WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Kelakuan Mira
"Sayang, kemarilah." Pak Kendra meraih lengan Sauza lalu melilitkan di pinggangnya. Mereka kini berhadapan dengan tatap mata saling menembus mata masing-masing.
Sauza ingin menghindar, di dalam hatinya secuil pun tidak ada perasaan cinta. Tapi apalah daya, kebaikan Pak Kendra membuat Sauza tidak berkutik. Jadi, apapun alasannya, Sauza harus berusaha memupuk rasa cinta di dalam dirinya terhadap pria paruh baya di hadapannya. Perasaan Sauza saat ini hanyalah rasa kasih sayang dan segan, bukan perasaan cinta yang menggebu-gebu penuh gairah.
"Tapi, tidak ada salahnya aku berusaha mencintainya, toh Pak Kendra begitu baik padaku. Baiklah, akan aku coba menghadirkan perasaan cinta untuk Pak Kendra. Pak Kendra sudah terlalu baik untukku. Aku akan balas semua kebaikan bapak dengan perasaan sayang yang tulus dariku untuk Pak Kendra. Semoga aku bisa memberikan cinta itu untuk Pak Kendra," batin Sauza sembari membalas tatap mata lelaki paruh baya itu.
Tidak disadarinya, lelaki yang sudah menjadi suaminya itu, kini sudah melabuhkan sebuah kecupan di seluruh wajah Sauza. Sauza hanya pasrah dan berusaha membalas dengan senatural mungkin.
Kini Pak Kendra sudah membawa Sauza ke dalam kamarnya. Setelah itu pintu kamar tertutup rapat. Entah apa kejadian selanjutnya di dalam sana.
Hal ini membuat Mira yang sejak tadi menyaksikan kelakuan sang papa, begitu geram. Ia tidak menyangka sang papa begitu menggebu-gebu terhadap Sauza. Ternyata dugaannya selama ini salah, sang papa justru jatuh cinta pada perempuan seumurannya. Mira tetap meyakini kalau sang papa telah dipelet oleh Sauza.
"Kenapa bisa papa bergairah seperti itu terhadap Sauza? Padahal selama ini cintanya hanya untuk mama. Apakah Sauza sudah mengguna-guna papa? Dasar Sauza keparat. Dia sepertinya memang mengguna-guna papa, atau bisa jadi menggoda papa dengan tubuhnya. Secara dia janda dan gatal," dengusnya. Mira tidak henti menuding buruk terhadap Sauza.
Kemudian Mira pergi dari tempat itu untuk menenangkan pikirannya yang kacau akibat melihat kelakuan sang papa dan Sauza tadi.
Beberapa jam kemudian, Sauza sudah keluar dari kamar dengan rambut yang basah. Tubuhnya wangi menyegarkan. Sepertinya siang tadi memang sudah terjadi hari pertama belah duren seperti apa yang pernah dikatakan Asmi padanya tempo hari.
Sauza berjalan menuju tangga lantai tiga rumah itu. Dia ingin menikmati indahnya kota Jakarta dari roof top rumah mewah itu. Wajahnya berseri dengan senyum menghiasi bibir tipisnya. Semilir angin sudah menghembus dan terasa menyapa kulitnya.
Tiba di atas, Sauza berkeliling di sepanjang pagar pembatas, lalu tatapnya ia tujukan pada hamparan jalan di bawah sana. Sauza kadang geleng kepala, kadang tersenyum penuh takjub. Ia tidak menduga bakal berada di kota ini dan menikmati suasana kota Jakarta yang cukup crowded.
"Sauza, Sayang," panggil seseorang. Suaranya semakin mendekat. Sauza tersentak lalu membalikkan badan. Bima sudah berdiri di belakangnya.
"Kenapa kamu ikuti aku? Pergilah, aku tidak mau ada orang lain mencurigai kita dan menuduh yang tidak-tidak terhadap kita. Lagipula kamu sekarang ini posisinya adalah menantu pemilik rumah ini, dan aku istrinya. Jadi, otomatis aku adalah mertuamu," jelas Sauza seraya menjauh mundur dari Bima.
"Za, tolong dengarkan aku. Aku ke sini ingin bicara baik-baik denganmu. Aku masih mencintaimu, Za. Lagipula aku dan Mira sebentar lagi akan bercerai, aku menyesal telah terjebak oleh cinta palsu Mira. Aku mohon maafkan aku, Za. Aku memang salah karena sudah menyakiti dan menghancurkan hatimu," ujar Bima penuh penyesalan.
