Menurut Kalian apa itu Cinta? apakah kasih sayang antara manusia? atau suatu perasaan yang sangat besar sehingga tidak bisa di ucapkan dengan kata-kata?.
Tapi menurut "Dia" Cinta itu suatu perasaan yang berjalan searah dengan Logika, karena tidak semua cinta harus di tunjukan dengan kata-kata, tetapi dengan Menatap teduh Matanya, Memegang tangannya dan bertindak sesuai dengan makna cinta sesungguh nya yang berjalan ke arah yang benar dan Realistis, karena menurutnya Jika kamu mencinta kekasih mu maka "jagalah dia seperti harta berharga, lindungi dia bukan merusaknya".
maka di Novel akan menceritakan bagaimana "Dia" akan membuktikan apa itu cinta versi dirinya, yang di kemas dalam diam penuh plot twist.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNFLWR17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sisi lain Vhian
Kalian sudah temanan lama?" Tanya Jevan yang sedikit kaget.
"Lumayanlah. Kita berdua kenal sejak dari kecil." Vhian menatap Kenzo yang sedang latihan basket dengan tatapan sedikit berbeda.
"Haa? Lumayan kata Lo? Buset, agak miring dikit otaknya." Timpal Nadia yang mendengar perkataan Vhian.
"Ohw kalau begitu, makasih ya, Bang," ujar Alena tulus.
"It's okay."
"Ohw iya, Abang Lotidak bersinggungan dengan orang berjabatan tinggi?" Tanya Vhian.
"Enggak, Bang," Jawab Alena, karena yang dia tahu, kehidupan abangnya itu hanya biasa-biasa saja.
"Terus, bukti-buktinya gimana dari pihak Abang kamu?"
"Entahlah, Bang. Soalnya kata Bunda, bukti - buktinya dihilangkan dengan bersih, dan anehnya, sebelum sidang, ponsel Abang Rio hilang. Padahal saat itu sudah diserahkan ke pengacara pertama Abang."
Vhian yang mendengar penjelasan Alena sedikit mengerutkan dahinya.
"Bukankah kasus ini sedikit aneh? Sepertinya ada permainan kotor," Jevan menatap Vhian serius.
"Bukan sedikit, tapi sangat aneh." Bukan Vhian, tapi Nadia yang juga mulai tertarik masuk ke obrolan mereka.
"Iya, sepertinya Abang Rio hanya dijadikan kambing hitam oleh mereka. Sebentar, kalian ikut gue ke apartemen. Kita harus memastikan sesuatu dulu," ujar Vhian yang ditanggapi dengan anggukan kepala saja.
"Kalian ngobrol apa sih?" Ucap Kenzo tiba-tiba. Ia baru saja datang dengan handuk kecil di tangannya.
"Cuma ngebahas kasus abangnya Alena. Soalnya aneh banget," jawab Nadia
.
"Ohw, terus kalian mau ngapain habis ini?" Kenzo duduk di sebelah Vhian.
"Kita mau ke apartemen Bang Vhian. Lo mau ikut?" Tanya Jevan.
Sementara Vhian hanya diam menatap Kenzo. Kenzo yang melihat itu hanya tersenyum kecil.
"Enggak dulu. gue punya urusan. Nanti kalau sempat, aku ke sana," Kenzo menggeleng kecil.
"Oh, gitu ya? Oke, deh."
Dan akhirnya mereka meninggalkan lapangan basket dan menuju ke kelas masing-masing.
Di dalam kelas, Alena dan Nadia juga sedang mengobrol tentang kasus Abang Rio.
"Oh iya, maaf kalau lancang, ya. Orang tua kalian enggak bantu Abang Rio?" Tanya Nadia.
"Kalau Bunda, sampai sekarang masih berusaha mencari bukti baru."
"Hmm, semoga kita dapat titik terang, ya."
Alena hanya menatap keluar jendela sambil mengingat kembali kenangan dirinya dan Abang Rio.
Waktu pun berlalu dengan cepat.
Kini, mereka sedang berada di apartemen Vhian.
Sementara Jevan, Alena, dan Nadia sedang menatap serius ke arah komputer Vhian di kamarnya. Jari-jari Vhian bergerak lincah di atas keyboard komputer, kata-kata misterius terus keluar di layar.
Suasana di dalam kamar terasa tegang saat melihat Vhian berusaha mengakses sistem sebuah perusahaan dan beberapa media di kepolisian.
"Ini enggak ketahuan, kan?" Tanya Nadia tanpa melepas pandangannya dari layar komputer.
"Bisa jadi ketahuan, tapi tenang saja. Aku berusaha bermain rapi," jawab Vhian dengan santai.
Sementara itu, di salah satu perusahaan besar, khusus bagian Incident Response Team, saat ini sedang kelimpungan karena secara tiba-tiba ada sistem yang berusaha membobol pertahanan mereka.
"Sialan, sepertinya kita kecolongan."
Tim siber perusahaan itu mulai berusaha memblokir serangan di sistem mereka.
Sedangkan Vhian hanya tersenyum santai.
"Anjir! Kita ketahuan."
