NovelToon NovelToon
Suddenly Married

Suddenly Married

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Romansa / Tamat
Popularitas:3.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: Ichageul

Evan dipaksa menikah oleh ayahnya dengan Alya, gadis yang tidak dikenalnya. Dengan sangat terpaksa Evan menjalani pernikahan dengan gadis yang tidak dicintainya.

Evan mulai menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alya. Perbedaan karakter dan pola pikir menjadi bumbu dalam pernikahan mereka.

Akankah pernikahan mereka berhasil? Atau mereka menyerah dan memilih untuk berpisah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mulai Menyayangi

Setelah Irfan kembali ke rumah sehabis berjualan tahu bulat, Alya dan Evan pun pulang ke kediaman mereka. Mereka sampai di rumah, pukul sembilan malam. Usai memarkirkan motornya di depan teras. Evan menutup dan mengunci pintu pagar, baru kemudian masuk ke dalam rumah.

Alya langsung menuju kamar mandi sesampainya di rumah. Dia perlu mengganti roti Jepang, mencuci muka dan menggosok gigi. Evan masuk ke dalam kamar, lalu mengganti pakaiannya. Tubuhnya kini hanya mengenakan celana pendek selutut dan kaos oblong. Dia menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya.

Begitu Alya keluar dari kamar mandi, Evan langsung masuk ke dalamnya. Sama seperti sang istri, dia juga ingin mencuci muka dan menggosok gigi. Sementara di kamar, Alya duduk di depan meja rias, lalu memakaikan krim malam ke wajahnya. Gadis itu kemudian merangkak naik ke atas kasur. Hari ini tubuhnya benar-benar lelah karena pengunjung café begitu ramai.

Evan masuk ke dalam kamar, lalu menyusul naik ke atas ranjang. Pria itu merebahkan tubuhnya di samping sang istri dengan posisi menyamping dan sebelah tangannya menyangga kepalanya. Alya yang semula telentang, merubah posisi jadi menyamping. Netra keduanya saling bertemu dan mengunci.

“Mas.. aku baru ingat. Sebelum nikah, bapak kasih uang tabungannya ke aku. Kata bapak, tabungan itu buat biaya kuliahku. Kita bisa pakai itu, mas. Jumlahnya memang ngga terlalu banyak, tapi cukup untuk bayar satu tahun. Sisanya aku bisa nabung.”

“Jangan. Uang yang dikasih bapak, jangan dipakai. Simpan saja, siapa tahu nanti bapak butuh. Bukannya aku doain bapak sakit, tapi bapak kan udah ngga muda lagi. Takutnya bapak sakit, jadi kita ada uang buat bawa bapak berobat.”

Alya terdiam mendengar ucapan Evan. Apa yang dikatakan suaminya itu memang benar. Kondisi Dadang saat ini masih sehat. Tapi siapa yang tahu ke depannya seperti apa. Gadis itu memilih mengikuti apa kata suaminya. Rupanya Evan adalah seorang pria yang berpikiran jauh ke depan.

“Soal kuliahmu, jangan khawatir. Aku akan cari cara supaya kamu bisa kuliah.”

Tangan Evan terulur, lalu mengusap pipi mulus Alya. Dia bersingsut mendekat, kemudian meraih pinggang istrinya. Jantung Alya kembali berdegup kencang. Dia masih harus membiasakan diri dengan sentuhan suaminya. Evan mendekatkan wajahnya, lalu mencium bibir gadis itu.

“Al.. apa kamu serius menjalani pernikahan ini?”

“Aku serius, mas. Impianku menikah sekali seumur hidup dengan laki-laki yang baik, soleh, bertanggung jawab dan tentu saja menyayangiku.”

“Apa aku masuk kriteria itu?”

“Ehmm… mungkin.”

“Bagian mana yang membuatmu masih ragu?”

“Aku tahu mas laki-laki yang baik, soleh dan bertanggung jawab. Tapi.. aku belum yakin kalau mas menyayangiku.”

“Kenapa?”

