Cinta Di Rak Diskon

Hari itu, suasana Toko Kita Jaya sedikit berbeda. Langit di luar tampak mendung, awan menggantung seperti menahan hujan sejak tadi pagi. Di dalam toko, Intan sedang menyusun tumpukan sabun mandi, dan deterjen di rak tengah sambil bersenandung kecil lagu dangdut remix dari speaker toko yang agak sumbang nadanya.

Raka memperhatikan dari kejauhan, sambil tersenyum. Sejak mereka diam-diam jadian, hari-hari terasa lebih ringan. Meski hubungan mereka masih dirahasiakan dari rekan kerja, tapi setiap lirikan, senyuman, dan candaan kecil terasa lebih hangat.

"Eh, Tan... jangan gitu. Nanti sabunnya jadi miring semua tuh," goda Raka sambil mendekat dan memegangi tangan Intan.

"Ya ampun, Mas. Ini tuh aku susun pakai teknik segitiga sama kaki. Anti roboh. Dijamin!" jawab Intan sambil berkacak pinggang.

Tiba-tiba, bel pintu berbunyi. Seorang perempuan tinggi dengan rambut panjang tergerai masuk dengan langkah mantap. Penampilannya mencolok, jaket kulit hitam, celana rok ketat, dan sepatu boots tinggi. Semua karyawan menoleh ke arah sosok wanita tersebut

Termasuk Raka.

Wajahnya langsung berubah.

Perempuan itu tersenyum manis. "Hai, Raka." Sambil melambaikan tangan.

Intan yang masih jongkok di depan rak sabun ikut menoleh. Perempuan itu berjalan langsung ke arah Raka dengan langkah bak model kabupaten dengan lemparan body ke kiri dan kanan yang sangat lebay., lalu tanpa ragu memeluknya di depan semua orang.

"Kamu masih ingat aku, kan?" katanya manja.

Raka langsung berdiri kaku, mencoba melepaskan pelukan dengan canggung. "Celine... kamu ngapain di sini?" Ucap Raka setelah berhasil melepaskan pelukan dengan mematakan satu jari kelingking Celine.

"Auh,,,Sakit tau" Ucap Celine dengan suara manja ani-aninya.

Intan berdiri perlahan. Dadanya sesak. Ia berdiri tak jauh dari mereka, tangan masih menggenggam sabun.

Celine melirik Sinis ke arah Intan sekilas, lalu menoleh lagi ke Raka. "Aku denger kamu kerja di sini. Aku sempat nggak percaya. Tapi ternyata... beneran ya? Pangeran khyaa rhya rja di kho kntong?." Ucapan Celine tidak jelas dan kependam setelah Raka menyumpal mulutnya pakai Sabun mandi yang sedang dia pegang.

Raka mengerutkan kening. "Udah, Cel. Jangan bikin drama di sini. Ini tempat kerja."

"Tenang aja. Aku cuma mampir. Aku mau ajak kamu ketemu ayahku. Dia lagi cari kamu soal proyek kemarin. Kita bisa ngobrol di mobilku nanti." Ucap Celine setelah membuang sabun mandi yang sempat transit di mulutnya.

Raka melirik ke arah Intan, yang sekarang pura-pura sibuk menyusun ulang sabun padahal tangan gemetaran, wajahnya memerah, bibirnya manyum.

"Aku sibuk. Nggak bisa pergi," kata Raka tegas.

Celine menaikkan alis. "Sibuk ngapain? Nyusun mi instan? Ayolah, Rak. Ini kamu, bukan aku. Kamu bukan orang kayak gini. Dulu kamu... ya kamu tahu sendiri."

Intan berjalan pergi ke belakang tanpa sepatah kata pun.

Raka mengejar.

Di gudang, Intan membalikkan badan saat Raka masuk. "Siapa dia?" Ucap Intan degan jari telunjuk hampir masuj ke lubang hidung Raka.

"Celine. Mantan aku. Dulu kami sempat lama bareng. Tapi... dia hanya dekat karena uang. Aku baru sadar belakangan. aku udah cerita ke kamu kan?" Jawab Raka dengan wajah penuh rasah bersalah.

