Aditya Kalandra wiratmaja tidak pernah menyangka bahwa kekasihnya, Nathasya Aurrelia pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahannya. Dalam keadaan yang kalut ia dipaksa harus menerima pengantin pengganti yang tidak lain adalah adik dari sahabatnya.
Sementara itu, Nayra Anindhira Aditama juga terpaksa harus menuruti permintaan sang kakak, Nathan Wisnu Aditama untuk menjadi pengantin pengganti bagi Aditya atas dasar balas budi.
Apakah Nayra sanggup menjalani kehidupan barunya, dan mampukah dia menakhlukkan hati Aditya.
Ataukah sebaliknya, apa Nayra akan menyerah dan pergi meninggalkan Aditya saat masalalu pria itu kembali dan mengusik kehidupan rumah tangga mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MauraKim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Kewajibanku
Aditya terdiam karena merenungkan kesalahannya yang sudah sangat keterlaluan kepada Nayra. Bagaimana bisa, dia tidak memberikan Nayra nafkah sama sekali. Mereka bahkan sudah menikah selama dua bulan lebih, kenapa Nayra juga tidak pernah mengeluhkan itu padanya?
Bagaimana Nayra bisa mengeluh tentang hal itu, jika Aditya saja selalu menghindar agar tidak bertemu Nayra.
Lamunan Aditya buyar saat tiba-tiba Nayra meraih tanganya, Istrinya itu lalu mengecup punggung tangan Aditya.
"Hati-hati di jalan, Mas. Ingat, jangan terlalu memforsir tenaga kamu. Dan jangan lewatkan waktu makanmu, Mas." ingat Nayra pada Aditya dengan nada lembut.
perbuatan Nayra, tentu saja membuat Aditya terkejut. Ia tak pernah menyangka, bahwa perempuan itu tidak menginginkan apa pun darinya. Nayra hanya membungkuk pelan, mengecup punggung tangannya dengan lembut sebagai bentuk pamit. Dan lebih dari itu, Nayra menyampaikan pesan hangat yang menyentuh agar dirinya berhati-hati dan tidak melewatkan waktu makan.
Aditya merasakan ada sesuatu yang menghangat di hatinya. Tindakan Nayra sangat sederhana, tapi entah mengapa, itu bisa membuat Aditya merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Mas, kenapa melamun?" tanya Nayra heran melihat Aditya lagi-lagi termenung.
"T-tiidak, Ra. K-kalau begitu aku berangkat dulu." dengan perasaan gugup Aditya akhirnya berpamitan pada Nayra.
Aditya melangkahkan kakinya keluar kamar dengan gerakan pelan, seolah enggan meninggalkan Nayra. Suara pintu yang tertutup di belakangnya seharusnya menandai kepergiannya, namun Aditya masih terdiam di belakang pintu. Ia merasakan masih ada sesuatu yang menganjal di hatinya.
Entah dorongan dari mana, ia kembali meraih kenop pintu, lalu melangkah perlahan, dan kembali masuk ke dalam kamar.
Nayra sontak langsung menoleh saat melihat pintu yang terbuka dari depan. "Mas, kamu kembali lagi? Apa ada yang ketinggalan?" tanya Nayra heran, ia sempat berpikir bahwa yang masuk adalah Arsyila namun ternyata Aditya.
Aditya berjalan perlahan mendekati Nayra. Sementara tangannya, merogoh saku celana untuk mengambil dompet kulitnya yang berwarna gelap. Saat jaraknya kian dekat ia membuka dompet itu dengan tenang, lalu mengeluarkan salah satu kartu kredit ekslusifnya dan memberikannya kepada Nayra.
"Ini untuk kamu, Nayra. Gunakan untuk membeli semua kebutuhan kamu." ucap Aditya pelan, sembari meraih telapak tangan Nayra dan meletakkan kartu itu di atasnya dengan lembut.
Nayra menatapnya terkejut, pandangannya turun pada kartu berwarna hitam itu, lalu kembali pada wajah suaminya. "M-mas, ini buat apa? Aku tidak meminta ini. K-kamu tidak perlu-"
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Aditya sudah lebih dulu menyahut, "Aku tahu kamu tidak minta apa-apa, Nayra. Tapi ini adalah kewajibanku dan hak kamu. Bahkan seharusnya aku sudah memberikan ini sejak awal kita menikah. Maaf, aku sudah menjadi suami yang buruk bagi kamu." ucap Aditya sendu. Ia sungguh merasa sangat bersalah dengan perbuatannya selama ini.
"Maaass, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membahas masalah kemarin. Kita fokus saja untuk memperbaiki rumah tangga kita ke depannya. Jangan ungkit-ungkit yang sudah berlalu. Aku akan terima ini, tapi kamu harus janji nggak akan bahas masalah kemarin."
Nayra mencoba menenangkan Aditya agar tidak terus-terusan merasa bersalah. karena baginya, yang lalu biarlah berlalu. Yang paling penting sekarang adalah Aditya sudah berubah menjadi lebih baik.
