"Teganya kau membunuh keluargaku mas, salah apa keluargaku sama kamu mas," tangis ibu pun pecah.
keluarga yang hangat harus hancur di tangan keluarga itu sendiri, hubungan yang terjalin dengan baik harus hancur karena iri hati seorang saudara kepada adiknya sendiri.
"Santetmu akan kembali padamu,"
"Karma akan menghampirimu,"
"Tidak habis pikir kamu bisa membuh keluargaku dengan ilmu hitammu itu,"
"Kau akan mati di tanganku durjana,"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon janda#hot, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
baba 23
Sudah tiga hari. Tiga hari, enam jam, empat puluh dua menit sejak terakhir kali Dinda menelpon ibu nya untuk meminta ijin menginap di kost sahabat nya. Telepon diatas meja sudah seperti patung,dingin dan bisu.
Bu Wati menarik napas panjang, bau masakan semalam masih samar tercium tapi kekosongan di kursi yang biasa di tempati oleh Dinda terasa nyata. Ibu mana yang bisa tidur nyenyak jika mengetahui salah satu pemilik jantungnya masih masih berkeliaran di luar sana. Entah dimana dan bagaimana? Tiga hari adalah batas kekesalan dan kepanikan yang mendalam.
Pintu depan sudah di kunci, di buka, di kunci lagi setidaknya sudah lima puluh kali Bu Wati mondar mandir di ruang tamu hingga membuat Intan yang melihatnya ikutan pusing.
"Bu, duduk lah nanti ibu kecapaian, tenang saja Bu pasti bang Rizky akan menemukan mba Dinda. Sekarang sebaiknya ibu istirahat saja yah biar Intan yang tungguin kabar dari mas Rizky," ucap Intan yang khawatir di kesehatan ibu nya.
"Ndak apa-apa nduk, biar ibu disini saja tungguin mba kamu. Mba kamu itu udah tiga hari loh Ndak pulang buat ibu khawatir aja!" ucap Bu Wati.
"ya udah Bu, kita tungguin sama-sama yah mungkin sebentar lagi Abang akan datang bersama mba Dinda," ucap Intan.
Bu Wati mencoba menelpon beberapa teman dari putrinya yang ia kenal.
"Tolong kabari ibu yah nak kalau kalian melihat Dinda anak ibu!" ucap Bu Wati dengan suara serak nya menahan tangis.
Cahaya di luar mulai meredup lagi, malam ke empat sebentar lagi datang dan Bu Wati tahu setiap jam berlalu ketakutan itu menjelma menjadi teror. Ingin rasanya ia keluar dan mencari putrinya namun sayang kesehatannya saat ini tidak memungkinkan diri nya untuk terlalu kelelahan. Kini ia hanya bisa berharap kepada putra satu-satunya agar bisa menemukan adiknya itu.
Sedangkan di lain tempat, di sebuah kamar kost yang sudah beberapa hari tidak di tinggal oleh sang pemilik nya tercium bau yang sangat menyengat.
Bau anyir yang tajam, seperti besi berkarat dan sesuatu yang membusuk menyambut ketika pintu kamar kost itu di dobrak. Di lantai tergeletak membelakangi pintu ada sesosok tubuh yang tengah berbaring, rambut hitam dan panjang menyebar di lantai mamer yang dingin menutupi wajahnya yang kini hanya menyisakan kulit pucat pasi dan gurat kebiruan.
seorang warga yang berani masuk terlebih dahulu tampak kaget dan syok melihat sosok tubuh terbaring itu.
"Ya Tuhan...dia...sudah ka-kku," ucap nya. suaranya tercekat di tengah kerumunan yang kini mulai berteriak panik di luar. Malam itu, keheningan kompleks kos-kosan yang biasanya damai di renggut di renggut oleh kengerian yang tak terucapkan.
Setelah teriakan pertama merobek udara, kepanikan menyebar seperti api diantar para warga. Lorong kos-kosan yang tadi nya sepi kini di penuhi bisik-bisik ketakutan, tangis tertahan dan desakan untuk ikut melihat tubuh kaku yang tak bernyawa lagi. Wajah-wajah pucat saling pandang mencari kepastian yang tak akan mereka temukan. Pak RT dengan napas terengah engah dan tangan gemetar meraih telepon, jari-jarinya berkeringat saat menekan tombol-tombol nomor darurat.
"Halo pak Polisi? Ya Tuhan, tolong...kami menemukan mayat seorang wanita disini! Di kamar kos nomor 20, sepertinya dia di bunuh! Tolong datang secepatnya!" ucap pak RT dengan suara bergetar. Kehidupan damai di kompleks kos-kosan ini baru saja berakhir.
Di luar, suara sirene mobil patroli mulai meraung samar-samar. Perlahan lahan mendekat seperti janji akan datangnya keteraturan atau malah kekacauan yang lebih besar. Warga kost hanya bisa berdiri terpaku, menatap pintu kamar yang kini menjadi gerbang menuju kejahatan menunggu kedatangan penegak hukum yang akan membawa pergi mayat itu namun meninggalkan bekas luka dan trauma yang tak terhapuskan dalam benak mereka.
Bau desinfektan dan formalin memenuhi ruangan otopsi, dibawah cahaya lampu neon yang dingin tubuh Dinda terbaring diatas meja baja. Inspektur satu Bayu Santoso menghela napas panjang, ia sudah sering melihat kejadian mengeringkan seperti ini ratusan kali tetapi melihat korban yang masih begitu muda selalu meninggalkan rasa getir salam hatinya.
Ssuai judulnya,,,, apakah semua nya akan mati😔😔