Lanjutan dari Beginning And End.
Hasane Reina... selamat dari kematian. Di rumah sakit Osaka, mayat Reina di bawa oleh dua perawat. namun setelah perawat itu mengunci pintu kamar mayat, terungkap identitas yang membawa Reina ke ruang mayat, yaitu Reiz dan Tia.
Reiz dan Tia menukar mayat Reina dengan boneka yang hampir menyerupai diri Reina. Lalu Reina secara diam diam di bawa ke Rusia, untuk menukar jantung nya yang rusak dengan jantung robot yang akan bertahan di akhir tahun.
Namun supaya dapat hidup selama nya, Reina harus mencuri sebuah jantung, sumber kehidupan. Namun yang ada di benak Reina saat ini adalah membalas kan dendam nya kepada ayah kandungnya sendiri, Yaitu Hasane Danton. Reina berencana akan mengambil jantung Danton dan membunuh nya dengan sangat keji.
Apakah Reina berhasil? dan apa yang akan Reina lakukan selanjutnya? apakah dia masih menyembunyikan diri nya bahwa dia masih hidup kepada Kei dan yang lainnya? itu masih sebuah misteri....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Si gembel.
Emi dan Earl duduk berdampingan di kursi panjang taman, tubuh mereka masih gemetar sisa-sisa kesedihan. Alice dan Jimmy berdiri di hadapan mereka, siluet mereka tampak tegas di bawah cahaya lampu jalan yang remang. Suasana tegang, dipenuhi oleh aroma misteri dan bahaya yang terselubung. Jimmy memulai pembicaraan, suaranya tenang namun berwibawa. "Tujuan kami di sini adalah untuk memeriksa kondisi mental kalian sebelum melakukan balas dendam... dan tujuan agen rahasia kami juga sama dengan kalian: membunuh Alexander..." Ia menatap Emi dan Earl bergantian, mencoba membaca ekspresi mereka.
Emi, yang masih belum sepenuhnya pulih dari kesedihannya, mengangkat alisnya, pertanyaan tersirat dalam sorot matanya. "Membunuh mereka?" Suaranya masih sedikit serak, namun sudah mulai menunjukkan sedikit kekuatan.
Alice, dengan ekspresi wajah yang tetap datar, menjelaskan. "Iya, Emi. Beberapa bulan yang lalu, di Moskow, ada tindakan ilegal yang berkeliaran di sana. Aku dan rekan ku berusaha menghentikan pengedaran narkoba atas nama perusahaan rahasia... namun kami telah menyelidiki nya dan identitas tersebut yaitu Danton dan Alexander..." Ia menekan sebuah tombol kecil di jam tangannya, menampilkan hologram yang menampilkan data-data transaksi gelap. Gerakannya presisi dan terlatih, menunjukkan profesionalismenya.
Jimmy melanjutkan, suaranya sedikit lebih lembut, mencoba mencairkan suasana tegang. "Dan setelah kami menyelesaikan misi itu... kami ditugaskan untuk turun langsung ke Tokyo... kami memeriksa semua data kalian dan 100 persen kalian akan melakukan tindakan balas dendam... untuk itu, kami juga akan menolong kalian..." Ia menatap Emi dan Earl dengan tatapan yang penuh pengertian, menunjukkan niat baik mereka.
Earl, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara. Suaranya masih sedikit bergetar, namun menunjukkan tekad yang kuat. "Jadi... apakah kalian menemukan jejak Danton dan Alexander?" Ia menatap Alice dan Jimmy dengan penuh harap, mencari secercah harapan di tengah keputusasaan.
Alice menekan jam tangannya sekali lagi, menampilkan hologram yang lebih detail. Gambar-gambar samar dari aktivitas Danton dan Alexander muncul, terlihat seperti bayangan yang sulit ditangkap. "Sampai sekarang, kami tidak dapat mendeteksi mereka berdua secara pasti, namun ada dua identitas lain yang kami anggap sebagai orang yang selalu berada di sisi Danton... yaitu Hasane Rinne dan Hasane Khaou..." Ia menjelaskan dengan tenang, menunjukkan profesionalisme dan ketelitian. Ekspresi wajahnya tetap datar, namun matanya menunjukkan ketegangan.
