NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24

Kondisi Nathalie yang sudah membaik membuat Revano memindahkan Mamanya itu ke ruang inap VIP. Malam ini Nathalie masih belum dibolehkan keluar, tapi kondisinya sudah membaik.

Setelah memastikan Nathalie tertidur, Revano keluar dari ruang inap. Di kursi tunggu masih ada Reno dan Rifki. Reyna dan Risya tidak terlihat.

"Ke mana Reyna?"

Reno dan Rifki langsung berdiri kala melihat Revano keluar dari ruang inap Mamanya. Kening keduanya mengernyit. Mereka kira jika Revano keluar, itu hanya untuk memberitahu Mamanya sudah tidur, dan mereka bisa masuk. Tapi kenapa pintu ruangan juga ditutup? Apa Revano akan pergi?

"Reyna ke mana?" Revano mengulang pertanyaa.

"Tadi pergi sama Risya," ucap Reno.

"Abang kenapa keluar?" Rifki bertanya, mendekat.

"Aku mau cari Reyna dulu," ucap Revano sambil berjalan tanpa memperdulikan pertanyaan adiknya itu.

"Eh, Bang. Mama gimana?" Rifki menahan Revano, kembali bertanya.

"Mama udah tidur. Kalian masuk, jagain Mama dulu. Aku mau cari Reyna keluar," ucap Revano.

"Nanti kalau Mama nyariin gimana, Bang?" Rifki menatap Revano cemas, bertanya.

"Abang cuma sebentar. Kalau ada apa-apa langsung telepon."

"Kita nggak punya nomor Abang. Kan Abang ganti nomor," ucap Rifki lagi.

Reno memutar bola mata malas. "Pergi aja, Bang. Mama sama Rifki biar aku aja yang urus."

Revano langsung pergi, tidak membuang waktu.

"Kamu, Rifki. Cerewet banget kayak cewek. Ayo, masuk!" Reno menggeret lengan adiknya.

"Eh, Bang. Kita kan memang nggak punya nomor Bang Van. Nanti kalau Mama bangun terus nanyain Bang Van gimana?" Rifki kembali bersuara membuat langkah Reno yang belum masuk ruangan kembali terhenti.

"Reyna kan punya, Rifki. Kamu mikir dikit, dong." Reno yang kesal dengan adiknya reflek menoyor kepalanya.

"Kan Reyna-nya nggak di sini, Bang Reno! Abang dong yang mikir!" Rifki menjawab dengan tak kalah kesal.

"Halah kamu tunggu aja! Nggak sampek tiga puluh menit Reyna udah balik ke sini lagi nanti," ucap Reno sambil menarik Rifki masuk.

Tidak ada perlawanan. Rifki memilih menurut dan membuktikan ucapan Abangnya.

***

Revano menginjakkan kakinya di rerumputan yang dibelakangnya terdapat danau yang sangat luas. Setelah mendengar Reyna bersama Risya, Revano langsung berfikir pasti Risya membawa Reyna ke sini. Danau.

Danau itu terletak tidak jauh dari rumah sakit. Jadi untuk menyusul tidak membutuhkan waktu lama.

Benar saja. Pupil mata Revano menatap dua orang tengah tertawa lepas di pinggir danau. Mereka duduk di rerumputan, tepat di hadapannya adalah danau.

Revano melangkah ke sana, tanpa bersuara. Gelak tawa kedua orang itu masih terdengar. Setidaknya sampai Revano duduk di sebelah Reyna dengan kaki ditekuk dan tangan mengungkung kedua lututnya baru tawa keduanya berhenti.

"Abang? Ngapain ke sini?" Reyna reflek bertanya, menoleh pada Revano.

"Tungguin Mama sana. Anak kecil udah malem suka banget main-main," ucap Revano sambil mengacak pelan rambut Reyna.

Reyna segera berdiri, membersihkan celananya. "Kak Risya, aku ke kamar Mama dulu, ya. Besok datang lagi, oke?"

