Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : LOFY
"Vio...! Handphone Lo bunyi tuh!" teriak Dian yang sedang duduk di atas ranjang sambil terus menggulir layar ponselnya untuk mengecek aplikasi jodoh yang dia ikuti.
Malam ini Dian memang menginap di rumah Viola setelah dipaksa. Karena sudah merasa sangat lelah juga setelah muter-muter dulu sebelum pulang akhirnya Dian mau dan mengiyakan ajakan sahabatnya.
Tak lama pintu kamar mandi terbuka, nampak Viola keluar dengan menggunakan kaos dan celana pendek diatas lutut. Dia langsung menghampiri nakas dan melihat ada panggilan masuk dari nomor tidak dikenal terpampang di layar ponselnya.
"Siapa ya?" gumam Viola yang kini sudah memegang handphone itu ditangannya.
"Angkat aja, kali aja penting," sahut Dian tanpa melepaskan tatapannya dari layar handphone. "Kali aja itu si Raka yang pakai handphone orang buat nelpon Lo."
Panggilan itu diam sejenak, hingga saat terdengar dering untuk ketiga kalinya, Viola menggeser tombol hijau dan meletakkan benda pipih itu di telinganya.
"Halo, Viola?" terdengar suara seorang pria yang sedikit tidak asing baginya.
"Ya,"
"Kamu bisa datang kesini nggak? Ini Raka mau ikut tanding balap,"
Viola terkejut, tubuhnya menegang, bibirnya terkatup rapat. Dian yang sedang asyik dengan aplikasi jodohnya langsung menoleh ke arah sahabatnya itu.
"Halo... Ini Viola kan?" suara diseberang telepon sana kembali memanggil saat tidak mendengar ada suara sahutan.
"I-iya... Tolong kirimkan alamatnya, aku akan kesana sekarang."
Buru-buru Viola menurunkan kembali handphonenya setelah panggilan telepon itu terputus, dan tidak lama kemudian ada pesan masuk yang mengirimkan alamat dimana Raka sedang ikut tanding balap.
"Vi, kenapa sih Lo? Kok mukanya tegang gitu?" Dian turun dari ranjang dan segera berdiri.
"Anterin gue, Di. ini urgent!" tanpa aba-aba Viola langsung menarik pergelangan tangan Dian dan buru-buru membawanya keluar dari kamar.
Terlihat Tamara sedang duduk sendirian menonton televisi si ruang tengah. Wanita itu langsung menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah-langkah kaki menuruni tangga dengan terburu-buru.
"Ma, Vio keluar dulu ya bentar!" teriak Viola, menoleh sebentar ke arah mamanya lalu melanjutkan kembali langkahnya.
"Iya hati-hati, tapi kalian mau kemana?"
Tidak ada sahutan lagi, bahkan Viola tidak menjawab pertanyaan Dian yang juga terus bertanya padanya tentang siapa yang tadi menelfonnya. Saat ini hatinya sedang benar-benar cemas, dia takut Raka sampai kenapa-napa.
Kecemasan terlihat jelas di raut wajah Viola, dia bahkan tidak bisa duduk dengan tenang dan beberapa kali meminta Dian untuk menambah kecepatan mobilnya.
Malam itu jalanan kota sudah cukup lengang karena jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Dian melajukan mobilnya sesuai instruksi arah dari Viola.
-
-
-
Sementara itu, Raka terus melaju motornya dengan kecepatan tinggi, berusaha untuk mencapai garis finish lebih dulu daripada lawan-lawannya. Dibelakangnya, Erik dan yang lainnya masih terus mengejar dengan konsentrasi penuh untuk mencapai kemenangan.
Teriakan para penonton semakin keras bersamaan datangnya motor yang dikendarai oleh Raka telah mencapai garis finish lebih dulu. Disusul oleh lawan-lawannya yang lain. Beberapa diantara mereka langsung menghampiri Raka dan memberikan selamat atas kemenangannya.
Erik membuka helmnya, menghela napas panjang dengan senyuman lebar diwajahnya. Untuk kesekian kalinya dia kembali kalah lagi dari Raka. Namun kali ini tidak ada kekecewaan, tidak ada kemarahan, melainkan rasa bangga pada seseorang yang dulu pernah dia anggap sebagai saingan.
