NovelToon NovelToon
Keluarga Langit

Keluarga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Cinta setelah menikah / Keluarga
Popularitas:863
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tahun 2032, keluarga Wiratama mengikuti program wisata luar angkasa perdana ke Mars—simbol harapan manusia akan masa depan antarplanet. Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk, ketika sebuah entitas kosmik raksasa bernama Galactara menabrak jalur pesawat mereka.

Semua penumpang tewas.
Semua… kecuali mereka berempat.

Dikubur dalam reruntuhan logam di orbit Mars, keluarga ini tersentuh oleh sisa kekuatan bintang purba yang ditinggalkan Galactara—pecahan cahaya dari era pertama semesta. Saat kembali ke Bumi, mereka tak lagi sama.

Rohim, sang Suami, mampu mengendalikan cahaya dan panas matahari—melindungi dengan tangan api.

Fitriani, sang Istri, membentuk ilusi bulan dan mengendalikan emosi jiwa.

Shalih anak pertama, bocah penuh rasa ingin tahu, bisa melontarkan energi bintang dan menciptakan gravitasi mikro.

Humairah anak kedua, si kecil yang lembut, menyimpan kekuatan galaksi dalam tubuh mungilnya.

Bagaimana kisah sebuah keluarga ini ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Amanah Sang Bintang

Teriakan Komandan Rivani memecah keheningan di pinggiran Batara Raya. Di hadapan mereka, laras senjata energi berwarna biru neon dari The Vault menodong tajam, membuat suasana mencekam.

"Ini adalah perintah resmi! Angkat tangan kalian!" perintah Rivani. Suaranya dingin, bergema melalui helmnya. Para prajurit di belakangnya bergerak serempak, mengokang senjata, siap menembak.

Rohim berdiri tegak, perasaannya campur aduk. Kekaguman pada The Vault kini berubah menjadi rasa dikhianati. Ia melangkah maju, tangannya memegang erat bahu Fitriani.

"Kami bukan musuh!" teriak Rohim. "Kami adalah korban! Dan kami punya misi. Kalian tidak bisa menghentikan kami!"

"Visi kalian tidak relevan dengan Protokol Ancaman Ekstrem!" balas Rivani. "Kami harus menahan kalian untuk pemeriksaan!"

Melihat Rivani tidak berniat bernegosiasi, Rohim sadar, ia harus kembali beraksi secara brutal. Ia menatap Alex yang berdiri di samping Raisa. Wajah Alex pucat, tapi matanya dipenuhi tekad.

"Alex, cari celah! Kita butuh pengalihan!" Rohim berbisik cepat.

Alex mengangguk tanpa ragu. Ia tiba-tiba menjatuhkan dirinya ke tanah, berteriak kencang, "AAAKH! Kaki gue kram!"

Seketika, perhatian Rivani teralihkan.

Itulah celah yang Rohim butuhkan. Rohim memejamkan mata, memanggil seluruh Energi Matahari yang ia miliki. Tubuhnya memancarkan panas yang ekstrem. Bukan dalam bentuk ledakan, tetapi gelombang kejut termal yang terfokus, mengarah ke tanah. Asap tebal dan uap panas mengepul dari kakinya, membakar aspal di bawahnya.

"PECAH FORMASI! PANAS!" teriak salah satu prajurit The Vault.

Saat pandangan mereka terhalang asap, Rohim menerjang—bukan ke arah Rivani, melainkan ke arah gudang baja besar di belakang markas itu. Ia menggunakan dorongan panasnya untuk melesat seperti peluru.

"Ra, bawa Ibu dan anak-anak ikut aku!" teriak Rohim.

Raisa, yang sudah kembali ke mode sekretaris siap krisis, langsung menggendong Humairah dan menarik tangan Fitriani. Alex, meskipun aktingnya kram, langsung bangkit dan ikut berlari.

Rivani tersadar. "DASAR BODOH! MEREKA MENUJU LANDASAN!"

Pintu gudang baja itu, yang dilindungi kunci elektronik, menjadi sasaran Rohim. Ia menempelkan kedua tangannya ke pintu. Cahaya oranye yang menyala-nyala memancar dari telapak tangannya. Baja itu memerah, meleleh, dan dalam hitungan detik, sebuah lubang besar menganga di pintu gudang.