Risya mengangguk, tersenyum pada Reyna. Gadis itu melihat langkah cepat Reyna, berlari menembus gelap. Gadis yang belum dua puluh empat jam dia kenal, tapi sifatnya begitu humoris. Mudah akrab dan tentunya membuat Risya sudah merasa dekat dengannya.

"Biar aku antar pulang. Mama kamu bisa khawatir kalau kamu belum pulang jam segini," ucap Revano.

Risya menoleh pada lelaki di sebelahnya, kemudian menggeleng. "Aku tadi udah izin."

"Kamu tetap harus pulang--"

"Kamu pergi aja. Aku mau sendiri," ucap Risya memotong ucapan Revano.

Revano menghembuskan nafas pelan. Nada suara Risya sangat jelas menandakan perempuan itu tengah marah. Mungkinkah masih tersinggung dengan kejadian beberapa jam silam?

"Terimakasih udah jagain Mama. Kamu nggak perlu merasa bersalah. Mama masuk rumah sakit bukan karena kamu tidak sengaja menabrak, tapi karena Mama terlalu memikirkan aku," ucap Revano setelah tadi terdiam sebentar, menyisakan sunyi.

Risya terdiam.

"Besok nggak usah ke sini. Ada kelas kuliah kan?" tanya Revano. Sebenarnya dia sudah tahu jawabannya. Pertanyaan itu hanya sebagai bahan basa-basi saja.

"Cuma satu mata pelajaran," Risya menjawab singkat.

"Sama aja. Kamu udah mau wisuda, banyak tugas. Banyak skripsi yang harus dikerjakan. Mama nggak pa-pa kalau kamu nggak merawat dia sampai sembuh," ucap Revano lagi. Entah kenapa, malam ini ia begitu banyak bicara.

Risya tidak mau menjawab. Tetap diam. Keadaan hening beberapa menit kemudian.

Revano mengalah. Dia memulai percakapan lagi, "Jangan tersinggung tentang sore tadi. Aku hanya menjalankan tugas."

'Tugas agar kamu menerima perjodohan dengan Dimas,' lanjut Revano dalam hati.

Risya sepertinya enggan menjawab. Pandangannya ke atas, tempat ribuan bintang terlihat tepat di atas mereka. Langit cerah, sangat kontras dengan suasana hati Risya malam ini.

Revano menghembuskan nafas pelan. Membujuk Risya sepertinya membutuhkan ekstra kesabaran yang luar biaya. Ternyata tidak hanya dia yang bisa mendiami banyak orang, tetapi Risya juga bisa.

"Setiap melihat bintang, aku selalu teringat dengan Kakekku."

Risya menoleh ke arah Revano, sepertinya menarik.

"Setiap bintang yang ada di langit tidak tertutup awan hitam, langit akan terlihat indah. Seperti sekarang."

Risya mengangguk, sangat indah. Benar sekali.

"Wajah Kakek terlihat tersenyum di sana. Wajahnya yang keriput di makan usia, masih terekam jelas di memoriku walau pun terakhir kali aku bertemu dengannya dua puluh tahun lalu."

Mata Risya membola. Dua puluh tahun? Itu lama sekali. Bahkan umurnya sekarang dua puluh tahun, jalan dua satu.

Revano mengangguk. Ia bisa mengartikan keterkejutan Risya.

"Saat itu usiaku dua tahun, jalan tiga. Memang sangat mustahil bagi balita di umur segitu masih mengingat jelas sosok seseorang, bahkan setelah dua puluh tahun berlalu."

Risya mengangguk, sangat mustahil memang.

"Kakek adalah sosok Ayah yang baik. Aku hanya bisa merasakan kelembutan sosok Ayah, yang benar-benar sayang kepada anaknya yaitu pada Kakek."

"Papamu?" Risya bertanya, reflek.

