NovelToon NovelToon
Pedang Cahaya Naga

Pedang Cahaya Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: dwi97

Lian shen ,seorang pemuda yatim yang mendapat kn sebuah pedang naga kuno

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dwi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kota Terapung di Jurang Langit

Langit senja membentang luas, dihiasi semburat merah dan keemasan. Di bawahnya, jurang yang tak berujung menganga, seakan menelan dunia ke dalam kegelapan tanpa dasar. Namun di seberang sana, menggantung di udara dengan angkuh, berdiri sebuah kota megah yang terapung di atas cahaya biru: Kota Aeryon, kota legenda yang disebut-sebut sebagai pintu gerbang menuju rahasia para leluhur.

Shen dan Lin Feng berdiri di tepi jurang, tubuh mereka masih terasa lemah setelah ujian di Istana Kaca. Angin berhembus kencang, membawa suara gaib yang seakan memanggil sekaligus memperingatkan.

Lin Feng memandang kota di kejauhan dengan tatapan terpesona. “Itu... sungguhan nyata. Aku pikir hanya dongeng.”

Shen tersenyum tipis, meski wajahnya masih pucat. “Banyak hal yang dulunya kita kira mitos, ternyata hanyalah kebenaran yang disembunyikan.”

Namun di balik kekaguman, ada kegelisahan. Jurang yang membentang itu tidak mungkin diseberangi dengan langkah biasa. Bahkan burung-burung yang mencoba terbang melintasinya akan jatuh, terseret arus angin spiral yang berputar ke bawah.

Lin Feng menghela napas. “Bagaimana kita menyeberang? Aku tidak melihat jembatan, tidak ada kapal, bahkan tidak ada jalan rahasia.”

Shen menutup mata, berusaha merasakan aliran energi di sekitarnya. Tiba-tiba, sebuah suara lembut bergema di telinganya, suara yang bukan milik manusia.

‘Jika kau ingin mencapai Aeryon, jangan andalkan kaki, andalkan hatimu.’

Shen membuka mata, terkejut. “Lin Feng, kau dengar suara itu?”

Lin Feng menggeleng. “Suara apa?”

Shen menatap jurang, bibirnya bergetar. “Sepertinya... hanya aku yang bisa mendengarnya.”

---

Malam turun lebih cepat di tempat itu. Bintang-bintang menyala terang, seakan lebih dekat dari biasanya. Di langit gelap, kota terapung itu semakin jelas, seperti permata biru yang bercahaya.

Shen dan Lin Feng duduk di tepi jurang, menyalakan api kecil. Mereka tak bisa terus menunggu, namun mereka juga tak bisa terburu-buru.

Lin Feng memandang api yang bergetar ditiup angin. “Shen, apa kau menyesal mengorbankan separuh jiwamu tadi?”

Shen terdiam, lalu menatapnya dengan senyum samar. “Kalau aku menyesal, itu berarti pengorbananku sia-sia. Tidak, aku tidak menyesal. Justru sekarang aku merasa lebih manusiawi... meski lemah.”

Lin Feng mengepalkan tangan. “Kalau begitu, dengarkan aku. Mulai sekarang, aku yang akan menanggung beban paling berat. Kau sudah cukup banyak berkorban. Aku takkan membiarkanmu jatuh lagi.”

Shen menepuk bahunya pelan. “Kau bicara seperti kakak, padahal kita sama-sama bodoh yang terus terjebak masalah.”

Mereka berdua tertawa kecil, meski di dalam hati masing-masing tersimpan ketegangan besar.

---

Keesokan paginya, mereka dikejutkan oleh suara langkah. Dari balik kabut tipis, muncul seorang lelaki tua berpakaian compang-camping. Rambutnya panjang berantakan, janggutnya kusut, namun matanya jernih berkilau seperti mata anak kecil.

Ia membawa tongkat bambu dan sebuah kendi kecil. Dengan langkah ringan, ia mendekat, lalu duduk di dekat api bekas Shen dan Lin Feng.

“Ah, dua pemuda yang keras kepala,” gumamnya sambil meneguk dari kendinya. “Kalian ingin menuju Aeryon, bukan?”

Shen waspada. “Siapa kau?”

Orang tua itu tertawa renyah. “Aku? Hanya pengembara tua yang terlalu lama terjebak di tepian jurang ini. Namaku tidak penting. Tapi aku tahu cara menyeberang.”

Lin Feng menajamkan mata. “Benarkah? Jangan main-main, orang tua. Jurang ini menelan segalanya.”