Emi, yang kesabarannya telah habis, berdecih. "Kata nya, agen rahasia... tapi... mendeteksi dua bajingan itu saja tidak bisa... apakah layak kalian disebut sebagai agen rahasia?!" Suaranya tajam, penuh dengan kekecewaan dan amarah. Ia berdiri tiba-tiba, tubuhnya menegang, menunjukkan ketidakpercayaannya terhadap kemampuan Alice dan Jimmy.
Tiba-tiba, suara Andras yang nyaring memecah keheningan. "Emi... dengarkan dua temanku itu, mereka memberikan informasi penting ini..." Suaranya tenang, namun berwibawa, menunjukkan otoritasnya.
Keempat pasang mata langsung tertuju ke sumber suara. Andras, Leon, dan Yumi berdiri tak jauh di belakang mobil Alice dan Jimmy, muncul dari balik kegelapan. Andras, dengan ekspresi wajah yang serius, menatap Emi dan Earl. Leon dan Yumi berdiri di sampingnya, menunjukkan dukungan mereka. Kehadiran mereka yang tak terduga menambah lapisan kompleksitas pada situasi yang sudah tegang. Malam itu, di bawah langit Tokyo yang gelap, pertemuan yang tak terduga itu telah membuka babak baru, babak di mana persekutuan yang tak terduga akan diuji, dan balas dendam akan diburu.
Udara malam Tokyo terasa dingin dan lembab, membasahi kulit Emi saat ia mendekati Andras, Leon, dan Yumi yang berdiri di bawah keremangan lampu taman. Wajah Emi, yang masih diwarnai kesedihan, kini dihiasi dengan kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya yang tajam. Ia berhenti beberapa langkah di depan Andras, tubuhnya tegang, namun langkahnya menunjukkan kepedulian yang tulus. "Siapa dua orang ini, Andras? Dan Yumi... kamu... apakah kamu sudah sehat? Kamu harus beristirahat, jangan paksakan dirimu... Leon, bawa Yumi pulang," Suaranya, meski lembut, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Gerakan tangannya yang terulur seakan ingin menyentuh Yumi, menunjukkan simpati dan perhatiannya yang tulus.
Yumi, yang tampak masih lemah dan pucat, menjawab dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. "Aku... ga papa, Emi. Aku telah disembuhkan oleh agen rahasia itu..." Ia menatap Alice dengan tatapan penuh syukur, menunduk hormat. Ada secercah cahaya harapan yang baru muncul di matanya yang redup. Ia melangkah perlahan ke arah Alice, menundukkan kepala dengan hormat, seakan-akan ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya yang mendalam. "Terima kasih atas pertolonganmu dan rekanmu... aku berhutang budi kepada kalian," Suaranya bergetar, mengungkapkan rasa syukur yang tulus dan mendalam. Sikapnya yang rendah hati menunjukkan penghargaan yang besar atas pertolongan yang telah diterimanya.
Andras, dengan senyum tipis yang menyimpan misteri dan sedikit keangkuhan, menjawab pertanyaan Emi. "Mereka berdua adalah teman lamaku di Rusia, dan mereka adalah agen rahasia... agen rahasia ku," Ia menekankan kata "ku" dengan sedikit penekanan, menunjukkan kepemilikan dan kepercayaan penuhnya pada Leon dan Yumi. Pandangannya beralih sejenak ke Alice dan Jimmy, sebuah isyarat singkat yang hanya mereka mengerti, kode diam-diam yang menunjukkan kesepakatan terselubung di antara mereka. Sikapnya yang sedikit sombong namun penuh keyakinan menunjukkan kepercayaan dirinya yang tinggi.
Leon, dengan semangat yang meluap-luap, menyapa Alice dengan riang, seakan-akan tidak menyadari suasana tegang yang menyelimuti mereka. "Hai, sahabat masa kecilku!" Suaranya ceria, menciptakan kontras yang tajam dengan suasana tegang yang menyelimuti taman. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman, sebuah gerakan yang penuh keakraban, namun Alice hanya menatapnya dengan ekspresi dingin dan acuh tak acuh. Sikap Leon yang ceria dan ramah bertabrakan dengan sikap Alice yang dingin dan penuh penolakan. Tubuhnya tegang, menunjukkan ketidaknyamanan yang mendalam. Ia tampak sedikit gugup.
