NovelToon NovelToon
BATAL SEBELUM SAH

BATAL SEBELUM SAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:27.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

"Menikahi Istri Cacat"
Di hari pernikahannya yang mewah dan nyaris sempurna, Kian Ardhana—pria tampan, kaya raya, dan dijuluki bujangan paling diidamkan—baru saja mengucapkan ijab kabul. Tangannya masih menjabat tangan penghulu, seluruh ruangan menahan napas menunggu kata sakral:

“Sah.”

Namun sebelum suara itu terdengar…

“Tidak sah! Dia sudah menjadi suamiku!”

Teriakan dari seorang wanita bercadar yang jalannya pincang mengguncang segalanya.

Suasana khidmat berubah jadi kekacauan.

Siapa dia?

Istri sah yang selama ini disembunyikan?

Mantan kekasih yang belum move on?

Atau sekadar wanita misterius yang ingin menghancurkan segalanya?

Satu kalimat dari bibir wanita bercadar itu membuka pintu ke masa lalu kelam yang selama ini Kian pendam rapat-rapat.

Akankah pesta pernikahan itu berubah jadi ajang pengakuan dosa… atau awal dari kehancuran hidup Kian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23. Membekas

Sejenak, udara di antara mereka terasa penuh keharuan dan rasa syukur. Tak ada yang bicara, tapi tatapan mata mereka saling menyampaikan kehangatan dan penghargaan yang dalam.

Lalu, suara lembut Kyai Zubair memecah keheningan.

“Kalau begitu, kami pamit kembali ke pondok,” ujarnya sopan, menoleh pada Keynan dan Aisyah.

“Oh ya,” sahut Keynan, “Kanya juga ingin pulang ke pondok. Katanya masih harus membereskan barang-barangnya. Tapi ia menolak diantar kami karena akan tinggal beberapa hari di sana untuk mengurus beberapa hal.”

Ia menghela napas sebentar, lalu menambahkan, “Sebenarnya tadi Kian yang hendak mengantar, tapi tiba-tiba muncul masalah mendesak di perusahaan yang harus segera ditangani. Jadi, Kian tidak bisa mengantar.”

Keynan menyisipkan penjelasan itu dengan tenang. Ia tahu, Kian belum sepenuhnya pulih dari konflik batin yang terjadi. Namun sebagai ayah, ia ingin tetap menjaga nama baik putranya di hadapan Kyai dan Umi—orang-orang yang telah menjaga dan menyayangi Kanya seolah putri mereka sendiri.

Baginya, itu bukan sekadar bentuk penghormatan, tapi juga cara untuk menjaga kepercayaan. Kepercayaan bahwa keluarga ini sedang berproses—berusaha memulihkan luka, dan membangun kembali rumah tangga yang sempat goyah.

Kyai Zubair mengangguk tenang.

“Insya Allah, kami merasa terhormat kalian mempercayakan Kanya pada kami. Jangan khawatir… kami akan membawanya sampai ke pondok dengan selamat.”

“Terima kasih banyak, Kyai… Umi,” ujar Aisyah tulus. “Dan mohon maaf kalau merepotkan.”

Umi Farida tersenyum hangat di balik cadarnya. “Tidak merepotkan sama sekali. Justru kami senang bisa bersama Kanya lebih lama.”

Keynan berbalik menatap putri menantunya.

“Nak, kalau kamu butuh bantuan apa pun, jangan sungkan hubungi kami. Dan kalau nanti sudah siap untuk pulang… kabari ya. Biar Kian sendiri yang menjemputmu.”

Kanya mengangguk pelan.

“Iya, Pa,” jawabnya lembut. “Terima kasih.”

Ia menyalami dan mencium punggung tangan kedua mertuanya dengan takzim, penuh hormat dan rasa haru yang tertahan di dadanya.

Lalu mereka pun berpisah di area lobby hotel yang sepi dan teduh. Beberapa pelayan hotel menyapa dengan senyum ramah dan sopan.

Aisyah memeluk Kanya sejenak, membisikkan doa pelindung dalam pelukannya. Keynan menepuk pelan kepala menantunya, lalu Kyai dan Umi bersama Kanya menuju kendaraan mereka.

Langit masih cerah. Tapi hari itu, hati semua orang seolah telah diberi awan peneduh—dari kekecewaan, dari keraguan, dan dari luka lama.

Mereka melangkah pergi, dengan satu harapan: semoga rumah tangga yang hampir karam… bisa mulai belajar berlayar kembali.

