NovelToon NovelToon
Asmara, Dibalik Kokpit

Asmara, Dibalik Kokpit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Ini adalah kisah tentang Asmara, seorang pramugari berusia 25 tahun yang meniti karirnya di atas awan, tiga tahun Asmara menjalin hubungan dengan Devanka, staf bandara yang karirnya menjejak bumi. Cinta mereka yang awalnya bagai melodi indah di terminal kedatangan kini hancur oleh perbedaan keyakinan dan restu orang tua Devanka yang tak kunjung datang. dan ketika Devanka lebih memilih dengan keputusan orangtuanya, Asmara harus merelakannya, dua tahun ia berjuang melupakan seorang Devanka, melepaskannya demi kedamaian hatinya, sampai pada akhirnya seseorang muncul sebagai pilot yang baru saja bergabung. Ryan Pratama seorang pilot muda tampan tapi berwajah dingin tak bersahabat.
banyak momen tak sengaja yang membuat Ryan menatap Asmara lebih lama..dan untuk pertama kali dalam hidupnya setelah sembuh dari rasa trauma, Ryan menaruh hati pada Asmara..tapi tak semudah itu untuk Ryan mendapatkan Asmara, akankan pada akhirnya mereka akan jatuh cinta ?

selamat membaca...semoga kalian suka yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Ryan baru saja memastikan Asmara beristirahat di kamar tamu, tapi langkahnya tak bisa berhenti.

Tanpa banyak bicara pada siapapun, ia mengambil jaket hitamnya, menggenggam kunci mobilnya, lalu melangkah cepat keluar rumah.

Mami Rosa yang baru saja hendak menutup pintu ruang tengah sempat menatap punggung anaknya dengan heran.

“Ryan? Mau ke mana lagi malam-malam begini?”

“Bandara, Mi.” jawabnya singkat.

“Bandara? Untuk apa?”

Ryan menoleh sekilas, tatapannya gelap, sorot matanya penuh curiga.

“Aku cuma mau memastikan sesuatu.”

Lalu tanpa menunggu jawaban ibunya, pintu rumah tertutup dengan suara keras.

---

Mobil sport hitam miliknya melaju kencang membelah jalan basah.

Lampu-lampu kota memantul di kaca depan, dan di dalam kabin hanya terdengar desahan napas berat Ryan yang menahan amarah.

Gambaran kejadian di parkiran tadi terus terulang di kepalanya, Asmara yang berjalan terburu-buru, wajahnya ketakutan, lalu tubuhnya terpental ketika mobil itu menyerempet.

Semua terasa terlalu cepat… tapi juga terlalu aneh untuk sekadar “kecelakaan.”

Tangannya mengepal di atas kemudi.

“Tidak mungkin itu kebetulan…” gumamnya rendah, hampir seperti geraman.

Begitu sampai di area parkir bandara, Ryan langsung menuju pos keamanan.

Para petugas keamanan yang mengenalnya langsung menegakkan tubuh.

“Selamat malam, Kapten Ryan,” sapa salah satunya. “Ada yang bisa kami bantu?”

Ryan menatap tajam. “Tunjukkan rekaman CCTV parkiran bawah dari dua jam terakhir.”

Petugas itu tampak ragu. “Ada kejadian apa, Kapten?”

“Tunjukan saja dulu.” Suaranya datar, tapi nada otoritatifnya membuat siapa pun tak berani membantah.

Beberapa menit kemudian, mereka memasuki ruang kontrol keamanan.

Ryan berdiri tegak di depan layar besar, matanya fokus pada rekaman yang diputar ulang.

Di layar, terlihat sosok Asmara berjalan cepat menuju area basement, sambil menoleh beberapa kali ke belakang , wajahnya jelas cemas.

Tak lama, terlihat bayangan seseorang di kejauhan, seperti sedang mengikutinya.

Ryan mengepalkan rahangnya.

Dan kemudian, mobil hitam melintas cepat dari arah tikungan, menabrak sisi tubuh Asmara hingga terjatuh.

Mobil itu sempat berhenti sesaat… lalu melaju pergi dengan kecepatan tinggi.

Ryan langsung mencondongkan tubuhnya ke arah layar. “Berhenti di situ! Zoom!”

Petugas segera memperbesar gambar. Plat nomor mobil itu tampak samar, tapi cukup terbaca.

Ryan mengingatnya dengan tajam.

“Dapatkan identitas pemilik mobil ini.”

“Tapi, Kapten, itu di luar wewenang kami. Kami perlu laporan resmi untuk—”

Ryan menatap petugas itu dingin, suara rendahnya terdengar mengancam.

“Kalau kalian nggak bisa, saya yang akan melaporkannya langsung ke pihak keamanan bandara pusat. Sekarang kirimkan salinan rekaman ini ke email saya.”

Petugas itu hanya mengangguk cepat, gugup.

“Ba-baik, Kapten.”

Ryan berdiri tegak kembali, menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi matanya masih menyala marah.

Dalam hati, dia tahu… ini bukan kecelakaan biasa.

Seseorang sengaja melukai Asmara , dan dia akan mencari tahu siapa pelakunya, apa pun caranya.

Ryan melirik sekali lagi ke arah layar sebelum berbalik pergi.