“Karena pernikahan kita yang mendadak, kita dijodohkan dan belum mengenal satu sama lain. Kita masih butuh waktu untuk saling mengenal, memahami dan menumbuhkan perasaan sayang. Aku juga ngga tahu seperti apa perempuan yang mas inginkan sebagai istri. Makanya aku belum yakin.”

“Kamu mau tahu perempuan seperti apa yang aku inginkan menjadi istri?”

Ragu-ragu Alya menganggukkan kepalanya. Di satu sisi, dia penasaran, tapi di sisi lain dia takut kalau wanita yang diinginkan Evan, bertolak belakang dengan kepribadiannya. Evan bangun dari duduknya, kemudian menarik Alya turun dari ranjang. Dia mengajak istrinya itu ke depan meja rias. Pria itu menghadapkan Alya ke cermin dengan dirinya berada di belakang sang istri.

“Lihat ke depan. Itu adalah perempuan yang aku inginkan menjadi istri. Awalnya aku ngga tahu, tipe perempuan seperti apa yang aku inginkan. Tapi setelah kita menikah dan saling mengenal, aku yakin kalau perempuan sepertimu yang aku inginkan.”

Wajah Alya memerah mendengar penuturan panjang Evan. Sebuncah kebahagiaan muncul dalam hatinya. Mendengar kata-kata dari mulut suaminya, semakin membuatnya yakin untuk membuka hati pada pria itu. Evan memeluk tubuh Alya dari belakang. Meletakkan dagunya di atas bahu sang istri.

“Saat ini mungkin dalam hatiku belum ada rasa cinta. Tapi aku mulai menyayangimu, Al. Aku berharap perasaan ini cepat berkembang menjadi cinta. Aku juga berharap hal yang sama padamu. Aku harap kamu sudah mulai menyayangiku.”

Kepala Alya mengangguk pelan, sebagai jawaban atas ucapan Evan. Segurat senyum tercetak di wajah tampan Evan. Pria itu mempererat pelukannya, seraya mencium pipi sang istri, membuat sang empu tersipu malu.

☘️☘️☘️

NIT.. NIT.. NIT..

Suara itu terus terdengar di kediaman Evan. Sejak bangun tidur, berangkat ke masjid, sampai sekarang, suara itu tidak berhenti juga. Setelah mengganti pakaiannya, Evan keluar dari kamar, lalu menghampiri Alya yang tengah menyiapkan sarapan di dapur.

“Al.. itu suara berisik apa sih?”

“Oh iya, lupa aku. Itu tokennya mau habis, mas. Mas bisakan tolong belikan token? Bu Endang jualan pulsa dan token.”

“Ya udah. Berisik banget soalnya. Beli yang berapa?”

“Terserah mas aja. Yang paling kecil dua puluh ribu.”

“Bilangnya beli token, gitu?”

“Iya.”

Evan kembali ke dalam kamarnya untuk mengambil dompet dan ponselnya. Baru saja dia akan keluar, Alya memanggilnya lagi.

“Mas nomor meterannya jangan lupa.”

Hanya anggukan kepala saja yang diberikan Evan. Pria itu mengarahkan kamera ponselnya ke arah meteran, lalu memotretnya. Setelahnya Evan keluar dari rumah, lalu menuju rumah Endang yang berselang tiga rumah darinya. Kebetulan sekali wanita itu sedang ada di depan rumah.

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam. Eh.. mas Evan, ada apa, mas?”

“Mau beli token, bu.”

“Oh boleh. Mau yang berapa?”

“Lima puluh.”

Wanita itu masuk ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian dia keluar sambil membawa ponselnya. Evan segera menyebutkan nomor meteran listrik rumahnya. Dengan cepat Endang mengetikkan nomor tersebut, lalu menekan nominal yang dipilih.

“Berapa, bu?”

“Lima puluh tiga ribu.”

Evan merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan uang dari dalamnya. Karena uang yang diberikannya pas. Pria itu segera meninggalkan kediaman Endang. Sesampainya di rumah, Evan berhenti di depan meteran listrik. Masih terdengar alat itu mengeluarkan suaranya. Alya yang melihat suaminya sudah pulang, segera menghampiri dengan membawa sarapan ke ruang depan.

