"Apa kabar, istriku? I’m back, Sanaya Sastra."
Suara dingin pria dari balik telepon membuat tubuh Naya membeku.
Ilham Adinata.
Tangannya refleks menahan perut yang sedikit membuncit. Dosen muda yang dulu memaksa menikahinya, menghancurkan hidupnya, hingga membuatnya hamil… kini kembali setelah bebas dari penjara.
Padahal belum ada seumur jagung pria itu ditahan.
Naya tahu, pria itu tidak akan pernah berhenti. Ia bisa lari sejauh apa pun, tapi bayangan Ilham selalu menemukan jalannya.
Bagaimana ia melindungi dirinya… dan bayi yang belum lahir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Regazz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Melarikan diri
Bab 27 Melarikan diri
•••
Ruangan tersebut penuh dengan pertaruhan 1 lawan 2 antara Azzam dan Kaif. Naya yang melihat itu merasa takut sekali. Baru kali ini ia melihat ada orang yang berkelahi langsung di depan matanya.
Bugh! Bugh! Bugh!
Ilham berusaha bertahan meski hanya sendirian. Ia membalas pukulan Azzam dan Kaif. Hingga akhirnya ia jatuh tersungkur di lantai dengan wajah penuh darah. Ntah dorongan dari mana, Naya ingin menghampirinya. Namun, tarikan tangan dari Azzam lebih dulu meraihnya.
Naya melihat Ilham antara sadar dan tidak sadar. Pikirannya jadi mulai kosong.
"Ayo Nay, kita segera pergi dari sini!" ucap Azzam melepaskan jarum suntik dari tangan Naya dengan hati-hati.
"Tapi, Zam—"
"Cepat bawa Naya ke mobil. Aku akan pergi lebih dulu!" titah Kaif, ia langsung menghilang di balik pintu.
Mata Naya masih fokus menatap Ilham yang masih setengah mengangkat kepalanya. Ia masih bisa tersenyum menyeringai menatap Naya.
"Kalau kamu pergi, aku tidak akan main-main dengan ucapanku Naya." ancam Ilham.
Azzam terus menarik tangan Naya, tapi hati Naya masih ragu. Ia terus menatap kearah Ilham yang sungguh terluka parah.
"Aku gak main-main, Naya!" Ilham mengepalkan tangganya dan memukulnya ke lantai yang penuh dengan darahnya.
Meski dalam kondisi yang parah, tapi Ilham semakin menakutkan saat ini, terutama dengan ancamannya.
Naya mencoba menahan diri dari tarikan tangan Azzam. Ia begitu dilema. Ilham pasti tidak akan semudah itu melepaskan dirinya.
'Ini demi nyawa orang-orang yang ku sayangi.' batin Naya.
Suasana di dalam ruangan tersebut begitu hening sekali, Naya sibuk dengan pikirannya yang rumit. Hingga akhirnya ia menarik tangan Azzam. Sontak hal itu membuat Azzam jadi kaget.
"Maaf, tapi aku gak bisa pergi Zam." ujar Naya pelan namun jelas sekali di indera pendengaran Azzam dan Ilham.
Ilham tersenyum menyeringai dan wajah Azzam sontak berubah kaget dan sedih.
Kembali Azzam menarik tangan Naya, "gak! Nggak akan aku biarkan aku bersama pria gila macam dia Nay. Pasti otakmu sudah dicuci sama dia, 'kan? Tenang setelah ini aku yang akan selalu melindungi mu dan keluargamu."
Naya melihat genggam tangan Azzam di tangannya. "Gak bisa, Zam. Aku gak bisa membahayakan kalian semua."
Mendengar jawaban Naya membuat Azzam kesal dan naik pitam. Tanpa persetujuan dari Naya, Azzam langsung mengendong tubuh Naya dengan secara paksa.
"Kamu mau apa, Zam?!" paniknya.
"Jika kamu gak mau pergi, biar aku yang bawa kamu pergi." tegas Azzam dan menatap kearah Ilham dengan hina. Secepat mungkin ia langsung membawa Naya pergi dari sana, meninggalkan Ilham sendirian di ruangan tersebut.
"SIAL*N!!!" teriaknya.
Tak lama beberapa pengawal miliknya datang menghampiri dirinya, mereka kondisinya juga babak belur sama seperti dirinya.
"Tuan!" seru mereka yang berjumlah 5 orang yang nampak cemas.
Mereka membantu Ilham.
"BODOH! CEPAT BAWA KEMBALI ISTRIKU!" bentaknya penuh amarah, meski kondisi tubuhnya melemah.
•••
Disisi lain, Naya terus memberontak berusaha melepaskan diri dari gendongan Azzam. Hingga beberapa perawat yang sedang berjaga melihat hal itu langsung menghampiri mereka.
"Ada apa ini?!" seru mereka.
"Tolong sus, saya mau diculik!" ujar Naya dengan berat hati. Hati Azzam seketika mencelos saat mendengar Naha mengatakan hal itu.
Satpam pun datang dan mulai mengamankan Azzam. "Bukan begitu sus, saya sedang menolong dirinya." Azzam mulai memberontak, ia menatap kearah Naya dengan tatapan sedih tidak percaya.
'Maafin aku, Zam.' batin Naya. Ia berusaha menyembunyikan raut wajahnya yang sedih.
