'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. KHM
...~•Happy Reading•~...
Ke esokan pagi, Raymond bangun lebih siang dari biasanya, karena dia akan bertemu client sebelum ke kantor. Dia keluar kamar untuk ambil air mineral. "Titin, saya sudah bisa sarapan?" Tanya Raymond di ruang makan.
"Sudah bisa, Pak. Mau saya siapkan sekarang?"
"Iya. Siapkan saja. Saya sarapan dulu." Raymond langsung duduk menunggu, karena dia ingin sarapan sebelum mandi.
"Ini, Pak. Silahkan." Titin meletakan roti tawar dengan berbagai isian selai dan daging ayam yang sudah dipanggang, juga telur mata sapi setengah matang, dilengkapi dengan air jeruk hangat.
"Terima kasih. Kau sudah pergi ke pasar?" Tanya Raymond yang melihat disajikan sayuran segar dan daging.
"Iya, Pak. Sudah biasa, habis Sholat Subuh, tidak bisa tidur lagi, jadi ke pasar saja." Titin menjelaskan sambil tersenyum.
"Ok. Kau sudah sarapan?"
"Belum, Pak. Tunggu bapak dulu. Tapi tadi sudah minum teh manis."
"Habis saya sarapan, kau sarapan, sebelum kerja yang lain." Ucap Raymond sebelum tunduk bersyukur.
"Iya, Pak. Terima kasih." Titin sangat senang bercakap-cakap dengan majikannya, karena selain sangat tampan, juga hangat.
Kadang dia bertanya dalam hati, mengapa majikannya tidak jadi bintang film saja. Tapi dia juga meralat sendiri dalam hati. 'Nanti Pak Ray makin sibuk di luar rumah dan jarang pulang, juga pusing hadapi fans. Lebih baik seperti sekarang, tidak diganggu banyak orang.'
Setelah sarapan, Raymond menuju kamar utama untuk mengambil outfit. Ketika mendapati pintu kamar dikunci seperti yang dibilang Belvaria, Raymond tidak mengetok atau memanggil minta dibuka.
Dia berbalik menuju garasi. Tidak lama kemudian dia membawa kotak perlengkapan alat-alat tukang, lalu dengan cepat tanpa suara dia melepaskan pintu.
"Raymond. Kau lakukan apa?" Belvaria yang sudah bangun dan bersandar di bantal sambil menunggu kedatangan Raymond, dengan pakaian tidur seksi, jadi terkejut melihat Raymond melepaskan pintu dan sandarkan ke dinding kamar.
"Kau tidak tahu ini apa?" Raymond balik bertanya sambil menunjuk pintu kamar yang sudah terbuka tanpa tutup.
"Kau tidak bisa ketok?" Belvaria berkata dengan mata membulat.
"Beli cotton bud yang banyak buat bersihin kuping. Aku bilang, coba saja dan kau malah lakukan, pintu dikunci."
"Kau boleh seenaknya kunci pintu kamar tamu, tapi aku tidak boleh?" Belvaria tidak terima.
Raymond yang sudah siap beradu, jadi berdiri kokoh dengan kedua tangan di panggul. "Kau mau apa masuk kamar tamu?" Pertanyaan Raymond membuat Belvaria kelabakan, karena tidak punya jawaban. Walau panik, dia tidak mau kalah dari Raymond. Dia terus berpikir untuk bisa melawan.
"Kau sendiri, mau apa masuk ke kamar ini?" Pertanyaan Belvaria membuat dia terlihat bodoh.
"Kau tidak tahu tujuanku harus masuk kamar ini?" Raymond bertanya dan berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil outfitnya ke kantor.
Belvaria yang melihat Raymond ke lemari pakaian hampir memukul kepalanya dengan telapak tangan. Tapi karena sudah lepas bicara, dia harus menjaga gengsi. "Kalah begitu, mengapa tidak pindahkan saja sekalian pakaianmu ke sana..." Namun ucapannya menggantung, karena melihat reaksi tidak terduga dari Raymond.
"Iya..!" Jawab Raymond singkat, agar tidak mendengar banyak kata atau kalimat yang dilontarkan Belvaria dan memancing emosinya.
Tanpa berkata apa pun lagi, Raymond berjalan keluar kamar sambil membawa outfit. Hal itu menimbulkan amarah Belvaria. "Raymooond...." Teriak Belvaria sebelum Raymond menghilang dari pandangan.
"Kau lagi latihan akting jadi pasangan tarzan?" Raymond berdiri di depan pintu kamar yang tidak berpintu dengan wajah kaku.