“Al.. kok masih bunyi? Belum masuk kali, ya?”

“Emang mas udah masukin nomer tokennya?”

“Belum. Bukannya langsung masuk? Katanya kaya pulsa.”

Alya tak dapat menahan tawanya mendengar ucapan Evan yang polos. Entahlah, apa ucapannya itu bisa dikatakan polos atau bodoh, yang pasti beda tipis. Di saat bersamaan, Endang memasuki pekarangan rumah Evan dengan secarik kertas di tangannya.

“Mas Evan main pergi aja. Ini nomor tokennya,” Endang menyerahkan secarik kertas di tangannya.

“Ooh.. makasih bu,” Evan mengambil kertas tersebut seraya melemparkan senyuman.

Setelah menyerahkan nomor token, Endang keluar dari rumah tersebut. Mang Maman sudah stabd by dengan dagangannya. Evan memandangi kertas di tangannya, lalu melihat pada meteran listrik. Ini pertama kalinya dia mengisi token listrik, jadi tidak tahu bagaimana cara memasukkan deretan angka itu.

“Ini gimana masukinnya? Pake bintang sama pagar, ngga?”

“Hahaha.. mas ada-ada aja, emangnya pulsa. Itu nomornya tinggal dimasukin aja.”

“Kamu aja yang masukin.”

“Mas aja, kan mas tinggi.”

“Tulisan bu Endang susah dibaca,” Evan beralasan.

Setengah tak percaya Alya mengambil kertas di tangan suaminya. Hanya deretan angka, apa susahnya membacanya. Tulisannya pun tidak diukir seperti huruf Jawa kuno. Tiba-tiba saja gadis terpekik ketika Evan menggendong tubuhnya. Dia memposisikan tubuh Alya tepat di depan meteran.

“Masukin,” titah Evan.

Mau tak mau Alya menggerakkan jarinya, memasukkan nomor yang tertera di kertas. Tanpa mereka sadari, apa yang dilakukan Evan mendapat perhatian dari para tetangga yang sedang mengerumuni gerobak sayur mang Maman. Tuti dan Wati yang memang senang bergosip langsung tak bisa menahan mulutnya.

“Duh Alya sama Evan, pagi-pagi udah bikin ngiri,” celetuk Tuti.

“Iya, nih. Mana suami udah berangkat kerja,” sahut Wati.

“Bisa aja modusnya mas Evan. Padahal dia sendiri yang masukin nomer token kan bisa, ya. Mas Evan tinggi begitu,” sambung Endang.

“Modus itu namanya, bu. Sambil menyelam minum air. Bisa mesra-mesraan, sambil manas-manasin bu Wati sama bu Tuti, hahaha..” Susi tertawa setelahnya.

“Eh.. jangan salah. Aku juga masih bisa kok bikin pose kaya gitu.”

“Walah bisa encok pak Rusdi gendong bu Tuti,” ledek Wati.

“Sampai terkentut-kentut kayanya kalau pak Rusdi gendong bu Tuti, hahaha…”

Ucapan Susi langsung disambut gelak tawa yang lainnya. Selain para ibu yang sedang berbelanja. Diam-diam mang Maman juga iri melihat kemesraan pasangan muda itu. Apalagi sudah dua minggu istrinya pulang kampung dan belum kembali sampai sekarang. Pria itu hanya bisa memandangi Alya dan Evan sambil menggigiti plastik untuk membungkus belanjaan.

Setelah memasukkan nomor token, Alya mengajak Evan untuk sarapan. Pagi ini dia hanya memasak telur dadar, tumis buncis dan tempe mendoan. Ketiga lauk tersebut berikut wadah nasi, piring, sendok dan minuman sudah tertata di meja depan.

“Aku cuma masak ini aja, mas. Tapi kalau mas mau yang lain, aku bisa buatin.”

“Ngga usah, aku makan ini aja.”

“Tapi katanya mas ngga suka nasi.”

