Sya yang merupakan fresh graduate tahun ini telah diterima bekerja di PT Santoso Group. Di hari pertamanya bekerja dia dikagetkan dengan seorang bocah berusia 3 tahun yang memanggilnya " Bunda".
" Dunda.. Dunda.. Kendla mau pipis. " seorang bocah laki-laki menarik celana kerjanya saat Sia berdiri di lobi kantor.
Maureen Calisya Putri ( 23 )
Sungguh mengejutkan ternyata bocah yang memanggilku Bunda adalah anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.
Raditya Diko Santoso ( 30 )
Kamu hanya akan menjadi ibu sambung untuk anakku karena dia menginginkannya.
Bagaimana perjalanan kisah mereka disaat salah satu diantara mereka melanggar perjanjian yang sudah disepakati?
Akankah terus bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia
+628**********
Nanti kamu pulang bersama saya. Motor kamu sudah dibawa Andre ke kosan kamu. Saya tunggu kamu diruangan saya.
Hanya dengan membaca pesan ini saja Sia sudah bisa menebak siapa pengirimnya. Tentu saja Pak Radit, sang Direktur perusahaan yang terhormat.
" Dari pada aku pulang sama Pak Radit, lebih baik aku pulang naik gr*b aja. " Ucap Sia dalam hati.
Baru saja Sia menunduk sebentar untuk memasukkan ponselnya ke dalam saku, tiba-tiba pintu lift sudah terbuka, didepan lift sudah berdiri Radit dengan Kendra yang ada digendongannya.
________________
Radit POV~
Beberapa saat setelah Maureen keluar dari ruangan ini, aku kembali melanjutkan makan siangku yang tadi sempat tertunda karena obrolanku dengan Maureen. Terlihat makanan milik Maureen yang tadi diberi banyak sambal. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa makanan itu, apalagi tadi dia sempat tersedak. Rasanya pasti sakit sekali tenggorokannya, karena itu dia tadi sempat menangis.
Setelah membereskan makan bekas makan siang, segera aku hubungi Pak Sean.
" Halo Pak Sean, tadi saya meminjam Maureen sebentar untuk menemani Kendra. Jadi saya memberitahu Anda kalau nanti mungkin Maureen akan sedikit terlambat." Ucapku begitu Pak Sean mengangkat panggilanku.
" Baik Pak Radit, tidak apa-apa."
Setelah mendengar jawabannya, langsung saja aku matikan panggilan telefon ini.
Aku masih terdiam ditempat dudukku sambil memandang ke arah luar. Cuaca siang ini cukup cerah setelah tadi pagi hujan turun dengan deras.
" Andre, tolong kamu bawakan data-data tentang Maureen." Ucapku melalui interkom.
Tidak lama kemudian Andre datang membawa berkas yang aku minta.
" Ini Pak." Ucap Andre singkat.
Langsung saja aku buka berkas itu. Dari sana aku tau jika dia masih 23 tahun, lahir di Yogyakarta dan beberapa informasi lainnya. Termasuk tempat tinggalnya saat ini.
Tiba-tiba aku teringat dengan motor milik Maureen, tadi dia sempat memberikan kuncinya kepada Andre.
" Motor Maureen sekarang ada dimana? " Tanyaku pada Andre.
" Tadi setelah saya antar Pak Radit, saya minta salah satu satpam untuk mengambil motor Mbak Sia, sekarang motornya sudah ada diparkiran basement tapi kunci masih ada di saya." Ujar Andre menjelaskan.
" Kalau gitu kamu suruh orang saja untuk mengantarkan ke kosannya saja. Ini alamatnya." Jawabku memberikan data itu kembali kepada Andre.
" Tapi Pak, bagaimana nanti Mbak Sia pulangnya? " Tanya Andre mengerutkan keningnya.
" Biar itu urusan saya. Sekarang kamu urus saja itu motor."
Setelah mendengar jawaban dariku, Andre langsung keluar dari sini.
Kembali aku terdiam dengan lamunanku. Hingga sebuah pikiran terbesit di kepalaku.
" Sebenarnya apa yang baru saja aku lakukan? Kenapa aku justru malah repot-repot mengantarkan motor Maureen ke kosannya. Kalau begitu, itu artinya aku harus mengantarkan dia pulang. Apa aku mulai tertarik dengannya? Itu tidak mungkin bukan." Ucapku dalam hati.
Aku terduduk sambil memijat kepalaku yang terasa sedikit pening.
" Aku melakukan ini hanya untuk Kendra. Hanya karena Kendra menginginkan Maureen untuk menjadi Bundanya. Dan aku hanya ingin Kendra bahagia. Satu lagi, aku tidak tertarik sedikit pun dengan Maureen. Dia terlalu muda untukku dan aku tidak percaya dengan cinta. Jadi semua ini aku lakukan hanya untuk Kendra, putraku. " Ucapku lirih untuk meyakinkan diri sendiri.