"Aku janji, Nayra. Kamu juga harus janji, jika kedepannya aku melakukan kesalahan, Tegur dan marahi saja aku. Jangan pernah berfikir untuk meninggalkanku, Ra." entah mengapa Aditya merasa takut, jika apa yang pernah menimpa dirinya terulang kembali.
Ditingalkan seseorang yang di sayang tanpa kejelasan apapun, tentu membuat Aditya sedikit merasa trauma. Ia lebih memilih di tegur, di marahi atau di pukul, daripada di tinggalkan secara tiba-tiba tanpa kejelasan apapun.
Nayra bisa merasakan ada ketakutan pada sorot mata Aditya. Ia bisa mengerti, Aditya pasti masih merasa takut jika tiba-tiba di tinggalkan pasangannya tanpa kejelasan apapun.
"Aku Janji, kalau kamu salah aku akan menegurmu bahkan kalau perlu aku juga akan memukulmu, jika yang kamu lakukan sudah sangat keterlaluan. Jadi kamu harus hati-hati, Mas." sahut Nayra menanggapi ucapan Aditya dengan nada bercanda agar suaminya itu tak lagi merasa bersalah.
Aditya tersenyum menanggapi ucapan Nayra. Ia bisa sedikit bernapas lega karena janji yang Nayra berikan.
"Kalau begitu aku berangkat dulu. Ingat! Kabari aku jika sudah sampai Butik." pamit Aditya.
"Iya, Mas." jawab Nayra.
"Yasudah kalau begitu, Assalamualaikum." Aditya l mengecup kening Nayra lagi setelah mengucapkan salam.
Nayra lagi-lagi di buat terkejut dengan tindakan Aditya itu. Sepertinya, ucapan Aditya memang benar, mulai sekarang dia harus terbiasa dengan segala perubahan dan perilaku Aditya.
Setelah beberapa menit kepergian Aditya, akhirnya Nayra juga berangkat ke butik bersama Arsyila.
Sesampainya di Butik, Nayra segera membantu Arsyila memilih gaun yang akan ia gunakan untuk menghadiri pesta pertunangan temannya.
Nadira bahkan juga ikut membantu gadis itu untuk memilih.
Tak berselang lama, suara lonceng di atas pintu butik berbunyi. Nayra dan Nadira secara reflek menoleh, sementara Arsyila tetap fokus menelusuri deretan gaun yang menggantung di hadapannya.
Dii ambang pintu, seorang pria tampan berdiri dengan senyum menawan yang langsung menarik perhatian. Dengan langkah tenang dan percaya diri, ia melangkahkan kakinya ke tempat di mana Nayra dan yang lain berada.
"Assalamualaikum, Nayra, Nadira." sapanya ramah, hangat dan bersahabat. Pria itu melangkah lebih dekat, tak menyadari jika di belakang Nadira masih ada seseorang yang tak terlihat karena posisi mereka.
Sementara Arsyila sedikit menghentikan kegiatannya saat mendengar suara seseorang yang sepertinya tak asing di telingannya. Namun ia memutuskan untuk tidak mempedulikannya, ia berfikir mungkin saja hanya kebetulan mirip.
"Wa'alaikumsalam, Mas. jawab Nayra dan Nadira bersamaan. Nayra memutuskan untuk mendekati pria itu untuk menanyakan kepentingannya datang ke butik, sementara Nadira memilih untuk tetap membantu Arsyila.
"Kamu mau fitting Jas pesanan kamu, Mas?" tanyanya.
"Iya, acaranya sudah seminggu lagi. Jadi aku datang kesini untuk fitting, dan kalau sudah pas akan aku bawa langsung." jawab pria itu.
"Bagaimana keadaan Ayah kamu, Mas? Aku dengar selama ini beliau berobat keluar Negeri." tanya Nayra dengan nada prihatin.
"Alhamdulillah, sudah lebih baik. Hanya tinggal pemulihan saja. Syukurlah keadaan Papa semakin membaik saat mendekati acara peluncuran produk baruku, kalau tidak aku pasti akan menunda nya." jelas pria itu dengan senyum menawannya.
"Syukurlah, Mas. Kalau begitu ayo aku antar kamu buat fitting jas milik kamu, Mas." Ucap Nayra sembari berjalan menuju fitting room dan di ikuti pria itu di belakangnya.
Saat lewat di samping Nadira, pria itu menolehkan wajahnya bermaksud untuk menyapa. Namun pandangan nya teralihkan pada gadis yang ada di samping Nadira. Seorang gadis yang sedang fokus dengan gaun yang ada di tangannya.
"Bunny, kau ada di sini?" ucapnya terkejut.
Arsyila sontak langsung mendongakkan kepala, saat mendengar suara yang lagi-lagi begitu familiar di telinganya. Terutama saat ia mendengar panggilan itu, 'Bunny' hanya ada satu orang yang memanggilnya seperti itu. Dan benar saja,,
"Kak Reyhan,,?"
Izin yaa