“Bukannya ngga suka. Tapi semenjak mama meninggal, aku ngga pernah mau makan nasi dan lauknya lagi.”

“Kenapa?”

“Bagiku ngga ada masakan seenak masakan mama.”

“Maaf mas kalau masakanku belum pas di lidah mas.”

“Ngga kok, masakanmu enak. Nasi goreng buatanmu sama seperti buatan mama, aku suka. Dan aku yakin masakan sederhana ini juga pasti enak rasanya.”

Evan menyendokkan nasi ke dalam piring, kemudian menambahkan tumis buncis dan tempe mendoan yang masih hangat. Dia mencocolkan tempe mendoan ke sambel kecap yang dibuat oleh istrinya.

“Gimana, mas?” tanya Alya harap-harap cemas. Dia seperti sedang menunggu komentar dari juri master chef saja.

“Enak kok. Kamu makan juga. Sebentar lagi kita berangkat.”

Alya menganggukkan kepalanya. Dia segera menyendokkan nasi beserta lauknya ke dalam piring dan mulai memakannya. Wajah Alya nampak cerah pagi ini. Setelah semalam Evan mengatakan mulai menyayanginya, ditambah sekarang dia mau memakan masakannya, membuat hati gadis itu berbunga-bunga.

☘️☘️☘️

Setelah jam makan siang, Antonio mendatangi restoran Fariz. Mendengar kalau Evan bekerja di sana untuk sementara, membuat pria itu ingin melihat anaknya. Terakhir Antonio bertemu dengan Evan saat di rumah sakit. Dia segera masuk ke dalam restoran, lalu menuju ruangan Fariz.

“Papa,” sambut Fariz.

“Evan mana?”

“Lagi di ruangannya. Mau kupanggilkan?”

Kepala Antonio mengangguk. Fariz segera memanggil adiknya melalui telepon ekstensi yang ada di ruangannya. Pria itu kemudian mendudukkan diri di dekat sang papa.

“Bagaimana pekerjaan Evan?”

“Bagus, pa. Papa tahu sendiri dia itu pintar.”

“Dia bakalan kerja di sini terus?”

“Ngga, pa. Dia di sini sampai akhir bulan aja. Bulan depan dia udah mulai ngajar katanya.”

“Emang dia bisa ngajar? Orangnya ngga sabaran gitu.”

“Paling kalau mahasiswanya ngga ngerti juga apa yang dia terangin, bakalan kena semprot, hahaha..”

Evan masuk ke dalam ruangan. Keningnya mengernyit melihat kakak dan ayahnya sedang tertawa senang. Pria itu segera mendudukkan diri di depan Antonio. Kebetulan sekali papanya datang berkunjung. Dia juga ada hal yang ingin dibicarakan pada papanya itu.

“Bagaimana Alya?” tanya Antonio.

“Alhamdulillah udah sehat, pa. Dia juga udah kerja lagi.”

“Syukurlah. Kamu harus lebih hati-hati sekarang. Jangan teledor seperti kemarin.”

“Iya, pa. Euungg.. pa, aku mau minta tolong.”

“Minta tolong apa?”

“Alya, mau kuliah lagi. Kalau papa ngijinin, aku mau pinjam uang buat biaya kuliah Alya. Nanti bayarnya aku cicil aja dari gajiku.”

“Memang gajimu berapa? Kamu langsung diangkat jadi dosen tetap?”

“Belum sih, pa. Masih dosen luar biasa.”

“Dosen luar biasa itu ngga dapet gaji pokok. Cuma dapat bayaran per sks dari mata kuliah yang diajarnya, ditambah kelas yang diajar. Mana cukup gaji kamu buat nyicil ke papa dan juga biaya hidup kalian berdua.”

Evan terdiam, apa yang dikatakan Antonio memang benar. Mengandalkan gaji sebagai dosen luar biasa memang tidak cukup. Dia harus memutar otak mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai kuliah Alya.

“Papa kasih tenggat waktu buatku enam bulan. Habis enam bulan, aku baru mulai nyicil, gimana, pa? Kasihan Alya, dia mau kuliah.”