 

Di dalam mobil yang melaju tenang menuju pondok, suasana terasa damai. Kyai Zubair duduk di sebelah sopir, sementara Umi Farida dan Kanya duduk di kursi penumpang bagian belakang.

Sesekali, suara angin dari luar menyusup lembut melalui celah kecil jendela yang terbuka. Mobil melaju di bawah langit biru, melintasi jalanan yang teduh oleh rindangnya pepohonan.

Umi menoleh pada Kanya, senyum lembut terlihat dari balik cadarnya.

“Kamu benar-benar beruntung, Nak,” ucapnya pelan. “Punya mertua seperti Pak Keynan dan Bu Aisyah… itu nikmat yang tak semua orang bisa dapat.”

Kanya menunduk, menahan haru.

“Alhamdulillah, Umi…” bisiknya lirih. “Saya juga merasa sangat beruntung. Awalnya saya takut mereka akan menolak atau tak menerima saya. Tapi ternyata… Allah berikan saya lebih dari yang saya bayangkan.”

Dalam hati, Kanya membatin penuh syukur. Ia tak menyangka akan dipertemukan dengan mertua yang bukan hanya sabar dan lembut, tapi juga tulus menyayanginya. Bahkan saat luka lama masih belum benar-benar sembuh.

Umi mengangguk perlahan. “Semoga Allah selalu menjaga hubungan kalian.”

"Aamiin," sahut Kanya dengan senyum tipis di balik cadarnya.

Lalu, dengan suara hangat, Umi bertanya, “Kamu akan pindah kuliah ke kota ini, Nak?”

Kanya menggeleng pelan. “Belum tahu, Umi. Suami saya masih mencari apartemen yang cocok. Jadi, untuk sementara saya tinggal dulu di rumah mertua.”

“Masya Allah,” gumam Umi. “Berarti kamu masih harus menyesuaikan diri, ya.”

“Iya, Umi,” jawab Kanya pelan.

Tak lama kemudian, Umi kembali bertanya, “Lalu… kamu masih ingin tetap bekerja sama dengan butik pondok?”

Kanya tersenyum di balik cadarnya. “Iya, insyaallah. Selama Umi berkenan, saya tetap ingin menitipkan desain-desain saya di butik pondok. Walaupun tak banyak, setidaknya itu bisa sedikit membantu kegiatan di sana.”

Umi menatap Kanya penuh haru. “Alhamdulillah… Umi senang sekali. Kamu tahu sendiri betapa butik itu sangat kami jaga karena hasilnya langsung untuk keperluan anak-anak pondok.”

Dari kursi depan, Kyai Zubair menyahut, “Itu sangat membantu pondok kami, Nak. Kami sangat bersyukur kamu masih ingin terus terlibat.”

“Insyaallah, Kyai,” sahut Kanya lembut.

Sang sopir, pria paruh baya dengan sorot mata bijak, hanya diam mendengar. Fokusnya pada jalanan, tapi dari raut wajahnya, ia seperti menyerap percakapan penuh kebaikan yang mengalun tenang di dalam mobil itu.

Mobil terus melaju, membawa mereka pulang. Bukan hanya ke pondok yang menjadi tempat tinggal… tapi juga pada niat dan awal baru yang dituntun oleh takdir dan keberkahan.

***

Malam hari di rumah Keynan.

Langit di luar jendela telah menghitam pekat, hanya diterangi lampu taman dan sisa pantulan lampu jalanan. Suasana rumah sunyi. Lampu-lampu sebagian telah dipadamkan. Hanya beberapa cahaya temaram yang tersisa di koridor dan ruang tengah.

Pintu utama terbuka pelan.

Kian masuk dengan langkah malas. Jasnya sudah terbuka, dasinya longgar tergantung di leher. Ia berjalan menuju kamar tanpa semangat.

Begitu masuk ke kamar, Kian terdiam sejenak di ambang pintu. Matanya menyapu ruangan yang sunyi, entah mengapa terasa hampa dan asing meski itu ruang pribadinya.

"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumamnya lirih.

Dengan gerakan malas, ia melempar tas kerjanya ke sofa. Napasnya terhela pelan, lalu tangan kanannya terangkat dan melepaskan dasi di lehernya dengan kasar—seakan ingin membuang segala penat yang melekat di tubuhnya.

Tiba-tiba, sosok Kanya terlintas.

Gadis bercadar itu. Ia pamit dengan tenang pagi tadi, namun meninggalkan kekosongan yang aneh dalam dirinya.

Kian memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan itu.

Namun semakin ia menepis, semakin kuat ingatan itu menyeruak—terutama momen ketika ia menyuruh Kanya melepaskan pakaiannya. Bukan karena nafsu, tapi karena ego. Karena marah. Karena bingung.

