Burhan dan Bu Aisyah sangat bahagia mendengar kabar ini. Raut wajah mereka berseri-seri, seolah tak menyangka bahwa anak gadisnya akan menemukan jodoh di tempat perantauan.
"Masya Allah, Nak. Ibu sama ayah senang sekali mendengarnya kabar baik ini," kata Bu Aisyah, dengan mata berkaca-kaca. "Kami Tidak menyangka kamu secepat ini ketemu jodoh di kota. Syukurlah, Nak, kalau dia pria baik."
"Kapan rencananya dia mau datang melamar, Nak?" tanya Pak Burhan, suaranya penuh antusias.
"InshaAllah Akhir bulan nanti, Bapak. Aku juga rencana mau pulang minggu depan setelah mengajukan cuti kerja. Nanti sekalian Aruni ceritakan semuanya secara langsung di rumah," jelas Aruni.
Bu Aisyah mengangguk-angguk. "Iya, Nak, iya. Kami akan tunggu kepulanganmu. Ibu sudah tidak sabar ingin tahu ceritanya."
"Terus, Nak, seperti apa sih Rico itu? Orangnya bagaimana?" tanya Bu Aisyah, nada suaranya penuh antusiasme dan rasa ingin tahu yang besar. Ia memang belum pernah melihat Rico sama sekali atau mengenalnya.
Aruni tersenyum geli. "Nanti juga Ibu dan Bapak lihat sendiri. Dia… dia orangnya tampan, baik hati, perhatian, dan keluarganya juga baik sekali, Bu."
Tiba-tiba, sebuah suara bariton yang familiar terdengar dari belakang Aruni. "Benarkah, aku tampan? "
Aruni sangat terkejut mendengar suara pria yang tiba-tiba menyahut percakapan mereka.
Aruni tersentak kaget, menoleh ke belakang. Benar saja, Rico berdiri di sana, tersenyum menawan. Ia pasti baru saja tiba di rumah Tante Dina dan tak sengaja mendengar percakapan Aruni dengan orang tuanya. Aruni merasakan pipinya memerah karena malu, tapi juga bahagia.
Pak Burhan dan Bu Aisyah di layar ponsel pun sama terkejutnya. Mata mereka membulat, memandang sosok Rico yang kini muncul di samping Aruni. Mereka bisa melihat dengan jelas senyum ramah yang terukir di wajah Rico.
"Assalamu'alaikum, ayah, ibu. Saya Rico. "
"Ya Allah, Nak! Ini yang namanya Rico?" seru Bu Aisyah, suaranya takjub. Ia menyipitkan mata, mencoba melihat Rico lebih jelas. "Ganteng sekali, Nak! Masya Allah. Bule. Yah, ayah, bule. "
Pak Burhan juga mengangguk-angguk dan tersenyum lebar. "Oh, jadi ini calon mantu ayah. Salam kenal, Nak Rico."
Rico tersenyum hangat, sedikit membungkuk di depan kamera seolah sedang sungkem langsung. "Salam kenal juga, Ayah, Ibu. Maaf kalau saya tiba-tiba muncul begini dan menganggu percakapan kalian. "
"Tidak apa-apa, Nak. Justru senang kami bisa langsung melihatmu," kata Bu Aisyah, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. " Masha Allah, jadi ini yang membuat anak kami bahagia, ya."
"Saya sangat serius dengan Aruni, Bu. Saya ingin membahagiakan dia," kata Rico tulus, menatap Aruni sekilas yang kini tersenyum malu.
"Duh, Nak. Jangan begitu, Ibu jadi terharu," sahut Bu Aisyah, matanya kembali berkaca-kaca.
"Jangan terburu-buru terharu mbak, nanti kalau sudah tahu semuanya mbak pasti akan nangis kejer." Kata tante Dina yang tidak jauh dari mereka dan ikut bicara.
"Kamu ikut pulang nanti, Din? " tanya Bu Aisyah.
"Iya , nanti aku pulang sama Rubby dan Aruni. Mas Amar nyusul nanti, kan dia harus kerja dulu."
"Baguslah."
Percakapan video itu berlanjut dengan suasana yang semakin hangat dan akrab. Rico ikut berbincang santai dengan calon mertuanya, menanyakan kabar di desa, dan bercerita sedikit tentang dirinya. Aruni merasa sangat bersyukur. Impiannya untuk mendapatkan restu dan melihat kebahagiaan di wajah kedua orang tuanya kini menjadi kenyataan. Segala keraguan dan kekhawatiran di awal hubungan ini benar-benar sirna tak berbekas. Ia tahu, masa depan yang cerah menanti di depan mata.
"Nak Rico, tolong jaga Aruni dengan baik selama disana." kata Pak Burhan.
"Tentu saja Ayah, aku akan menjaga Aruni dengan baik. Karena Aruni sangat berharga." Jawab Rico.
"Baiklah kalau begitu kami akan menunggu kedatanganmu dan keluargamu di rumah kecil kami." ujar Pak Burhan lagi ingin mengakhiri perbincangan mereka.
"Ayah dan ibu hati-hati, disana ya. Tunggu aku pulang. Dan aku harap kabar ini jangan di sebar luaskan, Bu. Biarkan semua orang tau saat hari lamaran tiba. Aku tidak ingin menjadi bahan perbincangan para tetangga. " kata Aruni dengan wajah sendu.
Mendengar ucapan anaknya yang sepertinya masih memiliki trauma masa lalu itu, mereka hanya menghembuskan nafas berat dan mengangguk. Mereka mengerti, gosip miring tentangnya di kampung membuat Aruni benar merasa malu dan trauma.
"Tenanglah, aku tidak akan seperti mereka. Aku serius padamu, Aruni. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu kamu pikirkan. Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku.
Mendengar ucapan Rico semua orang merasa lega, termasuk kedua orang tua Aruni. Kabar bahagia telah diberikan, tinggal satu langkah lagi menuju hari lamaran. Dan membuktikan kepada semua orang kalau Aruni layak untuk di cintai.