Naya berjalan perlahan dibantu oleh perawat lain untuk kembali ke ruangan kamarnya. Dengan langkah sedih dan berat hati, Ia meninggalkan Azzam yang kini sedang ditahan satpam dan perawat pria lainnya.
"Naya! Kenapa kamu begini, Nay?!" teriak Azzam.
Naya terus saja berjalan dibopong perawat di sebelahnya. "Sudah, Sus. Saya bisa jalan sendiri."
"Anda yakin?"
"Iya."
Naya berjalan sendiri dengan perlahan.
"Naya aku akan tetap kembali untuk nolong kamu, apapun caranya!" teriak Azzam lagi.
"Pak cepat bawa dia bawa ke polisi, bikin onar saja!" ujar perawat lainnya.
Naya berjalan dengan cepat dan berusaha menahan tangisnya. Mungkin ini adalah pertemuan terakhirnya dengan mereka. Ini demi keselamatan mereka juga.
"Welcome back, Istriku." sambut Ilham di hadapannya dengan merentangkan tangan. Meski, tubuhnya babak belur ia masih punya tenaga untuk berdiri tegap dengan senyuman menyeringai yang tidak pernah luntur.
Naya menyeka airmatanya, ia dengan berat hati memeluk pria itu.
"Itu baru istriku yang penurut." Bisik Ilham membelai pucuk jilbab Naya dan menciumnya sejenak.
"Kamu pasti capek, ayo kita kembali ke kamarmu." ajaknya.
"Kamu janji kan, tidak akan membunuh mereka?" Tanya Naya penuh kekhawatiran dibalik matanya yang sembab.
"Bagaimana ya?"
"Kamu sudah janji, Ilham!"
Beberapa saat Ilham tertawa sejenak, "hahaha...baiklah, akan aku tepati. Tapi, aku gak janji kalau kamu berulah lagi."
Naya hanya diam.
Disisi lain, Azzam kembali pulang bersama dengan Kaif. Setelah Kaif berhasil menyelamatkan Azzam dari satpam rumah sakit.
"Kita harus cari cara lain." ujar Kaif.
Azzam hanya diam saja. Ia tidak menyangka Naya akan memilih Ilham dibandingkan dirinya. Emangnya kurang apa selama ini dirinya?
'Apa kamu udah jatuh cinta padanya, Naya?'
'Kenapa kamu meninggalkanku?'
'Nggak! Nggak akan aku biarkan kamu sama dia. Dia pria gila yang kejam tidak pantas memilih perempuan seperti kamu Naya. Ingat saja, aku akan kembali lagi.' tekad Azzam dalam hati.
•••
Naya kembali ke apartemen milik Ilham. Didalam kamar gelap dan bernuansa maskulin tersebut masih terdapat begitu banyak foto-foto dirinya, masih sama seperti dulu.
Semua foto dirinya dari berbagai sudut. Bahkan, saat dirinya sedang tertidur pulas di kamar kosnya.
Naya sontak kaget.
Jadi selama ini, Ilham juga sudah menyelinap ke dalam kosnya?
Ilham mengetahui maksud dari tatapan Naya.
"Gimana aku hebat, kan. Aku selalu tau dimana pun dirimu, sayang." ujar Ilham yang memeluk Naya dari belakang.
Naya berusaha melepaskan diri. Namun, Ilham malah menarik ujung jilbab segitiga miliknya serta cadar yang ia kenakan.
Sontak Naya langsung berbalik.
"Kamu mau apa?!" paniknya.
"Tentu saja..." ucapan Ilham tertahan dengan menarik salah satu dasinya. Wajahnya masih terdapat plester dan sudut bibir yang terluka.
Naya perlahan berjalan mundur, namun ditahan oleh Naya.
"...kita kan sudah lama berpisah, masa kamu tidak ingin memanjakan suamimu ini di ranjang sih?" goda Ilham merapatkan tubuh Naya ke tubuhnya.
Naya hanya bisa menahan dada Ilham dengan dada bidangnya, "jangan Ilham aku sedang hamil." ucap Naya takut.
"Aku pelan-pelan kok..." ucap Ilham yang kini malah menarik rok gamis milik Naya keatas.
Posisi Naya tersudut di tembok.
"Ilham!" bisiknya lirih.
"Ayolah~" bujuk Ilham sembari mencoba meraih bibir di hadapannya. Tapi, Naya langsung membuang muka.
Melihat leher milik istrinya yang putih mulus dan menggoda, tanpa basa basi Ilham langsung menarik kerah gamis tersebut hingga terobek dengan mudahnya meski Naya sedikit merasa sakit.
Srek!
"Akh! Ilham!" kaget Naya menutupi tubuh bagian atas.
Tanpa menunggu lama, Ilham langsung mencium leher tersebut dan melumatnya dengan kasar. Naya berusaha menjauhkan kepala Ilham, lehernya begitu panas dan sakit bersamaan.
"Tahan sebentar, atau kamu mau melihat orang yang kamu sayangi aku bunuh hari ini juga "
Ancaman Ilham membuat tubuh Naya menegang, sontak airmatanya langsung turun. Ia mulai pasrah dengan permainan yang dilakukan oleh Ilham. Menikmati dengan paksa rasa sakit yang diberikan oleh Ilham padanya. Berbanding terbalik dengan Ilham yang nampak menyukai hal ini.
"Bagus, Naya. Itu baru istriku."
To be continue...