Tanpa sadar aku membuka laptop untuk melihat keadaan ruangan Maureen melalui CC tv. Disana hanya terlihat ada 3 orang saja, tidak aku kenali wanita itu sebagai Maureen. Seperti dugaanku, dia pasti akan terlambat masuk.
Tok... tok... tok...
" Masuk." Jawabku dari dalam seraya menutup sambungan CC tv di laptopku.
Terlihat Lisa masuk dengan berkas di tanganya.
" Ini Pak tolong ditandatangani." Ujar Lisa memberikan berkas itu kepadaku.
" Taruh meja saja, nanti saya tandatangani setelah saya pelajari." Jawabku singkat.
Setelah meletakkan berkas itu, Lisa langsung berpamitan untuk keluar yang hanya aku balas dengan deheman saja.
Aku mulai fokus dengan berkas ini. Hingga tidak terasa sudah pukul 3 sore. Belum ada tanda-tanda jika Kendra terbangun dari tidurnya. Aku hampiri dia dikamar. Kendra masih tidur tangan memeluk guling yang tampak kebesaran untuk tangan mungilnya. Terlihat lucu dan polos. Setelah memastikan jika Kendra aman dan tidak akan terjatuh, aku kembali ke meja kerjaku lagi.
" Lisa, kamu bisa ambil berkasnya sekarang. Sudah saya tandatangani." Ucapku melalui sambung telefon.
Lisa datang tidak lama setelah panggilan ku tutup.
" Jadwal saya masih ada? " Tanyaku pada Lisa.
" Sudah selesai semua Pak." Jawabnya.
Terdengar suara Kendra ya terbangun dan memanggilku.
" Ayah... Ayah... "
" Kamu boleh keluar Lis."
Aku berjalan ke arah Kendra yang sudah terduduk dengan wajah yang masih terlihat mengantuk.
" Anak Ayah sudah bangun ya." Ucapku seraya meraihnya kedalam gendonganku sambil menepuk-nepuk pelan punggungnya.
Kendra hanya diam saja. Mungkin dia sedang mengumpulkan nyawanya kembali.
Setelah beberapa saat dan dirasa sudah segar, Kendra menegakkan badannya.
" Dunda mana? " Tanyanya dengan muka polos.
" Bunda? Bunda lagi kerja dong." Jawabku kepada Kendra.
" Kenapa Dunda kelja? kan Ayah sudah kelja. Uang Ayah sudah banak." Pertanyaan polos keluar dari bibir Kendra.
" Kendra kata siapa kalau uang Ayah banyak? " Setauku aku tidak pernah memberitahu ataupun mengajarkan Kendra mengenai uang.
" Kata ante Lida uang Ayah banak." Sudah aku duga jika ajaran ini diberikan oleh adikku, Rida.
Aku membawa Kendra untuk duduk disofa.
" Kendra lapar? " Tanyaku padanya.
Kendra hanya menggelengkan kepalanya.
" Mau susu." Jawabnya singkat.
Aku mengambilkan susu yang memang aku stok didalam kulkas. Kendra hanya mau minum susu hangat saat pagi hari dan malam hari sebelum tidur.
" Dunda tidak kesini Ayah? " Kendra masih menanyakan mengenai Maureen.
" Bunda kerja dulu, nanti kita pulang sama Bunda ya. Sekarang Kendra disini aja sama Ayah." Ujarku mengelus kepalanya.
Setelah memberikan beberapa mainan, Kendra mulai disibukkan dengan kegiatannya. Sedangkan aku kembali dengan pekerjaanku mengecek beberapa e-mail yang masuk.
Tidak terasa sudah jam pulang kantor. Kendra masih asik dengan gambarnya saat ini. Aku teringat dengan Maureen yang motornya sengaja aku antar ke kosannya. Bagaimana jika gadis itu sudah pulang?
Segera aku buka CC TV di ruangannya. Ternyata di divisinya terlihat masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sia terlihat beberapa kali berinteraksi dengan salah satu laki-laki diruangan itu. Apa memang mereka sudah sedekat itu?
Menatapnya lama membuat waktu cepat berlalu. Dapat aku lihat sekarang mereka mulai membereskan meja masing-masing.
Terlihat Sia keluar ruangan itu terlebih dahulu, namun tanpa membawa tas miliknya. Ternyata Sia berjalan menuju lift.
Mungkin dia akan keruangan Andre meminta kunci motor miliknya.
Segera aku kirim pesan kepadanya. Tau darimana nomor ponselnya? Biarkan ini menjadi rahasiaku.
" Kendra, ayo kita jemput Bunda." Ujarku meraih Kendra ke gendongan lenganku.
selalu ngalamin itu, karena nama asli saya juga panjang banget 😂
kali ini Lo salah sya, gimana kalau keadaannya di balik?
mengingat sifatnya diawal bagaikan freezer 😂