Nadia yang mendengar perkataan Vhian langsung melebarkan matanya kaget.
"Aduh, gimana nih?" Nadia resah, sama halnya dengan Jevan dan Alena, tapi Nadia saat ini sudah menggigit jari jempol tangannya sambil berdiri.
"Hey, sit down first, just relax," ujar Vhian yang masih mengutak-atik komputernya dengan tenang.
"Oke, saatnya kita melakukan pengumpulan data," Vhian mulai bersiul tenang. Walaupun keberadaannya sudah diketahui pihak lawan, ia tetap fokus pada inti pengambilan data. Tiga orang di belakangnya hanya bisa terdiam.
"Tunggu sebentar dan—"
"Dapat...!"
Setiap pergerakan Vhian, mereka bertiga hanya bisa berdoa. Vhian saat ini sedang melakukan tindakan pengumpulan data untuk mengumpulkan data tentang perusahaan yang saat ini dia akses.
"Buset, tikus perusahaan banyak banget. Ini CEO-nya enggak tahu, ya, perusahaannya jadi sarang tikus?"
Vhian sudah berhasil mem-backup data-data perusahaan, termasuk rekaman CCTV, khususnya data enam tahun yang lalu.
"By the way, Bang, Lo retas perusahaan milik siapa?" Tanya Alena, melihat ke arah Vhian yang sudah bersandar nyaman di sandaran kursi gaming miliknya, sambil menggoyang badannya kiri dan kanan, melihat hasil aksesnya.
"Hmm, perusahaan Maherson Dynamics Tech Group," ujar Vhian tenang.
"Lah, kenapa mengakses perusahaan korban?" Tanya Alena bingung.
"Hmm, gini, dengerin Abang Vhian. Langkah awal, kita harus melihat pergerakan pihak korban, karena ada keanehan pada kesaksian pihak korban yang membuatku curiga."
"Memangnya anehnya di mana? Kan mereka hanya melakukan sebagai pihak korban?" tanya Jevan.
"Gini nih, cuma mengandalkan otak pintar, tapi enggak dengan otak cerdas kalian. Dari yang aku baca di artikel sama beritanya saat kejadian, pihak korban tidak mau melakukan otopsi dan terlalu terburu-buru mengurus semuanya. Dan anehnya, kenapa Abang Rio tiba-tiba jadi tersangka dengan bukti hanya satu rekaman CCTV?"
"Dan sisanya hilang. Sementara Bunda Lo bilang Abang Rio saat itu sudah putus dengan pacarnya dan tidak lagi bertemu sampai kejadian pembunuhan itu. Terus, di CCTV-nya terlihat perawakan Abang Rio masuk di apartemen mantan Abang Rio, kan?"
"Dari itu saja, sudah kentara banget, apalagi secara tiba-tiba tim pengacara Abang Rio lepas tangan."
Mereka bertiga yang mendengar hal itu hanya menganggukkan kepala saja.
"Masuk akal juga."
Kini mereka sedang di ruang tamu, sedang berleha-leha.
"By the way, Bang Vhian, aku mau tanya, tapi maaf ya kalau aku agak lancang," tanya Jevan yang saat ini duduk sambil disuapi camilan oleh Alena.
"Memangnya apa?"
"Bang Vhian teman kecilnya Kenzo, kan?"
"Iya, masih PAUD kayaknya, tapi setelah itu dia balik ke sini katanya keluarganya berduka," jelas Vhian, menatap sendu ke arah Alena.
"Terus, orang tua Abang di mana?" Tanya Jevan yang saat ini sangat kepo dengan orang di depannya ini.
"Kalau Bunda Abang ada, tapi kalau Ayah, enggak tahu siapa," Vhian melihat ekspresi mereka yang berubah kebingungan.
"Hahaha, bisa dibilang secara kasar, yaitu gue cuma anak haram, atau anak yang lahir karena kesalahan." Tekanan suara Vhian masih biasa, tapi tidak dengan hatinya.
"Oh iya, aku juga punya saudara, kok, dari pihak Bunda, Entah jika mereka tahu kalau mereka punya saudara, hasil kesalahan bunda mereka, gue rasa mereka akan sangat membenci aku."
Mereka bertiga sedikit shock setelah mendengar perkataan Vhian, dan merasa kasihan.
"It's okay, Bang. Mungkin gue rasa mereka akan mengerti bahwa ini bukan kemauan Abang untuk lahir," ujar Alena sambil tersenyum hangat. Vhian yang mendengar itu, rasanya dia ingin menangis.
"Terima kasih, ya. By the way, untuk Lo Alena, mulai saat ini selalu hati-hati, jangan pernah menurunkan kewaspadaan, karena gue yakin akan ada kejadian yang lebih besar dari sebelumnya."
Alena hanya menganggukkan kepalanya saja, tapi tidak lupa tangannya masih bergerak menyuapi Jevan.
"Tenang aja, Bang. Selagi ada gue, Alena aman," Jevan membusungkan dadanya bangga, seakan menunjukkan bahwa selagi dia hidup, tidak ada orang yang boleh menyakiti pacarnya Alena.