Orang tua itu tersenyum lebar, menunjukkan gigi yang ompong. “Hanya menelan mereka yang takut. Tapi bagi yang percaya, jurang ini menyediakan jalannya sendiri.”

Shen teringat suara gaib semalam. “Mengandalkan hati...” gumamnya lirih.

Orang tua itu menepuk tongkatnya ke tanah, dan tiba-tiba di udara, muncul potongan cahaya membentuk undakan seperti jembatan tak kasat mata. Namun undakan itu redup, seolah bisa hilang kapan saja.

“Lihatlah,” kata orang tua itu. “Jembatan hati. Hanya mereka yang yakin dengan langkahnya yang bisa melintasi.”

Lin Feng ternganga. “Itu... luar biasa.”

Orang tua itu mengangkat kendinya sekali lagi. “Tapi ingat, setiap langkah akan diuji. Jika kalian ragu, pijakan akan lenyap.”

---

Shen dan Lin Feng berdiri di depan undakan cahaya itu. Angin dari jurang berputar kencang, membuat rambut mereka berkibar liar.

Lin Feng menarik napas panjang. “Kau siap?”

Shen menatap undakan itu dengan sorot mata mantap. “Tidak ada jalan lain.”

Mereka melangkah bersamaan. Undakan cahaya bergetar setiap kali kaki mereka menapak. Setiap langkah terasa seperti menantang maut, karena di bawahnya hanya ada kegelapan tak berujung.

Di tengah perjalanan, kabut gelap naik dari jurang, berubah menjadi bayangan-bayangan hitam. Sosok-sosok itu berbentuk monster dengan sayap patah dan wajah menyeramkan. Mereka melolong, berusaha menggigit kaki Shen dan Lin Feng.

Lin Feng menghunus pedangnya, menebas bayangan pertama. Namun serangan itu hanya menembus asap.

“Tidak bisa dilawan dengan pedang!” teriak Shen.

Ia menutup mata, mengingat suara semalam. ‘Andalkan hatimu...’

Dengan tekad bulat, ia melangkah tanpa gentar. Bayangan-bayangan itu berusaha meraih tubuhnya, namun lenyap begitu kakinya menapak dengan yakin.

“Lin Feng! Jangan lawan mereka. Percayalah pada langkahmu!”

Lin Feng menggertakkan gigi, lalu menyimpan pedangnya. Ia berjalan mantap, meski tubuhnya gemetar. Bayangan-bayangan itu menghilang satu demi satu, seolah kalah oleh keyakinan mereka.

Namun semakin dekat ke kota, undakan cahaya itu semakin rapuh. Beberapa pijakan pecah begitu diinjak, memaksa mereka melompat ke undakan berikutnya.

Lin Feng hampir jatuh ketika pijakan di bawahnya lenyap, namun Shen menangkap tangannya tepat waktu.

“Jangan lepaskan!” seru Shen, wajahnya tegang.

Lin Feng menarik dirinya naik dengan susah payah, lalu menatap Shen dengan mata berkilat. “Kau benar. Keyakinan kita yang menguatkan pijakan ini. Ayo, kita selesaikan!”

Dengan teriakan penuh tekad, mereka berdua berlari di atas undakan cahaya, melawan angin, melawan kabut, melawan ketakutan.

Dan akhirnya, mereka berhasil menjejakkan kaki di pelataran batu putih Kota Aeryon.

---

Begitu mereka tiba, jembatan cahaya di belakang menghilang, seolah tak pernah ada. Kota terapung itu menyambut mereka dengan kemegahan luar biasa: menara-menara kristal menjulang, jalanan bercahaya, dan di tengahnya berdiri istana raksasa yang tampak menyentuh langit.

Namun suasana kota itu sunyi. Tidak ada seorang pun di jalanan, hanya gema langkah mereka yang terdengar.

Lin Feng berbisik, “Kenapa... sepi sekali?”

Shen menatap istana di kejauhan, matanya menyipit. “Karena kota ini... sudah lama menunggu kedatangan kita.”

Angin berhembus, membawa suara samar entah dari mana:

“Selamat datang di Aeryon, pewaris takdir...”

Mereka saling berpandangan, menyadari bahwa ujian yang lebih besar sedang menunggu di dalam kota ini.

1
Nanik S
Apakah mereka akan menjadi teman
dwi97: trimakasih kk.
total 1 replies
Nanik S
Mantap 👍👍
Nanik S
Apakah Liang akan menyelamatkan Adiknya
Nanik S
Hadir... awal yang bagus
dwi97
yuk simak terus
dwi97
yuk tinggalin jejaknya. di like dan komenya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!