"Ka." Erik datang menghampiri, tangan mereka saling menyambut begitu Raka turun dari motor. "Kali ini gue akan mengakui sesuatu, kalau Lo memang hebat."
Raka menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum, "Lo juga hebat kok. Dan Lo bisa ambil hadiahnya buat Lo aja, gue nggak butuh." Raka menepuk pundak Erik.
"Yakin Lo nggak mau? Ceweknya lumayan cantik loh," ucap Erik dengan nada sedikit menggoda, kedua alisnya dia naikan keatas.
"Nggak." jawab Raka yakin. Dia melepaskan sarung tangannya. "Cewek gue jauh lebih cantik, dan sepertinya Lo lebih butuh hadiahnya ketimbang gue."
Erik tertawa, "Oke, oke. Thanks Ka. Kalau gitu gue cabut duluan,"
Beni dan hanya lainnya segera menghampiri Raka setelah sahabatnya itu selesai ngobrol dengan Erik. Mereka memberikan selamat dan pelukan singkat.
"Gila, keren Lo, Ka. Setelah sekian lama nggak pernah ikut tanding tapi Lo masih tetap bisa ngalahin si Erik." Roy berdecak kagum, menatap Raka penuh rasa bangga.
"Cuma lagi hoki aja," jawab Raka. "Tapi Erik juga keren, lumayan ada peningkatan." lanjutnya.
"Oya, habis ini Lo mau kemana?" tanya Ezar. "Kita nongkrong dulu buat ngerayain kemenangan Lo gimana?"
"Kayaknya nggak bisa deh, soalnya gue harus---"
Raka tidak melanjutkan ucapannya saat seseorang tiba-tiba menyentuh pundaknya dari arah belakang, memberikan tamparan keras begitu dia berbalik.
Plakkk...
Suasana mendadak hening. Tatapan semua orang kini tertuju pada seorang gadis yang sedang berdiri dengan mata berkaca-kaca. Tatapannya tajam, penuh amarah dan rasa takut. Kedua tangannya mengepal kuat disisi.
"Kamu tahu kalau balapan itu bahaya?" kata Viola dengan nada keras. "Kalau kamu terluka parah atau kehilangan nyawa bagaimana?! Kenapa kamu tidak memikirkan perasaan aku!"
Raka mencoba untuk menenangkan Viola, namun tangannya segera ditepis oleh gadis itu ketika dia hendak menyentuh lengannya.
"Apa kamu tahu aku khawatir, aku cemas, aku takut," kata Viola dengan suara bergetar, air matanya berhasil lolos begitu saja. "Tapi kamu disini sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan aku. Kenapa? Kenapa Raka!"
"Vio, dengarkan aku dulu," Raka berusaha mendekat, namun Viola melangkahkan kakinya mundur seakan ingin memberikan jarak diantara mereka.
Pandangannya kini menatap ke sekeliling, melihat semua orang kini sedang menatap ke arahnya. "Biarkan aku sendiri," kata Viola dengan nada yang dingin, "Aku butuh waktu untuk sendiri."
Viola merasa tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, air matanya terus menetes deras bersamaan dengan langkahnya pergi meninggalkan tempat itu. Rasa kecewa, takut dan marah kini tengah bercampur jadi satu dalam dirinya.
...🍁🍁🍁...
bisa ngomong baik baik jangan langsung nge gass yang ada Leo juga pergi.
sekarang takut kan klo ditinggal..
istri kok sering bentak suami😒
buat apa punya istri disaat keluarga suami terpuruk dia gak mau bantu.
padahal selama ini hidupnya juga disokong papa mertua nya...
giliran papa mertua nya ada masalah dia gak perduli...
buang kelaut istri mu Leo
saling terbuka ya...
.. padahal aku belum baca bagian ini.. tapi jawabanku sama persis kek Raka/Joyful/
tapi lebih ke Raka ingin mandiri dia Mak
berharap On
.covernya kelar juga akhirnya👏👏