Revano menoleh pada Risya. Menyadari sesuatu. Ini salah. Tidak seharusnya ia bercerita mengenai ini pada Risya. Ini hidupnya, cerita kehidupannya.

Revano menggeleng. "Lupakan."

Risya menghembuskan nafas pelan, kecewa dengan tanggapan Revano.

"Kamu tahu bintang itu?" Revano menunjuk salah satu bintang yang lumayan besar di antara yang lain.

Risya mengangguk, tidak bersemangat.

"Kakek selalu mengatakan, jika Kakek pergi kemudian aku rindu dengannya, aku diminta untuk melihat bintang itu, bintang yang paling besar. Bintang itu adalah Kakek, katanya begitu," Revano berucap dengan diikuti kekehan kecil.

Risya menatap Revano lamat. Kekahan itu terdengar menyedihkan. Terdapat luka lama yang sepertinya koyak saat Revano selesai berucap.

"Risya ...."

Risya segera tersadar, dan membuang muka yang sedari tadi memperhatikan Revano.

"Sya, jika nanti kamu udah bahagia sama Dimas, kamu jangan pernah berfikir untuk pergi dari dia. Sekali kamu udah bersatu dengannya, itu berarti kamu udah menjadi satu-satunya wanita yang membuat Dimas bahagia."

Risya menundukkan kepalanya. Apa hubungannya Dimas dengan bintang besar itu? Risya udah merasa bahagia karena mungkin Revano meminta dia melihat bintang jika dia rindu dengan Revano. Lagi-lagi Risya disadarkan oleh kenyataan.

"Sya, kamu pasti bahagia dengan Dimas. Dia satu-satunya sahabatku yang tersisa sejak sekolah menengah dulu. Dia setia, baik--"

Tanpa berucap, Risya segera berdiri dan beranjak meninggalkan Revano. 'Menyebalkan. Mentang-mentang dia sahabat kamu, aku harus suka gitu sama dia?' Risya bergumam.

"Sya! Risya!"

Risya terus berjalan dengan cepat, tidak memperdulikan Revano. 'Dikira jatuh cinta semudah membalikkan telapak tangan?'

"Sya ..." Revano berhasil menggapai tangan Risya. Dengan sekali tarikan, Risya sudah berhadapan oleh Revano.

"Aku--"

"Nggak usah ngomong apa-apa! Dari awal aku udah bilang, aku pengen sendiri! Kehadiran kamu malam ini membuat mood-ku tambah hancur! Pergi dari sini!"

"Sya, aku cuma ngasih pengertian sama kamu."

"Pengertian? Pengertian apa? Kamu maksa, Pan! Maksa! Kamu kira aku mau kayak gini? Didesak sama semua orang untuk mencintai satu orang yang bahkan baru aku kenal beberapa hari?"

Risya menarik nafas, menetralkan amarahnya. "Aku berharap banyak sama kamu, Pan. Aku kira kamu beda. Aku kira kamu bakal dukung aku, semangatin aku. Tapi apa? Kamu adalah orang yang paling bersemangat dengan perjodohan aku!"

"Karena itu tugas aku, Sya--"

"Tugas, tugas, tugas! Aku bahkan udah anggap kamu temen aku, Pan! Sahabat! Selain sama Dita, aku berbagi keluh kesah sama kamu! Tapi lagi-lagi apa? Kamu memang beda! Kita beda! Kamu menganggap kita memang beda!"

"Sya, bukan gitu ..."Ada yang tercabik di dalam sana. Nyeri sekali Revano merasakannya.

"Pergi! Biar aku pulang sendiri!"

Risya kembali menyentak tangan Revano. Setelah terlepas, ia segera mempercepat langkahnya menjauhi Revano.

Revano ingin kembali mengejar Risya, tapi handphone-nya terasa berdering. Hal itu membuat Revano urung dan dengan tergesa mengangkat teleponnya.

•••••

Bersambung

Jangan lupa like komen ya guys biar makin semangat aku up nya

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!