Mereka menerobos masuk. Di dalam, pemandangan itu membuat Rohim, sang insinyur, histeris. Itu adalah hanggar kecil, berisi dua jet tempur futuristik berwarna abu-abu gelap, berlogo The Vault. Jet-jet itu jauh lebih canggih dari apa pun yang pernah ia lihat di Indo Tech Energy.

"Jet! Alex, bisakah kau menerbangkannya?!" teriak Rohim.

Alex, yang tadinya hanya seorang kontraktor cyber, kini menunjukkan keahlian lain. "Gue enggak bisa bawa jet, Pak, tapi gue bisa crack sistemnya dan autopilot-nya! Jet ini pasti butuh pilot license biometrik. Tapi kalau autopilot mode long-distance... gue bisa!" Alex menjawab, matanya berbinar, bukan karena takut, melainkan karena tantangan teknologi yang ekstrem.

Mereka memanjat masuk ke kokpit jet tempur terdekat. Rohim langsung duduk di kursi pilot, Fitriani dan Raisa mengikat diri mereka di kursi penumpang yang sempit, dengan anak-anak di pangkuan mereka.

"Ra, password!" perintah Alex. Tangannya sudah bekerja liar di dashboard jet.

"Mana kutahu!" balas Raisa, panik.

"Pak Rohim! Pikirkan password yang Rivani atau komandan militer akan pakai!"

Rohim memejamkan mata. Rivani. The Vault. Ideologi. "Coba... TESLA NOVA!" teriak Rohim.

Alex mengetik cepat. "ACCESS DENIED."

"Coba... THE CLOSER!"

"ACCESS GRANTED. ACTIVATING AUTOPILOT MODE. DESTINATION REQUIRED." Suara robotik itu memenuhi kokpit.

Rohim tersenyum penuh kemenangan. Visi The Closer memang adalah inti dari The Vault.

"Tujuan! Jawa Tengah! Kota... Muria Kencana!" teriak Rohim, menyebutkan kampung halaman orang tuanya.

Tepat saat itu, Rivani dan pasukannya tiba. Rivani mengangkat senjatanya. "JANGAN BERGERAK!"

Terlambat.

Rohim memanggil panas terakhirnya, mengalirkan energi ke mesin jet. Mesin jet The Vault itu meraung. Rohim menyalakan pendorong dengan panasnya sendiri, mengabaikan sistem normal. Jet itu melesat maju, menghancurkan dinding hanggar dan menerobos keluar ke udara malam Batara Raya.

Jet The Vault itu terbang tak beraturan. Di dalam, Fitriani dan Raisa menjerit, sementara Shalih dan Humairah kaget.

Setelah beberapa menit yang kacau, Alex berhasil mengendalikan sistem jet yang sudah dihidupkan secara paksa oleh Rohim. Kecepatan jet melesat tinggi, menembus lapisan awan.

Misi Baru: Markas Rahasia Muria Kencana

Dua jam kemudian, jet mendarat dengan mulus (berkat campur tangan Rohim dan Alex) di sebuah lapangan rumput luas di tengah perbukitan terpencil. Di sana, berdiri sebuah rumah Joglo tua yang sudah ditumbuhi tanaman rambat. Ini adalah rumah peninggalan orang tua Rohim di Muria Kencana, Jawa Tengah.

Mereka berlima masuk. Udara di sana terasa dingin dan damai.

Di ruang tamu yang gelap, mereka duduk di lantai, kelelahan. Rohim menatap keluarganya, lalu ke Alex dan Raisa. Ada kelegaan yang luar biasa di mata Fitriani.

"Yah... kita berhasil. Kita aman," bisik Fitriani. Air matanya menetes, kali ini air mata syukur.

Rohim mengangguk. Ia meraih tangan Fitriani. Ia kini melihat istrinya bukan lagi sebagai korban, melainkan sebagai seorang pejuang.

"Fitriani," kata Rohim, suaranya tenang, penuh kepastian. "Aku membatalkan janjiku."

Fitriani menatapnya, bingung.

"Aku tidak akan mencari cara untuk menghilangkan kekuatan ini," lanjut Rohim. Ia menatap Shalih, yang kini tertidur pulas. "Alex benar. Kekuatan ini... ini bukan kutukan. Ini adalah alat. Ini adalah Amanah."

Fitriani tersenyum, senyum yang tulus. "Aku sudah tahu, Yah," bisiknya. "Mungkin Tuhan tidak membawa kita ke Mars, tapi ke takdir yang lebih besar. Mungkin kita harus menggunakannya untuk kebaikan, seperti yang selalu Ayah inginkan." Air matanya menetes lagi. Ia memeluk Rohim erat.

