Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Clarissa Ke Mansion
Pagi yang cerah. Ruang kamar Reno dan hantu Alice di mansion terlihat bersih, kontras dengan kekacauan spiritual hari kemarin .
Bu Ninda tampil elegan, tampak segar kembali sedang menyiram tanaman hias di sudut ruangan.
Terdengar bel pintu berbunyi.
Bu Ninda bergegas ke pintu utama dan membukanya.
Di sana berdiri Clarissa tampak modis, membawa keranjang anyaman kecil yang ditutup kain.
"Clarissa? Ya ampun, nak. Pagi-pagi begini? Ada apa cayank?"
Clarissa tersenyum manis, memeluk Bu Ninda sebentar.
"Morning, Tante Ninda. Aku ganggu, ya?"
"Sama sekali tidak! Masuk yuk cayank?"
Clarissa masuk. Dia meletakkan keranjang di meja kopi yang mengkilap.
"Aku... semalam tiba-tiba ingat Tante Ninda. Jadi, aku inisiatif membawakan sedikit sarapan spesial untuk Om Ramon dan Tante. Ada Croissant keju dan Earl Grey yang kubuat sendiri."
Bu Ninda tersentuh. Dia meraih tangan Clarissa.
"Ya ampun, Clarissa. Kamu ini perhatian
sekali. Padahal kamu tidak perlu repot-repot. Mas Ramon pasti senang sekali."
"Aku senang melakukannya, Tante. Om Ramon sudah bangun?"
"Sepertinya sudah. Nah, kebetulan. Reno juga ada. Ayo, kita panggil dia. Dia pasti mau sarapan bareng kalau ada kamu."
Bu Ninda berjalan menuju pintu kaca geser besar yang menghadap ke taman belakang.
Taman belakang terlihat damai. Air mancur batu kembali tenang.
Reno mengenakan kaus dan celana olahraga, ekspresi wajahnya terlihat tenang duduk di kursi taman besi tempa di samping air mancur.
Di kursi sebelahnya, duduk hantu Lilis/Alice cantik, mengenakan gaun tidur sutra putih tipis, kulitnya tampak bersinar halus, tidak memantulkan bayangan
Mereka duduk berdekatan, tangan Reno bertumpu di sandaran kursi Lilis. Lilis terlihat menceritakan sesuatu yang lucu, dan Reno tersenyum tulus.
"Reno!" teriak Bu Ninda.
Reno menoleh ke arah pintu kaca. Bu Ninda berdiri di sana, diikuti oleh Clarissa.
"Ya, Ma?"
Bu Ninda melangkah keluar, diikuti Clarissa yang tersenyum cerah. Clarissa tidak melihat Lilis yang duduk di samping Reno, karena Lilis hanya terlihat oleh orang-orang tertentu
dalam hal ini Lilis hanya menampakkan dirinya hanya kepada Bu Ninda dan Reno.
"Lihat siapa yang datang! Clarissa membawakan sarapan enak untuk kita. Kenapa kamu pagi-pagi sudah di taman?"
"Selamat pagi, Reno." sapa Clarissa.
Reno berdiri, ekspresinya langsung menjadi formal, kontras dengan kehangatannya saat bersama Lilis.
"Pagi, Clarissa. Terima kasih sudah repot-repot."
"Ayo, nak. Jangan hanya berdiri. Ajak Clarissa duduk." titah Bu Ninda.
Bu Ninda melihat Reno kembali ke tempat duduknya. Reno duduk, dan Lilis masih di sana. Lilis memberikan senyum dingin dan tidak terlihat pada Clarissa, seolah dia hanyalah debu.
Bu Ninda menyadari jarak Reno dan Clarissa. Dia ingin Reno dan Clarissa duduk di kursi yang sama.
"Reno, jangan duduk di situ. Geser ke kursi yang lebih besar, atau ajak Clarissa duduk di bangku panjang."
Reno menatap ibunya dengan bingung.
"Ma, ada satu kursi yang kosong di seberangku."
Lilis, yang duduk tepat di samping Reno, tersenyum kecil pada Reno.
"Tidak! Maksud Mama... kursinya kotor."
Bu Ninda berbohong. Dia melihat kursi di samping Reno tempat Lilis duduk dengan ekspresi yang jelas tidak nyaman dan sedikit merinding. Ia bisa melihat hantu Lilis/Alice, dan kini Lilis sedang duduk sangat dekat dengan putranya.
Clarissa tidak memperhatikan interaksi aneh antara ibu dan anak itu.
"Eh, gapapa, Tante. Aku bisa berdiri dulu, kok."
Reno tidak mengerti kegelisahan ibunya.
"Ma, kenapa? Kursi ini tidak kotor."