“Sial...” gumamnya pelan, mengusap wajah. “Kenapa aku malah teringat padanya sekarang?”

Ia masuk ke kamar mandi. Air dingin menyiram tubuhnya, tapi tak juga menyapu kekacauan di kepalanya.

Saat keluar dari kamar mandi, ia menyeka rambutnya dengan handuk. Matanya terhenti pada sudut ranjang.

Kosong.

Tapi dalam benaknya, ia melihat Kanya berdiri di sana… tengah menyiapkan pakaiannya dengan rapi, tanpa suara. Tanpa keluhan.

Satu malam. Hanya satu malam tidur bersama dalam kamar ini.

Selama pernikahan mereka, Kanya selalu menjaga jarak.

Sebelum malam kemarin, satu-satunya momen mereka berada dalam satu kamar hanyalah saat di rumah sakit—itu pun ia tidur di sofa, sementara Kanya di ranjang.

Tapi malam itu berbeda.

Untuk pertama kalinya… mereka benar-benar tidur di ranjang yang sama.

Tak banyak kata yang terucap, namun kehadiran Kanya terasa begitu nyata. .

Dan entah kenapa, begitu membekas.

Kian menghela napas berat, kasar. Ia duduk di tepi ranjang, menunduk, mencoba memahami pikirannya sendiri. Tapi bayangan lain menyeruak.

Friska.

Ia memejamkan mata lebih keras.

“Aku bahkan belum sempat minta maaf padanya…” gumamnya pelan. “Tapi ayahnya sudah menjatuhkan palu. Membuat semuanya berantakan.”

Lalu muncul tanya yang menyesakkan dada.

Apa aku harus menemuinya? Friska?

Dan berkata… jika Kanya menyerah, aku ingin kembali?

Tapi… apa Friska belum berpaling ke lain hati? Apa dia masih menunggu?

Dan ayahnya… setelah semua ini, apa dia akan membiarkan kami bersatu lagi?

Kian berdiri cepat. Pikirannya terlalu riuh. Ia butuh jeda.

Langkahnya membawanya ke dapur. Ia membuka kulkas dan menarik satu botol air dingin. Meneguk setengah isinya dalam satu tarikan panjang, seakan ingin mendinginkan kepalanya yang terasa panas, membakar dari dalam.

Saat hendak kembali ke kamar, suara langkah pelan terdengar dari arah koridor.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
anonim
Friska - patah hati boleh - kehormatan serasa tercampakkan - tidak bisa disangkal. Tapi di bawa mabuk sangatlah bertentangan sebagai umat muslim.
Waktu menolong Friska - Kian masih mengaku kekasihnya - w a d u h.
Kian - baru sadar - kenapa pergi menjemput Friska. Baru ingat kata-kata papa Keynan. Dinding yang tak tahu apa-apa kau tinju - kasihan.
Ee...eehh menyalahkan Kanya - gara-gara Kanya - orang kamu juga salah.
Kian - jangan mempermainkan ikatan suci yang namanya - perkawinan. Belajarlah kembali mencoba menerima kehidupan yang bukan pilihanmu - dan nyatanya saat dihadapan ayah Hasan - kau telah memilih jalanmu. Perlakukan Kanya dengan layak sebagai seorang istri - kalau Kanya sudah nyaman - wajahnya pasti dipersebahkan untukmu - Kian...wkwkwk.
Tinggal kamunya saja yang masih besarin EGO - gimana.
anonim
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/ amazing tuh si bodel bener-bener nyaman tinggal di rumah oma Can - dan mau-maunya ditinggal bunda tercayaaaaang /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Makanan kampung sangat cocok dimulut bodel Kayden.
Dibedakin mukanya juga tidak protes sampai bikin ngakak ayah Xander - juga readers pastinya - donat...donat bertoping gula lembut /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
anonim: Author...maaf banget ya.....
tadi di sambi kesibukan lain - yang sudah di baca tinggal kasih komen kok bisa nyasar...waduuuuhhh...sekali lagi maaf🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
anonim: waduuuuhhh maaf...kok bisa salah kamar siiihhhh/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 2 replies
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
hati Lo aja masih gamang berharap hak n kewajiban adeh pak ustad ketawa euyy ....pak ustad yeh pak ustad kian butuh ceramah nih
asih
lahhh kamu aja belum bisa menata hati mu kenapa buru buru minta jatah,Hak kewajiban kanya sebagai istri

kanya aja sdh menyanggupi akan memberikan Hak nya kalau kamu sanggup mencintai nya Dan hidup selamanya bersamanya ..kamu aja yg plin plan mas kian