Keputusan telah dibuat.

Rohim menoleh ke Alex dan Raisa. "Aku butuh bantuan kalian. Markas ini... aku akan meneliti kekuatan kita. Aku akan mencari tahu bagaimana cara mengendalikannya. Aku akan mencari cara bagaimana kita bisa menyalurkan energi ini ke alat transmisi, agar Project Tesla Nova bisa terwujud."

Alex langsung berdiri, matanya berbinar. "Gue Chief Engineer lo sekarang, Pak! Tanpa gaji! Ini jauh lebih seru daripada server security!"

Raisa hanya tersenyum, loyalitasnya tak perlu dipertanyakan. "Aku di mana pun Bapak berada, Pak Rohim. Aku akan mengurus logistik dan keamanan informasi," ujarnya.

Saat mereka sedang merencanakan misi baru mereka, suara tawa kecil terdengar. Humairah tiba-tiba terbangun, tertawa kecil, gembira karena suasana tegang telah mencair. Tangan mungilnya yang gembul terangkat, dan di tengah telapak tangannya, perlahan-lahan terbentuk gumpalan kecil cahaya ungu-hijau yang berputar-putar, seperti miniatur galaksi kosmik.

Alex dan Raisa melotot. Mereka belum pernah melihat Humairah menggunakan kekuatannya secara langsung.

"APA ITU?!" teriak Alex, histeris. Ia melompat mundur, menabrak meja kayu tua.

Raisa menutup mulutnya, matanya membelalak. "Astaga... itu... itu kosmos di tangannya?!"

Rohim dan Fitriani tersenyum bangga, meskipun sama-sama terkejut. Anak bungsu mereka, Cosmica, adalah yang paling misterius. Rohim tahu, riset mereka akan lebih rumit, dan jauh lebih berbahaya, dari yang ia bayangkan.

Pergeseran Perspektif: Jakarta, Indonesia

Di pusat kota Jakarta, di sebuah gedung tinggi pertahanan negara, suasana terasa dingin dan formal.

Miss Armstrong, mengenakan setelan bisnis yang rapi, duduk di meja panjang berhadapan dengan Jenderal Wirayudha, Kepala Badan Pertahanan Negara Indonesia. Wajah Miss Armstrong dingin, tanpa emosi, namun matanya memancarkan urgensi yang brutal.

"Jenderal, data yang saya berikan sudah jelas. Keluarga Wiratama adalah Ancaman Ekstrem. Mereka melarikan diri menggunakan aset militer canggih yang dicuri dari organisasi kami," ujar Miss Armstrong. Suaranya tajam. "Keberadaan mereka di Jawa Tengah adalah ancaman keamanan nasional Anda."

Jenderal Wirayudha, seorang pria paruh baya yang tenang, mengangguk. "Kami memahami situasinya, Nona Armstrong. Namun, menangkap warga negara kami sendiri yang dicap 'memiliki kekuatan super' adalah kasus yang sangat sensitif bagi kedaulatan kami."

Miss Armstrong tersenyum sinis. "Jenderal, kekuatan yang mereka miliki bisa menghancurkan kota. Mereka sudah melukai ratusan prajurit saya. Jika Anda tidak bertindak, kami akan menganggap Anda bersekutu dengan mereka. Berikan kami koordinat, dan kami akan membantu Anda."

Jenderal Wirayudha menghela napas. Dia melihat peta Indonesia yang terpampang di layar di belakang Miss Armstrong. Titik merah kecil berkedip di Jawa Tengah: Muria Kencana.

"Baik, Nona Armstrong. Kami akan berikan koordinat. Namun, operasi ini sepenuhnya berada di bawah komando kami. Kami akan memburu Keluarga Langit ini," ujar Jenderal Wirayudha. Matanya memancarkan campuran ketakutan dan ambisi.

Jenderal Wirayudha menekan tombol di mejanya. Sirene darurat segera terdengar di seluruh markas. Di layar, titik merah di Muria Kencana mulai menjadi target. Rohim, Fitriani, Alex, dan Raisa baru saja menemukan markas baru mereka di Jawa Tengah, siap memulai riset, tanpa menyadari bahwa mereka tidak hanya diburu oleh CIA/The Vault, tetapi kini juga oleh militer Indonesia yang dipimpin oleh Jenderal Wirayudha, yang telah bersekutu dengan Miss Armstrong.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!