"Lebih baik, kau mati saja!"
Ucapan Bram membuat Cassandra membeku. Dia tidak menyangka sang suami dapat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hatinya. Memang kesalahannya memaksakan kehendak dalam perjodohan mereka hingga keduanya terjebak dalam pernikahan ini. Akan tetapi, dia pikir dapat meraih cinta Bramastya.
Namun, semua hanya khayalan dari Cassandra Bram tidak pernah menginginkannya, dia hanya menyukai Raina.
Hingga, keinginan Bram menjadi kenyataan. Cassandra mengalami kecelakaan hingga dinyatakan meninggal dunia.
"Tidak! Kalian bohong! Dia tidak mungkin mati!"
Apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Bram mendapatkan kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Tanggung Jawab
Happy reading...
.
.
.
Di rumah keluarga Nugroho, suasana kembali tegang. Setelah insiden kedatangan Bram yang ditolak mentah-mentah oleh Gunawan, kini ada sebuah fakta yang mencengangkan.
Gunawan baru saja menerima laporan dari orang kepercayaannya untuk menemukan informasi tentang Bram dan Raina. Informasi itu membuatnya memijat pelipis dengan keras.
"Benar, Bram dan Raina memang pernah dinas ke luar kota bersama," gumamnya penuh kekesalan. "Tapi... tidak ada bukti mereka bermalam satu kamar. Semua agenda resmi... tidak ada acara pribadi. Lalu, dari mana perempuan itu bisa dengan lantang meminta pertanggung jawaban dari Bram."
Clarissa yang duduk di sebelah suaminya mencoba menenangkan, menatap Gunawan dengan pandangan lebih jernih. Jujur saja, Clarissa adalah salah satu orang yang tidak mempercayai bila Bram melakukan tindakan itu.
Walau, sang putri memang memaksakan kehendak dengan meminta perjodohan dengan Bram. Kemudian dengan mudah semuanya terjadi karena persahabatan erat Clarissa dan Mama Bram. Clarissa tahu Bram tidak mungkin gegabah dengan melakukan pengkhianatan yang berujung kehamilan wanita lain.
"Mungkin memang tidak seburuk yang kita kira," ucapnya pelan. "Kalau pun ada gosip, kita tetap perlu lihat bukti yang kuat, Mas."
Namun Gunawan tetap keras. Bagi seorang ayah, ketidakjelasan seperti itu tetap mencederai kehormatan anaknya.
"Bram pun tidak dapat mengambil keputusan yang jelas, kan? Sudah seharusnya dia melakukan tindakan. Paling tidak buktikan kalau dia tidak tidur dengan wanita j4lang itu!"
Clarissa terdiam, mengetahui bila Bram pun sama plin plannya. Dia tidak dapat melakukan tindakan pada Raina. Perempuan yang telah diasuh oleh keluarga Wijaya itu justru menjadi ular beracun di pernikahan Bram.
Sementara itu, Cassie dengan langkah pelan masuk ke ruang kerja ayahnya. Dia sudah menyiapkan diri untuk kembali memohon. Rasanya lelah sekali terus berada di rumah tanpa melakukan apa pun.
"Papa..." panggilnya lirih. "Aku minta izin untuk kembali bekerja."
Gunawan mengangkat wajah, matanya mengeras. "Untuk apa? Kamu pikir Papa tega membiarkan kamu keluyuran di luar sana setelah apa yang terjadi? Atau kamu ingin bertemu dengan Bram?" tuduh Gunawan.
Cassie menahan napas. "Aku... aku butuh kegiatan, Pa. Aku butuh sesuatu yang bisa membuatku tidak terlalu stres hanya berdiam diri di rumah. Aku janji, aku akan menjaga diri. Aku hanya ingin kembali ke rutinitasku."
Gunawan memandang putrinya dengan mata tajam. "Tidak, Cassie. Tidak ada diskusi lagi. Kamu di rumah. Sampai semuanya jelas. Bahkan, bila anak itu terbukti merupakan anak Bram. Aku tidak segan-segan memisahkan kalian.
