NovelToon NovelToon
PULAU HANTU

PULAU HANTU

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Iblis / Keluarga / Tumbal
Popularitas:871
Nilai: 5
Nama Author: ilalangbuana

Pak jono seorang pedagang gorengan yang bangkrut akibat pandemi.
menerima tawaran kerja sebagai nelayan dengan gaji besar,Namun nasib buruk menimpanya ketika kapalnya meledak di kawasan ranjau laut.
Mereka Terombang-ambing di lautan, lalu ia dan beberapa awak kapal terdampar di pulau terpencil yang dihuni suku kanibal.
Tanpa skill dan kemampuan bertahan hidup,Pak Jono harus berusaha menghadapi kelaparan, penyakit,dan ancaman suku pemakan manusia....Akankah ia dan kawan-kawannya selamat? atau justru menjadi santapan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilalangbuana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pak jono berusaha tetap waras

Hujan deras kembali mengguyur lembah.

Awan hitam menggantung rendah, menekan udara hingga terasa sesak di dada.

Suara gemuruh petir bergema dari dinding-dinding batu, seperti pukulan palu raksasa yang menggetarkan perut bumi.

Di tengah cuaca yang seperti akhir zaman itu, seorang pria tua berjalan terseok di jalur setapak yang licin,Pak Jono.

entah sudah berapa hari ia bertahan sendirian.

Waktu kehilangan makna sejak semua orang pergi,atau tewas. Ia bahkan tak yakin hari ini hari apa.

Yang ia tahu hanya satu, kalau ia ingin tetap hidup, ia harus mencari tempat yang aman dari suku pantai, binatang buas, dan lembah yang seakan hidup itu sendiri.

Akhirnya ia menemukannya,gua di tebing batu paling dalam, tersembunyi di balik semak berduri dan akar pohon yang menjuntai seperti tirai alam.

Awalnya gua itu tampak sempit, namun ketika ia merunduk dan masuk lebih dalam, ruangan di dalamnya cukup luas.

Ada lorong kecil yang menurun, lalu terbuka ke ruang lebar dengan langit-langit rendah. Bau tanah basah dan mineral tajam menusuk hidung.

Pak Jono menaruh karung bekas yang ia bawa dari sisa perkemahan di pojok gua. Isinya beberapa ubi liar, kelapa setengah busuk, sedikit daging kering yang ia temukan di sisa-sisa tempat tinggal suku, dan air hujan yang ia tampung dengan potongan bambu. Jumlahnya tak seberapa, tapi untuk beberapa hari ke depan cukup. Ia tahu, setelah itu, ia harus keluar lagi dan itu berarti risiko nyawanya.

Malam pertama di gua itu bukan malam yang tenang.

Angin merintih masuk lewat celah-celah batu, membawa suara-suara yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Terkadang ia yakin mendengar langkah kaki di luar gua, padahal tak ada siapa-siapa. Kadang, suara itu terdengar seperti bisikan samar, memanggil namanya.

"Jono..."

Ia memaksa dirinya untuk fokus.

Ia mengeluarkan tali-tali yang ia buat dari serat pohon dan memulai pekerjaannya,membuat jebakan sederhana. Ada perangkap lubang kecil di pintu gua yang ditutupi daun dan tanah.

Ada tali jerat untuk menahan binatang yang mencoba masuk. Dan di sudut gua, ia menumpuk batu-batu besar yang bisa ia dorong untuk menutup pintu jika keadaan memaksa.

Namun seiring hari berganti, pikirannya mulai rapuh.

Ia sering berbicara sendiri, seolah teman-temannya masih hidup.

Kadang ia mengangkat kepala dan tersenyum ke arah kosong, berkata pelan,

"Gilang, kau lihat ini? Kita masih bisa makan malam ini..!"

Padahal Gilang sudah mati, dan tubuhnya kini entah di mana.

Ada saat-saat di mana ia duduk di kegelapan, menatap api kecil yang nyalanya menari-nari, lalu melihat wajah-wajah yang seharusnya tak ada di sana. Wajah Gilang, wajah Kapten Rahmat, wajah beberapa anggota suku yang ia kenal. Mereka tersenyum .. tapi matanya kosong, hitam legam.

Kadang ia mendengar tawa anak-anak dari dalam gua, suara yang jelas-jelas mustahil ada di tempat seperti ini. Pernah sekali ia terbangun karena merasa ada seseorang duduk di sebelahnya, tapi ketika ia menoleh, yang ada hanyalah bayangan batu yang menyerupai sosok manusia.

Meski pikirannya mulai kabur, insting bertahannya masih kuat.

Ia mengatur jadwal keluar gua hanya saat pagi atau sore ketika kabut mulai menipis. Ia mencari buah liar, memeriksa jebakan, lalu kembali secepat mungkin.

Sekali saja ia terlambat, dan mendengar langkah-langkah berat yang berlari di hutan di belakangnya,terlalu besar untuk binatang, terlalu cepat untuk manusia biasa. Ia lari terbirit-birit, dan malam itu ia menutup pintu gua dengan batu, gemetar hingga fajar.