Alice memutar bola matanya dengan ekspresi jijik yang tak tersembunyi, menunjukkan ketidaksukaannya yang sangat besar terhadap Leon. "Wah, si gembel datang juga... Pergi saja sana, tinggalkan Andras dan duduk manis di mobil itu," Suaranya dingin dan sinis, menunjukkan ketidaksukaannya yang mendalam terhadap Leon. Ia menunjuk ke arah mobil hitam dengan gerakan tangan yang acuh tak acuh, seolah-olah Leon adalah gangguan yang menjengkelkan. Sikapnya yang meremehkan dan menghina tampak jelas. Ia tampak menahan amarah yang hampir meledak.
Earl, yang mengamati interaksi mereka dengan penuh perhatian, mengangkat alisnya, menunjukkan rasa ingin tahunya. "Alice... kau juga kenal dengan Leon?" Suaranya penuh rasa ingin tahu, mencoba memahami hubungan rumit di antara mereka. Ia mengamati ekspresi Alice dan Leon dengan seksama, mencoba mencari petunjuk yang bisa menjelaskan hubungan mereka di masa lalu. Ia tampak penasaran dan sedikit khawatir.
Alice, dengan ekspresi wajah yang berubah secepat kilat, menjawab dengan nada mengejek yang terdengar seperti anak kecil yang sedang ngambek. "Dia... cih... si gembel itu adalah orang yang melupakan sahabat masa kecilnya..." Ia menekankan kata "gembel" dengan nada yang penuh sindiran dan kebencian, menunjukkan rasa kesalnya yang masih terpendam. Ekspresi wajahnya berubah-ubah dengan cepat, menunjukkan emosi yang kompleks: kemarahan, kecewa, dan sedikit kesedihan yang tersembunyi. Ia tampak sangat marah.
Leon, yang sedikit tersinggung, mencoba menjelaskan dengan nada yang lebih lembut dan penuh penyesalan. "Alice... kan aku sudah meminta maaf beberapa kali..." Suaranya sedikit lesu, menunjukkan penyesalannya yang tulus. Ia mencoba mendekati Alice, namun Alice mundur selangkah, menunjukkan bahwa ia belum memaafkan Leon. Sikap Leon yang mencoba meminta maaf menunjukkan penyesalannya, namun sikap Alice yang dingin menunjukkan bahwa dinding ketidakpercayaan masih berdiri kokoh di antara mereka. Ia tampak menahan air mata, menunjukkan kesedihannya.
Andras, yang memperhatikan interaksi antara Alice dan Leon dengan ekspresi penuh pengertian dan sedikit kelelahan, tertawa kecil, suaranya lembut dan menenangkan. "Alice, Alice... padahal Leon masih mengkhawatirkanmu, loh..." Ia menatap Alice dan Leon bergantian, mencoba menengahi pertengkaran mereka dengan cara yang halus. Ekspresi wajahnya menunjukkan pengertian dan sedikit rasa geli melihat pertengkaran sahabatnya itu. Ia menghela napas panjang, menunjukkan kelelahannya menghadapi sikap Alice yang keras kepala.
Alice, yang sudah kehilangan kesabaran, menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya, sebuah gerakan spontan yang menunjukkan ketidaksukaannya yang mendalam. "Bacot, bacot, bacot... amit-amit dah..." Suaranya keras dan tegas, menunjukkan ketidaksukaannya terhadap percakapan yang sedang berlangsung. Ia memalingkan wajahnya, menunjukkan bahwa ia tidak ingin mendengarkan penjelasan Leon lagi. Gerakan tangannya yang menutup telinga menunjukkan penolakan yang keras terhadap percakapan itu. Ia tampak sangat kesal dan frustrasi.
Andras menghela napas panjang, menunjukkan kelelahannya menghadapi sikap Alice yang keras kepala. Suasana kembali hening, dipenuhi oleh ketegangan yang terselubung. Pertemuan yang seharusnya membahas rencana balas dendam kini diselingi oleh pertengkaran masa lalu yang belum terselesaikan. Malam itu, di bawah langit Tokyo yang gelap, pertemuan yang tak terduga itu terus berlanjut, menjanjikan sebuah perjalanan yang penuh dengan misteri, bahaya, persahabatan yang rumit, dan pengkhianatan yang terselubung. Bayangan masa lalu menghantui mereka, menciptakan lapisan kompleksitas yang menambah ketegangan dalam rencana balas dendam mereka. Kehadiran Yumi yang lemah menambah beban emosional bagi Emi dan kelompoknya. Suasana penuh dengan emosi yang kompleks dan saling berbenturan.