Bu Ninda memberikan pandangan "jangan membantah" yang tajam kepada Reno, sambil matanya menyapu ke arah kursi di sebelah Reno.
"Kursi itu sudah lama tidak diduduki! Kamu tahu kan, taman ini lembap. Clarissa, duduk di kursi itu saja, cayank."
Bu Ninda menunjuk kursi kosong di hadapan Reno, lalu dia memberi isyarat keras kepada Reno untuk menjauh dari kursi sebelahnya.
Reno, yang kini bingung dan sedikit kesal, akhirnya mengalah. Dia berdiri dan menarik Clarissa, menjauh dari air mancur dan Lilis.
"Ayo, Clarissa. Lebih baik kita ke ruang makan saja. Aku juga belum sarapan."
Clarissa tersenyum senang karena Reno mengajaknya.
"Tentu, Reno."
Mereka berdua berjalan menjauhi taman.
Bu Ninda menoleh ke belakang, ke kursi tempat Lilis duduk. Lilis masih di sana, menatap Bu Ninda dengan senyum tipis dan mata yang dingin.
Bu Ninda menahan napas. Rasa kesal campur ketakutan terpancar dari matanya.
Bu Ninda berbisik pelan, hampir tidak terdengar, hanya untuk Lilis.
"Apa yang kamu lakukan, Lilis?"
Lilis hanya memiringkan kepalanya sedikit, seolah berkata: "Dia milikku."
Bu Ninda segera berbalik dan bergegas menyusul Reno dan Clarissa, meninggalkan Lilis sendirian di taman.
Ruang makan mewah, dikelilingi jendela besar. Pak Ramon sudah bergabung, sedang menikmati kopi.
Reno dan Clarissa duduk bersebelahan. Clarissa menuangkan teh untuk Bu Ninda.
Suasananya kaku. Pak Ramon tampak menikmati sarapan dari Clarissa, sementara Bu Ninda terlihat gelisah, dan Reno sedikit murung.
"Croissant ini luar biasa, Clarissa. Kamu memang berbakat. Tidak seperti Reno yang hanya bisa memesan makanan di aplikasi." ucap Pak Ramon.
Reno tersenyum tipis.
"Aku sibuk, Pa."
Reno tiba-tiba teringat sesuatu. Dia melihat jam tangannya.
"Tunggu sebentar. Aku harus memanggil Lilis. Dia belum sarapan."
Reno hendak bangkit dari kursinya.
Bu Ninda langsung menahan tangan Reno dengan cengkeraman kuat.
"DUDUK, REN! "
Reno terkejut melihat ekspresi keras ibunya. Pak Ramon dan Clarissa juga terdiam.
"Ninda, ada apa? Jangan berteriak." tegas Pak Ramon.
Bu Ninda melepaskan tangan Reno, berusaha tersenyum pada Clarissa.
"Maaf, Clarissa. Tante hanya... tidak ingin Reno merusak suasana manja kita di pagi ini."
Reno menatap ibunya, tidak percaya.
"Ma, Lilis itu istriku. Kita tidak mengganggu. Dia ada di taman."
"Cukup, Reno! Kamu sedang bersama tamu! Jaga sopan santunmu!"
Reno mendengus, frustrasi. Ia kembali duduk, tetapi pandangannya tetap tertuju pada ibunya.
Clarissa yang sedari tadi bingung akhirnya bertanya dengan lembut.
"Maaf, Tante. Lilis... maksud Tante adalah istri Reno, kan? Kenapa dia tidak ikut bergabung? Aku ingin menyapanya."
Bu Ninda menatap Clarissa. Ia melihat ketulusan yang sebenarnya palsu di mata Clarissa. Bu Ninda kemudian melihat ke arah Reno, yang sedang mengalihkan pandangan dengan kesal.
Bu Ninda menarik napas dalam-dalam. Tekadnya kembali setelah ia melihat bagaimana Lilis menguasai Reno di taman tadi.
Bu Ninda dengan nada yang tenang, tetapi menekan setiap kata.
"Dia tidak bisa bergabung, Clarissa. Bukan karena sakit."
Clarissa menunggu. Pak Ramon menghentikan makannya dan menatap istrinya dengan cemas.
"Sebenarnya... sudah cukup drama di mansion ini. Kamu adalah orang yang kita anggap dekat, Clarissa. Jadi Tante akan jujur."
Bu Ninda mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekati Clarissa. Reno mencoba menyela, tetapi Bu Ninda mengangkat tangan, menghentikannya.
"Istri Reno... Lilis itu..."
Bu Ninda ragu sebentar, matanya berkaca-kaca.
"Dia bukan manusia, Clarissa."
Bersambung