Di sana, wajah Asmara yang jatuh di lantai beton terekam jelas, dengan darah mengalir di pelipisnya.

Jantung Ryan terasa mencengkeras.

Ia mengepalkan tangan.

“Siapa pun kamu,” bisiknya tajam. “Kamu sudah menyentuh sesuatu yang berharga buatku.”

Ruang kontrol keamanan bandara terasa sunyi.

Hanya suara dengung halus dari mesin rekaman dan detak jam dinding yang terdengar samar.

Ryan berdiri tegak di depan layar besar, kedua tangannya bertumpu di meja, napasnya berat dan dalam.

Tatapannya tajam, matanya tak berkedip saat video diputar ulang dari menit awal.

“Tolong putar dari saat dia keluar ruang kru,” perintahnya datar, namun mengandung tekanan.

Petugas keamanan menuruti dengan cepat.

Layar menampilkan sosok Asmara, yang masih mengenakan seragam pramugari, wajahnya lelah namun tetap menawan.

Ia membawa koper kecil, berjalan sendirian di koridor panjang yang mengarah ke area parkiran.

Ryan mencondongkan tubuh sedikit ke depan.

Sampai di ujung koridor, tiba-tiba dari sisi kanan layar muncul sosok pria tinggi berjas abu-abu, Devanka.

Ryan langsung mengenali wajah itu.

Rahangnya mengeras.

“Berhenti di situ. Perbesar.”

Petugas menuruti, memperjelas wajah Devanka yang kini berdiri di hadapan Asmara.

Asmara tampak menegang, mencoba mundur satu langkah, tapi Devanka maju lebih dekat.

Dari rekaman tanpa suara itu, Ryan bisa melihat jelas gerakan tangan Devanka mencengkeram pergelangan tangan Asmara dengan keras.

Asmara berusaha menarik tangannya, tapi cengkeraman Devanka begitu kuat.

Tubuh gadis itu tampak menegang, wajahnya memelas, lalu ia menoleh kiri-kanan seolah mencari bantuan.

Ryan menggertakkan giginya.

Urat di lehernya menegang.

“Putar lebih lambat.”

Di layar, Asmara tampak mengerahkan tenaga terakhirnya, menepis cengkeraman itu dengan keras hingga Devanka sedikit terhuyung.

Ia kemudian berlari, menyeret koper kecilnya dengan panik, ke arah basement.

Sementara Devanka hanya menatap kepergiannya dengan wajah gelap, sebelum berjalan mengikutinya.

Ryan mengepalkan tangan, kepalan yang nyaris bergetar karena marah.

Ia tahu betul bahasa tubuh itu, Asmara ketakutan.

Dan Devanka, dengan tatapan mengancam seperti itu… jelas bukan sekadar “bicara.”

Petugas menoleh gugup, melihat raut wajah Ryan yang berubah dingin dan menakutkan.

“Ka-kapten, apakah kami perlu lapor ke—”

“Tidak.” suara Ryan rendah tapi tegas.

“Tidak sekarang, Saya sendiri yang akan mengurusnya.”

Ia menatap layar satu kali lagi, menahan napas panjang sebelum melanjutkan,

“Lanjutkan rekaman. Aku ingin lihat apa yang terjadi setelah dia lari.”

Rekaman pun berjalan lagi.

Asmara berlari menuruni tangga menuju area basement parkir, matanya jelas panik.

Ia sempat menoleh ke belakang, seolah takut Devanka mengikutinya.

Beberapa detik kemudian—mobil hitam itu datang dari arah tikungan, melaju cepat, lalu menyerempet tubuh Asmara.

Ryan memejamkan mata, mencoba menahan emosi yang membakar di dadanya.

Ia mengepalkan tangan sampai buku-bukunya memutih.

Ketika membuka mata lagi, sorotnya tak lagi hanya marah, tapi juga berjanji.

“Sekarang aku tahu kenapa dia ketakutan,” ucapnya pelan, tapi penuh tekanan.

“Dan aku juga tahu siapa yang akan kuhadapi.”

Ryan menegakkan tubuh, menatap petugas yang masih terpaku di tempat.

“Simpan dan kirim semua rekaman ini ke Saya. Jangan ada satu pun yang bocor ke siapa pun, mengerti?”

“Ba-baik, Kapten Ryan.”

Tanpa menunggu, Ryan melangkah keluar dari ruang kontrol, langkahnya cepat dan penuh amarah.

Di matanya masih terbayang wajah Asmara yang berlari ketakutan… dan tangan Devanka yang mencengkeramnya kasar.

Di parkiran, Ryan menggenggam kunci mobil erat.

Langit malam Jakarta yang gelap memantulkan sinar lampu di kap mobilnya.

Ia mendongak sebentar, menarik napas panjang, lalu berbisik dingin,

“Devanka… kau sudah lewat batas.”

...🌺...

...🌺...

...🌺...

^^^Bersambung...^^^

1
Siti Naimah
menyimak dulu...kelihatannya bakal seru nih
Marini Suhendar
❤❤❤...lanjut thor
Nursina
semangat lanjutkan👍
Nursina
karya yg menarik semangat
Mericy Setyaningrum
wah Dubai Im in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!