"Kau jangan pura-pura tidak tahu. Gimana pintu itu?" Tanya Belvaria dengan nada suara tidak diturunkan sambil menunjuk pintu kamar yang disandarkan ke dinding.
"Kau yang bereskan. Supaya belajar dengar omongan orang lain." Raymond melangkah keluar.
Namun dia berbalik lagi dan melihat Belvaria yang sudah berdiri dari tempat tidur. "Kalau kau teriak namaku sekali lagi, kau akan lihat, apa yang aku lakukan padamu." Ucapan Raymond membuat Belvaria yang hendak berteriak, langsung cuuup. Diam dengan mata membulat.
Dia berdiri seperti arca, karena tidak menyangka Raymond akan mengancamnya lagi. Dia tidak meneruskan niatnya untuk melawan atau berteriak, karena melihat yang dilakukan Raymond pada pintu.
Raymond berjalan ke kamar tamu sambil geleng kepala, karena Belvaria seperti anak-anak yang tidak dituruti keinginannya. Dia meletakan outfit ke kantor di atas tempat tidur, lalu mengunci pintu kamar sebelum mandi.
Tidak lama kemudian, dia keluar dari kamar sudah dalam keadaan rapi. Dia menuju belakang sebelum ke garasi. "Titin, tinggalkan itu sebentar." Ucap Raymond yang melihat Titin sedang membersihkan perabot di dapur.
"Oh, iya, Pak." Titin segera mengeringkan tangan dan mendekati Raymond di ruang makan.
"Nanti kalau Ibu keluar rumah hari ini, tolong keluarin semua pakaian saya dari lemari di kamar. Jas dan kemeja gantung di lemari kamar tamu. Yang lain letakan saja di atas tempat tidur." Raymond berkata pelan, agar Titin mengerti maksudnya.
"Oh, iya, Pak. Ada lagi, Pak?" Tanya Titin yang mulai mengerti situasi ketika mendengar Raymond bilang, nanti Ibu keluar. Berarti dia harus tunggu.
"Pintu kamar utama dibiarkan begitu saja. Biarkan Ibu yang tangani." Raymond tetap membahasakan ibu kepada Belvaria, agar Titin tetap berlaku sopan. Raymond tidak mau Titin bermasalah dengan Belvaria.
"Baik, Pak." Jawab Titin walau tidak mengerti maksud Raymond tentang pintu.
"Ok. Hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa, telpon saya." Ucap Raymond sebelum meninggalkan ruang makan.
"Iya, Pak. Bapak juga, hati-hati." Titin tidak tahu yang sedang terjadi. Tapi dia bisa merasakan, sedang terjadi perang dingin dalam rumah.
Ketika Raymond berjalan ke ruang tengah, telponnya bergetar. Dia segera merespon, saat melihat nama sekretarisnya di layar ponsel. "Iya, Ance. Gimana?" Tanya Raymond sambil berdiri.
"Pak Ray sudah jalan?"
"Belum. Ini baru mau jalan. Ada apa?"
"Begini, Pak. Tadi ada telpon dari seseorang minta nomor telpon Pak Ray. Tapi saya belum kasih."
"Siapa yang telpon?" Alis Raymond bertaut.
"Orangnya bilang mantan agency Pak Ray."
"Mantan agency? Siapa namanya?"
"Mr. Franklin, Pak."
"Mr. Franklin? Tolong simpan nomor telponnya. Kalau telpon lagi, bilang nanti saya hubungi." Ucap Raymond serius, lalu berjalan cepat ke garasi.
Tanpa disadari Raymond, Belvaria yang sudah keluar kamar untuk sarapan mendengar pembicaraannya. Dia segera kembali ke kamar untuk mengambil ponsel.
Ketika melihat tidak ada panggilan dari agency lama seperti Raymond, Belvaria terdiam sambil melihat pintu kamar tak berpintu. 'Apa benar yang dibilang Poket?' Belvaria ingat yang dikatakan asistennya tentang model senior mau turun gunung.
'Mengapa hanya hubungi Raymond dan aku tidak? Walau aku sedikit lebih muda dari Ray, tapi aku sama senior dengannya di dunia model.' Belvaria jadi duduk di tempat tidur sambil otak-atik ponsel. Dia tahu Mr Franklin adalah pemilik agency yang berpengaruh di Eropa, mantan boss mereka.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
seneng bgt liat cara ngomong nya Rey, dia sopan sama org, kecuali sama belva