"Dan sekarang dia balik? Ngajak kamu balikan lagi?, Mas yakin belum epe-epe dia?, kok bisa dia tahu Mas kerja disini?" tanya Intan dengan wajah memerah dan suaranya pelan tapi tajam.

"Tan, dengerin aku. Nggak. Aku bahkan nggak mau lihat dia datang ke sini. Tapi dia muncul tiba-tiba. Aku nggak undang dia. Aku nggak tau kenapa dia bisa tahu aku kerja disini" Jawab Raka.

Intan menatapnya dalam. "Kenapa kamu nggak cerita dari awal kamu pernah punya mantan secantik, seglowing kayak model begitu?" Tanya Intan lagi.

"Karena aku nggak mau kamu merasa kecil. Kamu itu jauh lebih baik dari siapa pun yang pernah aku kenal."

Hening sejenak. Lalu suara Mbak Reni dari depan memanggil, "Raka! Ada yang nyari di depan toko."

Raka menatap Intan sekali lagi, lalu berbalik. Tapi sebelum keluar, dia berkata, "Aku bakal pastikan dia nggak akan datang kesini lagi apalagi buat kamu nggak nyaman. Dan hubungan kita... nggak akan aku biarkan hancur cuma karena masa lalu."

Intan menatap punggung Raka yang pergi dengan campuran rasa kecewa dan harapan.

Di depan, Celine masih berdiri dengan gaya santainya, membersikan kuku tangan sembari meniupnya, Dia melirik Raka dari atas ke bawah, lalu tersenyum.

"Masih keren sih kamu. Tapi... kamu beneran kerja bareng sama orang-orang katro kayak ini sekarang?" Ucap Celine sembari menatap satu persatu pegawai Toko Kita Jaya.

"Iya. Karena di sini aku ketemu seseorang yang jauh lebih tulus daripada kamu." Jawab Raka.

"Siapa? Cewek pendek tadi? Hahaha. Dia kayak asisten rumah tangga kayak tuyul gitu. Kamu serius sama dia?" Ucap Celine sembari mengibaskan rambutnya

Raka menatap tajam. "Hati-hati kalau ngomong, Cel. Kamu boleh hina aku, tapi jangan hina dia."

Celine tersenyum miring. "Wah, kamu beneran bucin ya. Baiklah. Aku nggak akan ganggu. Tapi ingat, kamu bakal capek kalau terus hidup pura-pura miskin. Kamu bukan orang biasa, Rak. Dan cewek kayak dia... nggak akan kuat jalanin hidup kamu yang asli."

Raka tak menjawab. Dia hanya menatap Celine dengan dingin sampai perempuan itu pergi dari toko tempat dia bekerja dengan wajah yang kecewa.

Di dalam toko pegawai Toko Kita Jaya mulai menebak-nebak siapa wanita yang cantik yang datang menemui Raka.

"Guys ini bisa jadi cewek tadi itu mantan pacar Mas Raka yang datang minta pertanggung jawaban karena sudah di buat hamil" Ucap Meri dengan skill mengompori khalayak ramainya.

Tiba-tiba satu tangan yang cukup besar mencomot bibir Meri

"Kalau mau ngebacot di tempat lain, jangan di tempat kerja" Ucap Reni dengan tatapan sinisnya.

Tanpa mereka sadari Intan mendengar bacotan Meri. Intan mulai berfikir mungkin saja cewek yang bernama Celine itu sedang hamil anak Raka.

Saat Sore hujan turun dengan derasnya. Intan menyetel kumpulan lagu sad malaysia 90an, kemudia Intan duduk di kursi dekat kasir dengan tatapan kosong. Raka menghampiri, membawa dua bungkus mie instan dari gudang.

"Makan yuk. Aku masak ya? Biar kamu nggak ngambek terus."

Intan menoleh. Matanya basah. Tapi dia tersenyum. "Iya. Tapi masaknya jangan gosong biar nggak kayak hati aku" Ucap Intan sembari memikirkan seribu kemungkinan kebenaran ucapan Meri yang sempat dia dengar.

Raka tersenyum, lalu mengusap kepala Intan. "Aku nggak akan pernah ninggalin kamu, Sayan. Apa pun yang terjadi, kita akan sama-sama terus. Percaya sama aku."

Bersambung.