Diam-diam Fariz melirik pada ayahnya. Wajah Antonio nampak menyunggingkan senyuman. Ternyata pilihannya menikahkan Evan untuk membuat pria itu lebih bertanggung jawab memang tepat. Melihat begitu ngototnya anak itu meminjam uang padanya untuk biaya kuliah sang istri, membuat Antonio bahagia.

“Kamu ngga usah khawatir. Papa akan membiayai kuliah Alya. Sebelum kalian menikah, papa memang sudah berniat untuk membiayai kuliah Alya. Itu hadiah pernikahan papa buat Alya.”

“Beneran, pa?”

Wajah Evan nampak sumringah. Apalagi ketika melihat anggukan kepala Antonio. Dia senang, akhirnya Alya bisa meneruskan pendidikannya.

“Kalau dia sudah kuliah, sebaiknya dia berhenti bekerja. Kamu harus lebih giat lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan kalian.”

“Iya, pa.”

“Alya mau kuliah di mana?”

“Di kampus tempat aku ngajar aja, pa.”

“Ya sudah. Waktunya sebentar lagi, sebaiknya kamu segera mendaftarkannya. Nanti papa transfer uangnya.”

“Makasih, pa.”

Ingin rasanya Evan langsung menemui Alya untuk mengatakan kabar gembira ini. Pasti istrinya sangat senang kalau tahu keinginannya melanjutkan pendidikan akan segera terwujud. Selain Evan, Antonio pun ikut merasakan kebahagiaan. Perlahan namun pasti, anaknya itu sudah mulai berubah menjadi lebih baik lagi.

☘️☘️☘️

“Na.. gue duluan, ya. Mas Evan udah jemput,” ujar Alya setelah selesai berganti pakaian.

“Ok. Sampai ketemu besok ya.”

Alya melambaikan tangannya, lalu keluar dari ruang ganti. Nana tidak langsung keluar. Dia memilih menghubungi dulu mang Parmin. Gadis itu bermaksud meminta jemput ojek langganannya. Hari ini Nana sudah gajian, dia takut kalau Hendra datang dan meminta uang padanya.

Usai menghubungi Parmin, wajah Nana nampak tertekuk. Ternyata ojek langganannya itu tidak bisa menjemput, karena harus mengantar anaknya ke dokter. Terpaksa Nana pulang menggunakan angkot. Dia juga tidak bisa memesan ojek online karena ponselnya masih ponsel jadul yang belum bisa mendownload aplikasi. Dengan langkah gontai, dia keluar dari ruang ganti.

Sambil menunduk Nana melangkah menyusuri trotoar jalan. Dia harus berjalan sampai perempatan untuk bisa menaiki angkot yang melewati daerah tempatnya tinggal. Nana menghentikan langkahnya di depan halte yang ada di sana. Suasana halte cukup sepi. Jarang ada yang menggunakan halte ini untuk menunggu angkutan.

Kepala Nana terus menoleh ke arah kanan, menanti angkot yang ditunggunya. Tiba-tiba saja seseorang mencekal tangannya. Gadis itu terkejut, hampir saja dia berteriak, namun diurungkannya begitu tahu yang mencekal tangannya adalah Hendra.

“Mana duit buat gue? Lo udah gajian kan sekarang?”

“Maaf, bang. Uangnya mau aku pakai buat studi tour Dara.”

“Aaaahh.. banyak alasan! Cepat keluarin uangnya. Gue butuh lima ratus ribu!”

“Jangan bang. Kasihan Dara. Gajian bulan depan, aku janji bakal kasih buat abang.”

“Gue butuhnya sekarang!”

Terdengar ringisan dari mulut Nana ketika Hendra mencekal tangannya lebih kuat lagi. Mata gadis itu sampai berkaca-kaca menahan rasa sakit di pergelangan tangannya. Namun begitu dia bersikeras tidak akan memberikan uang itu. Hendra semakin dibuat geram. Dilepaskannya cengkeraman tangannya, lalu menarik tas Nana.

