Hidup sendirian setelah sang ayah meninggal, membuat Safira Johana tidak memiliki pilihan lain selain menuruti wasiat terakhir dari ayahnya untuk menikah dengan anak sahabatnya tersebut.
Namun, pernikahan itu hanya bersifat kontrak dan rahasia. Benny Zhen, sahabat dari ayah Safira dan merupakan ayah dari Virza Zhen, beliau mengidap penyakit jantung kronis.
Pria paruh baya itu mengancam Virza, kalau putranya tersebut tidak mau menikah dengan Safira, maka dirinya tidak akan mau menjalani operasi. Hingga pada akhirnya Virza melakukannya dengan terpaksa.
Bagaimanakah kehidupan rumah tangga mereka yang berawal tanpa adanya cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Ketiga
Bab 25
Keesokan harinya Safira terbangun juga tidak menemukan Virza lagi. Setelah semalam dia kehilangan jejak. Safira lekas keluar dari kamar ayah mertuanya untuk mencari angin.
"Kondisi ayah kayak gini jangan sampai Safira tahu." tanpa sengaja Safira mendengar Virza yang tengah membicarakannya di telepon dengan seseorang yang dia tidak tahu. Yang jelas Safira mendengar Virza menyebut namanya.
"Apa yang nggak boleh gue tahu?" tanya Safira mengagetkan Virza yang tidak menyadari akan kedatangan Safira.
Terlihat jelas wajah Virza yang sangat gugup. Bahkan dia dengan cepat mengakhiri panggilan tersebut.
"Sejak kapan lo disini?" tanya Virza dengan menyembunyikan hpnya di saku belakangnya.
"Sejak––"
"Vir!" suara panggilan itu memotong Safira yang hendak bicara.
"Eh, kamu!" tegur Agnes saat melihat Safira.
"Kamu bukanya yang ada di dalam tadi ya?" tanya Agnes.
"I-iya, dok." Safira menjadi gugup saat melihat Agnes dengan santai melingkarkan tangannya di tangan Virza.
"Kita kenalan dulu yuk!" ajak Agnes. "Aku Agnes, pacarnya Virza!" ucapnya memperkenalkan diri.
Deg!
Detak jantung Safira berdetak kencang. Begitu pula Virza.
"Mantan!" sahut Virza ingin meluruskan.
"Tapi elo nggak mau putus sama gue kan? Banyak saksinya lo masih nungguin gue," Agnes tetap dengan pendiriannya.
"Eh, tapi biar lebih akrab gue panggilnya elo aja ya? Kalau pakai aku kamu kayak canggung banget," kata Agnes.
"I-iya." suara Safira terdengar sangat gemetar menahan tangis.
Ingin rasanya Safira pergi dari rumah sakit. Tapi dua jam lagi Benny memasuki ruang operasi.
"Gue pergi dulu," pamit Safira.
"Eh, Tunggu!" cegah Agnes, Safira menoleh dengan pelan. "Nama Lo siapa?" tanya Agnes.
"Safira!"
Gadis itu pergi begitu saja.
"Sa––"
"Lo mau kemana?" tanya Agnes saat Virza hendak menyusul Safira.
"Lo keterlaluan!" pekik Virza marah. "Lo nggak seharusnya mengatakan itu, kita udah lama putus. Lo sendiri yang bilang kalau gue bukan tipe elo! Lo nggak mau sama gue. Lo lupa itu?" imbuh Virza yang memakai wanita yang berdiri di depannya dengan cup kopi di tangannya. Perdebatan panjang terjadi di antara mereka.
Sedangkan Safira tengah menenangkan diri di dalam toilet yang sepi. Dia berusaha semaksimal mungkin menangis tanpa suara. dia tidak ingin orang lain melihatnya menangis. Safira merasa dipermainkan oleh Virza.
Setelah meluapkan emosinya dengan menangis, Safira membasuh wajahnya dengan air berulang kali. Meskipun begitu mata merah dan sembab tidak bisa dia sembunyikan. Dia berjalan keluar dari toilet.
"Saf!" panggil Virza tiba-tiba hingga membuat Safira terperanjat.
"Saf! Gue mohon lo jangan salah paham," ucap Virza meraih tangan Safira tapi gadis itu menghindarinya dengan mundur satu langkah ke belakang.
"Apa ini yang lo sembunyikan dari gue?" tanya Safira.
Virza mengangguk.
"Apa ini yang buat lo kemarin kelihatan bingungnya setelah dokter Agnes memeriksa ayah?"
Virza mengangguk lagi.
"Apa lo hanya buat gue sebagai pelarian? Apa lo sengaja mempermainkan gue? Apa lo––"
"Nggak, Saf! Nggak kayak gitu!" potong Virza mencoba menenangkan Safira yang mulai berderai air mata.
"Lo jangan mendekat! Hubungan kita hanya sebatas kontrak! Gue minta aturan yang sebelumnya lo buat itu di berlakukan lagi," kata Safira dengan melangkah pergi meninggalkan Virza yang tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan.
Saat Safira kembali ke kamar Benny dia melihat banyak teman-teman dari ayah mertuanya dan Virza berkumpul. Hal itu membuat nyali Safira menciut. karena ada Agnes juga di antara mereka. Bahkan mereka terlihat sangat akrab.
"Pak Benny akan cepat sembuh kalau di rawat Agnes. Sekarang dia sudah jadi dokter hebat," puji salah satu wanita yang sangat mengagumi Agnes. Namun terlihat seperti penjilat.
"Ngomong-ngomong kapan nih kalian mau lamaran terus nikah?" sahut salah satu tamu yang lain.
Pernikahan Virza dan Safira memang tidak mengadakan acara besar hanya akad nikah saja. Wajar saja jika para teman ayah mertua dan teman suaminya tidak mengetahui jika Virza sudah menikah.
"Kenapa lamaran? Langsung nikah aja," usul salah satu tamu di sana.
Percakapan itu terdengar oleh Safira. Membuatnya kembali menitihkan air mata. Agnes melihat Safira berdiri di depan kamar Benny lekas menghampirinya.
"Gue udah tahu semua tentang pernikahan elo dan Virza!" kata Agnes tiba-tiba dengan sorot mata sinis kepada Safira. hingga membuat gadis itu tertunduk.
"Lo hanya kontrak setahun. Setelah itu kalian berpisah kan?" ungkap Agnes. "Lo lakuin ini karena Ayahnya Virza kan?" imbuh Agnes. Safira masih tidak bergeming.
"Apa lo menggunakan perasaan dalam kontrak ini?" tanya Agnes. Safira menggelengkan kepalanya.
"Bagus! Gue percaya sama lo. Setelah kontrak kalian selesai gue akan kembali sama Virza dan melaksanakan pernikahan impian kita dulu," kata Agnes dengan percaya diri. Safira hanya bisa pasrah. Dia tak ingin memperpanjang masalah ini. Dia hanya ingin fokus dengan kesembuhan ayah mertuanya.