Kini, di hari entah keberapa, ia mulai sadar bahwa satu-satunya teman setianya hanyalah suara hujan yang tak pernah berhenti dan bayangan api yang menari di dinding batu. Malam itu, hujan turun lebih deras dari biasanya. Suaranya seperti ribuan jarum yang menusuk atap dunia, bergema dari dinding-dinding gua hingga membuat telinga terasa penuh. Api kecil yang ia jaga dengan susah payah mulai mengecil, nyalanya berjuang melawan hawa lembap yang menggerogotinya.

Pak Jono duduk memeluk lutut, punggungnya bersandar pada batu dingin. Matanya menerawang ke arah nyala api yang tinggal setitik oranye. Ia mendengar suara berdesis, seperti bara yang terkena air,tapi anehnya, suara itu terdengar...dari dalam kepalanya.

"Jono...kau sendirian..."

Ia menggeleng cepat, menutup telinga dengan kedua tangannya.

“Tidak....tidak...aku masih punya kalian...Gilang...Kapten...”

suaranya bergetar, separuh berbisik, separuh memohon.

Dalam cahaya yang redup, ia melihat bayangan di dinding gua bergerak sendiri. Bayangan itu memanjang, kemudian melengkung seperti seseorang yang sedang merangkak mendekat. Ia memicingkan mata, mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasi....tapi ketika ia berkedip, bayangan itu menghilang, digantikan dengan wajah Gilang yang muncul di pikirannya,wajah pucat, bibir membiru, mata setengah terbuka seperti saat terakhir ia melihatnya.

"Kau janji tak akan meninggalkanku, Jono...!" suara itu kembali, kali ini terdengar lebih jelas.

Pak Jono terhuyung, memegang kepala. “Aku...aku tidak meninggalkanmu kau yang..”

kalimatnya terputus. Air matanya menetes.

Hari-hari berikutnya, kenyataan dan halusinasi mulai bercampur.

Ia mulai berbicara dengan batu, dengan akar pohon yang menggantung di pintu gua, bahkan dengan jebakan yang ia pasang. Kadang ia tertawa kecil sendiri, kadang ia marah dan melempar batu ke dinding, lalu meminta maaf pada batu itu seakan ia memukul orang.

Tidurnya tidak pernah nyenyak. Mimpi-mimpinya dipenuhi suara jeritan teman-temannya, suara kayu kapal yang patah, dan cipratan air laut bercampur darah. Ada satu mimpi yang begitu nyata: ia berada di tepi lembah kematian, melihat semua korban berdiri berjajar, memandangnya dengan tatapan kosong. Mereka menunjuknya bersamaan, dan suara itu menggema di seluruh lembah,

"Kau seharusnya mati bersama kami."

Ia terbangun dengan napas memburu, keringat dingin membasahi tubuhnya meski udara begitu dingin.

Suatu sore, saat memeriksa jebakan, ia menemukan seekor burung kecil terjerat tali. Burung itu masih hidup, sayapnya terluka. Tangannya bergetar ketika memegangnya. Awalnya ia berniat melepasnya, tapi entah mengapa pikirannya terbalik. Ia berbicara pada burung itu

“Kau temanku sekarang. Jangan pergi.”

Burung itu meronta, membuatnya panik,dan tanpa sadar ia mematahkan lehernya.

Pak Jono menatap bangkai burung itu cukup lama, sebelum akhirnya memasaknya. Tapi saat memakannya, ia merasa seakan sedang memakan sesuatu yang jauh lebih buruk.

Hari ke sekian, ia mulai merasakan bahwa gua itu sendiri sedang memperhatikannya. Dindingnya terasa lebih dekat setiap kali ia bangun tidur, seperti perlahan menyempit. Ia sering merasa ada hembusan napas di tengkuknya saat ia duduk diam. Kadang, dari sudut matanya, ia melihat sesuatu bergerak di kegelapan lorong terdalam,tapi ketika ia menoleh, tak ada apa-apa.

Di titik ini, ia tidak tahu lagi apakah ia masih bertahan hidup....atau hanya menunggu mati dengan cara yang lebih lambat. Dan entah kenapa, ia mulai merasa kematian bukanlah hal yang terlalu menakutkan.

Di luar sana, suara langkah-langkah samar terdengar mendekat melalui hujan. Pak Jono berdiri, memegang batu besar di tangannya, menunggu di dekat pintu gua. Tapi tak ada yang muncul,hanya suara hujan dan desir angin.

Ia kembali duduk, berbicara pada bayangan di depannya,

“Kalau kalian mau menjemputku...aku sudah siap.”

1
juwita
kasihan pak jono demi keluarga jd terdampar di pulau hantu. smoga bisa cpt kembali ke keluarganya
juwita
cerita nya bagus mengisahkan perjuangan se org ayah buat anak dn istrinya biar bisa hidup terjamin. rela berjauhan dgn bahaya menantang maut demi keluarga di jalani semoga perjuangannya g sia sia. happy ending
Ananda Emira
semakin seru
Killspree
Memukau dari awal hingga akhir
♞ ;3
Jalan ceritanya keren, endingnya bikin nagih!
ilalangbuana: terima kasih atas masukannya,!!
admin masih dalam tahap belajar.. semoga kedepannya karya ku bisa lebih baik lagi dalam penulisannya ataupun alur ceritanya☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!