"Stop, jangan katakan apa-apa lagi. Aku tidak mau dengar apa-apa dari kamu. Hidup kita sudah masing-masing, aku tidak mau mendengar masalahmu, karena aku sudah cukup puas dengan masalah-masalah yang pernah kamu dan Mira berikan dulu. Kini hidupku sudah tenang lepas dari kalian. Saat ini aku sedang menikmati hidup baruku sebagai Nyonya Kendra. Jadi, tolong, jangan pernah katakan apapun lagi dari mulutmu. Aku sudah tidak mau mendengar apa-apa dari kamu." Sauza berkata dengan tegas seraya mengangkat tangannya tanda mengusir Bima jauh darinya.
Pada saat Sauza mengangkat tangannya, Bima dengan jelas melihat leher Sauza merah. Bukan merah karena gigitan nyamuk, melainkan gigitan nyamuk besar yang sudah pasti Bima paham siapa pelakunya.
"Kamu pasti terpaksa menikah dengan papa mertuaku, Za. Aku tahu cintamu masih untukku," ujar Bima percaya diri.
Sauza sampai membelalakkan matanya dengan ucapan Bima barusan. "Pergi dari sini, sudah aku katakan tadi, bahwa aku sudah tidak ingin dengar apa-apa dari mulutmu. Pergi," usir Sauza lagi seraya meraih gagang sapu yang kebetulan ada di tempat itu untuk memukul Bima. Bima akhirnya mengalah dan pergi dengan kecewa dari roof top itu. Padahal dia ingin mengungkapkan isi hatinya terhadap Sauza dan meminta maaf, tapi sepertinya Sauza sudah menutup pintu maaf terhadap dirinya.
Bima menuruni lantai tiga, dari ujung ruang tamu, bayangannya terlihat oleh Mira yang tadinya akan menuju ruang tengah rumah itu. "Habis apa Bima dari lantai tiga? Aku harus ke sana, sepertinya ada yang menarik sampai Bima bisa ke lantai tiga," bisiknya seraya berjalan pelan menuju tangga lantai dua lalu disambung menuju lantai tiga setelah Bima memasuki ruangan lain di rumah itu.
Tiba di lantai atas rumah itu, Mira melihat Sauza sedang duduk menikmati pemandangan kota Jakarta dengan santainya. Mira merasa sangat iri dan menganggap Sauza tidak pantas merasakan keindahan di rumah milik papanya ini.
"Sauzaaa, di sini rupanya kamu?" teriaknya tidak suka. Sauza menoleh dan tersentak. Namun beberapa detik kemudian sikapnya biasa lagi, bahkan gayanya sudah kembali mirip seorang nyonya rumah.
"Ya, ada apa Mira? Kenapa kamu menyusul aku ke sini? Kamu ingin bersamaku menikmati indahnya kota Jakarta?" lontar Sauza santai dan juga datar.
Mira merasa jijik dengan sikap pura-pura Sauza yang dibuat-buat menurutnya.
"Kemari kamu, hentikan sikap pura-puramu itu. Jangan belagu dan merasa jadi nyonya rumah di rumah ini, kamu di sini hanya mengincar harta papaku, bukan?" pekiknya seraya meraih dan menarik lengan Sauza. Sauza yang tidak berpegangan, badannya ikut tertarik oleh tangan Mira dengan gampang, sampai di depan pagar pembatas roof top. Tepat di bawahnya sebuah kolam renang yang terhampar dari arah timur ke barat.
Pagar itu berpintu, sepertinya memang sengaja didesain seperti itu, khusus diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin berenang dari roof top. Mata Sauza sudah melihat ke bawah, jantungnya tiba-tiba berdebar, dan Sauza punya firasat buruk bahwa Mira akan mencelakainya.
Mira perlahan membuka pintu pagar itu dan mendorong tubuh Sauza keluar pagar, tapi Sauza berhasil menahannya.
"Mira, apa yang akan kamu lakukan? Hentikan, aku bisa jatuh ke dalam kolam renang itu. Mira!" pekik Sauza takut seraya memegangi tangan Mira kuat.
"Aku tidak akan membiarkan kamu hidup tenang di dalam rumah ini bersama papaku. Kamu hanyalah benalu dan kamu harus segera enyah dari rumah ini sebelum papaku terjerat oleh kepura-puraanmu," pekik Mira seraya melepaskan tangan Sauza.
"Miraaaaaa, jangannnnnn. Akhhhhhhhh." Tubuh Sauza terjun bebas menuju kolam renang. Mira puas seraya melihat ke bawah.
"Byurrrrr, prakkkkk."
Pada saat yang sama, seseorang dengan sigap loncat ke dalam kolam renang dan menangkap tubuh Sauza.
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.