Clarissa yang memperhatikan di sudut ruangan hanya bisa menggenggam tangan Cassie, mencoba memberikan kekuatan. Dia paham betul, terlalu lama mengekang Cassie justru bisa merusak mental gadis itu, tapi Gunawan terlalu keras kepala untuk mendengarkan sekarang.
***
Di rumah keluarga Wijaya, suasana tenang malam itu terusik saat bel rumah berbunyi nyaring. Adrian membuka pintu, dan melihat sosok Raina berdiri di sana bersama seorang wanita paruh baya berwajah tajam Rini, ibunya.
"Ada keperluan apa kalian ke sini?" tanya Adrian dengan nada waspada.
Pria itu tidak menunjukkan sikap ramah pada istri dan anak dari mantan karyawannya. Baginya, hal yang dilakukan oleh Raina sudah cukup untuk membuatnya bersikap dingin pada dirinya.
Raina langsung memajukan langkah. "Kami ingin bicara. Ini tentang Bram... tentang tanggung jawabnya," katanya, sambil menyodorkan sebuah amplop berisi hasil USG.
Melinda, yang ikut mendekat, menyipitkan mata memandang keduanya. "Tangung jawab apa? Jelaskan dengan benar sebelum bicara seenaknya di rumah orang."
Rini, dengan nada tajam, berkata, "Anakku hamil anak Bram. Kami menuntut pertanggungjawaban dari keluarga ini."
Melinda menahan diri agar tidak langsung memaki. Tangannya terlipat di dada, matanya menatap Rini penuh ketidakpercayaan.
"Bram tidak mungkin melakukan hal serendah itu," sahut Melinda dingin.
"Kalau kalian mau menuduh, sebaiknya datang dengan bukti yang benar, bukan hanya membawa kertas USG. Kami tidak percaya dengan ucapan kalian bila hanya bukti USG ini yang kalian punya," tukas Adrian mengeraskan rahangnya.
Rini meradang. "Bukti apa lagi yang kalian butuhkan?! Ini darah daging kalian! Calon anakku adalah pewaris keluarga Wijaya. Kalian harus menikahkan aku dengan Bram!"
Adrian menghela napas berat. "Kami akan bicara dengan Bram. Tapi mulai sekarang, jangan datang seenaknya ke rumah kami untuk menekan kami. Kami tahu cara mendidik anak kami."
Raina menunduk, pura-pura menangis, sedangkan Rini menariknya pergi dengan langkah marah, meninggalkan suasana rumah yang makin tegang.
"Kami menunggu kedatangan kalian untuk melamar anak kami. Jangan lepas dari tanggung jawab atau kami akan memviralkan kelakuan putra kalian," ancam Rini.
Kemudian, Raina dan Rini pergi dari hadapan Melinda. Mereka berharap gertakan itu membuat Bram menikahi Raina.
Melinda memandang Adrian dengan gelisah. "Kita harus bicara dengan Bram segera. Ini bisa menghancurkan segalanya kalau tidak diklarifikasi."
Adrian mengangguk, rahangnya mengeras menahan emosi.
"Dia benar-benar tidak bisa diharapkan. Sebaiknya, memang kepemimpinan dialihkan pada Reyhan," tukas Adrian yang berniat meminta adik Bram kembali ke tanah air.
"Selesaikan dulu masalah ini, baru perusahaan. Aku tidak setuju bila kamu langsung menyingkirkan Bram dari perusahaan. Bagaimana pun dia anak pertama kita," gumam Melinda.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca...
Jangan lupa berikan like dan komentar serta saran ya. 😍
Dan juga keluarga Adrian kenapa tdk menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi Rania yg licik?? dan membiarkan Bram menyelesaikannya sendiri?? 🤔😇😇
Untuk mendapatkan hati & kepercayaannya lagi sangat sulitkan?? banyak hal yg harus kau perjuangan kan?
Apalagi kamu harus menghadapi Rania perempuan licik yg berhati ular, yang selama ini selalu kau banggakan dalam menyakiti hati cassie isteri sahmu,??
Semoga saja kau bisa mendapatkan bukti kelicikan Rania ??
dan juga kamu bisa menggapai hati Cassie 😢🤔😇😇
🙏👍❤🌹🤭
😭🙏🌹❤👍