“Jangan, bang,” mohon Nana.

Hendra menulikan teliganya. Dia terus saja menarik tas milik adiknya itu. Tarik menarik tas pun terjadi. Kesal karena Nana keras kepala, tangan pria itu sudah terangkat, bermaksud melayangkan pukulan pada adiknya. Namun sebuah tangan menahan pergerakan pria itu.

☘️☘️☘️

**Siapa yang nolongin Nana ya🤔

Kayanya mang Maman sayur nih😂

Evan udah mulai sayang ya. Curi² kesempatan terus buat modus😂

Selamat buat timnas sepakbola. Akhirnya setelah puluhan tahun dapet juga medali emas🤗**

1
anonim
ternyata pak Dadang menyayangi putrinya dengan caranya sendiri - sampai-sampai kalau pulang kerja memantau di sekitar kafe tempat Alya bekerja untuk memastikan putrinya aman.
Alya tidak tahu itu - jadi bikin Alya merasa diabaikan - tak di sayang ayahnya.
anonim
Ervan mau kabur dibela-belain merangkak pula biar Karina, Kaisar dan Fariz yang baru duduk-duduk di ruang tengah tidak melihat dia mau kabur pikirnya. Ternyata tidak jadi kabur setelah tahu kondisi papanya sedang tidak baik-baik saja - ada dua dokter teman Kaisar yang selama ini menjadi langganan papanya kalau berobat datang dan masuk ke kamar papanya.
Gak jadi kabur Bro - jadi menikah nih /Facepalm/
anonim
Evan ini belum tahu kalau yang mau menikah dengan Alya dirinya /Facepalm/
anonim
keren bang Sar bisa memulangkan Evan ke Indonesia dengan idenya yang gak tanggung-tanggung
anonim
Bagus Alya - om Antonio di suruh langsung bilang ke pak Dadang - Alya akan menerima apapun hasilnya.
anonim
mantap Fariz bisa bermain ke rumah pak Karta yang mengajak main catur dan bisa mencari tahu tentang kehidupan Alya. Miris juga nasib Alya yang ada tapi seperti tak ada bagi ayahnya
Rahma Habibi
terimakasih author atas karya2 mu yang sangat menghibur dan selalu di nanti karya selanjutnya
In
gara2 Dion aku balik lagi ke sini... ☺️
Laila Isabella: sama..ulang baca dari awal lagi..🤣🤣
total 1 replies
Poppy Sari
keren.../Good/
Wiwie Aprapti
yg Tututware kemana kak, udah tutup ya pabrik nya
Wiwie Aprapti
karma di bayar tunai ga pake di cicil lagi
Wiwie Aprapti
harusnya Evan bilang nya "sudah ku dugong" gitu kak🤣🤭🙃
Wiwie Aprapti
bunga Kamboja 🤣
Wiwie Aprapti
nahhhh kannn Mardi lohhhh🤣🤣🤣🤣
Wiwie Aprapti
dehhhhh..... hampura lahhhhhhh ki ace🤭🤣
Wiwie Aprapti
skakmat Evan🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Wiwie Aprapti
Kaisar pasti temennya kevin nihhhh
Wiwie Aprapti
kisah nana ada sedikit kemiripan sama bestiee aku, tapi kalo bestie aku satu agama cuma beda jalur, besti ku NU cowoknya LDII, dan mama besti ku ga kasih restu, bahkan di kasih pilihan, pilih cowoknya atau mamanya, kalo dia pilih cowoknya, besti ku di usir dari rumah, di cabut semua fasilitas yg di pakai, di coret dari kk, alhamdulillah dia lebih sayang sama mamanya, sekarang udh nikah, malah dapet suami yg baik banget, sayang💕, dan berkecukupan juga hidupnya, pilihan orang tua memang yg terbaik buat anaknya, ga tau juga kalo dia salah pilih, wallahualam......
Wiwie Aprapti
waduhhhhhhhh encok ga tuhhh si Alya di garap Evan 🤭🙃
Wiwie Aprapti
yg lain travelotak.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!