seharusnya kamu juga mikir setiap pernikahan Siri pihak yg paling di rugikan itu wanita, kalau bisa buat kanya menjadi istri sah secara agama Dan negara dulu.baru minta hakmu kian
Anitha Ramto
oo iyaaa,siapakah dua pasang mata yang memperhatikan Kian dan Friska..
Papa Keynan dan Mama Aisyahkah..kalo iya bagus dong biar Kian di kasih wewejang lagi dari Papa Keynan yang telah melanggar untuk menemui Friska bahkan memeluknya....
Anitha Ramto
Kasihan juga Friska...,yang hancur karena gagal menikah dengan Kian

jika kamu ingin mendapatkan hakmu terimalah dulu Kanya dengan baik dan tulus saling nenerima walapun belum sepenuhnya,,minimal kamu bersikap baiklah pada Kanya jangan terlalu datar dan coba untuk mencintai Kanya...
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
sabar Kanya... hurmm.. wajah mu itu tidak harus kau sembunyikan di balik cadar mu..buka lah cadar mu... berikan saja apa yg suami kamu inginkan.. tawakkal kepada Allah SWT..soal tidak tidak mau menyentuhmu itu hak dia..asal kamu sudah izin menjalani kewajipan mu sebagai isteri
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
lebih baik terpegang anjing dari memegang seorang wanita yang haram di sentuh walaupun menyentuh wanita mahram tidak perlu di sertu..kian Kian 😬 kawal nafsu mu
Sri Hendrayani
kasian kanya
Felycia R. Fernandez
kamu aja blom jadi suami yang baik apa yang mau diharapkan...
kamu juga blum mengenal Kanya,
sebagai suami apa yang kamu ketahui tentang Kanya???
coba kamu mulai terima Kanya,jadikan dia prioritas mu, cintai dia setulus hati mu.
jangan hanya Friska doank yang kamu simpan dihati mu.
lagian kamu belum mengenal Kanya
Puji Hastuti
Sabar kian, waktunya setaun, ini belum seberapa
Dek Sri
lanjut
Felycia R. Fernandez
waaah ternyata Friska pelakor nya disini...
merasa dikhianati padahal kamu dan Kian pasangan pengkhianat sebenarnya
untung Kanya wanita bijak dan taat agama,klo gak mungkin Friska udah viral karena mengambil suami orang...
Siti Jumiati
lalu apa yang bias aku harapkan dari pernikahan ini,sabar kian coba kamu terima tawaran Kanya bahwa kamu mau membuka hati dan belajar mencintai Kanya.
septiana
lanjut kak semangat 💪🥰
Fadillah Ahmad
Huh,kalau Sama Pak Buntala,kau mungkin Sudah Tiada Kian. 😁😁😁 dan Kau tak akan bisa hidup nyaman,karena Pak Buntala akan Menfhantuimu sampai ke alam mimpi 😁😁😁
Fadillah Ahmad
"Angkat Kaki?" Apa Maksudnya itu Kak Nana? Apa Kakinya di angkat sebelah untuk berjalan? Padahal dia punya dua kaki?
Fadillah Ahmad: Terima Kasih Kak, ata jawabannya 🙏🙏🙏 Aku Baru Tahu loh Bahwa IGD Dan UGD 8tu Berbeda... Selama ini Aku mengira IGD Dan UGD itu sama Kak Nana... Terima Kasih Banyak loh Kak Nana,ini Menambah Wawasan aku kak... Sekali lagi Terima Kasih Banyak Ya Kak 🙏🙏🙏
🌠Naπa Kiarra🍁: Wah, pertanyaannya luar biasa out of the box! 🤣🔥

Langsung aja kita bahas satu-satu, Kak!

🏥 UGD vs IGD

UGD (Unit Gawat Darurat)

Biasanya ada di rumah sakit kecil atau puskesmas. Dokternya biasanya dokter umum, dan fasilitasnya standar. Fungsinya lebih fokus pada penanganan darurat awal, sebelum pasien dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika diperlukan.

IGD (Instalasi Gawat Darurat)

Ini versi “sultan”-nya UGD 😎 Biasanya di rumah sakit besar, dengan fasilitas lengkap dan dokter spesialis standby. Siap tangani kondisi berat kayak serangan jantung, stroke, atau kecelakaan serius.

Jadi bisa dibilang:

UGD = standar emergency

IGD = VIP emergency lounge
total 2 replies
Fadillah Ahmad
F8sioterapi Itu Apa Kak Nana?
Fadillah Ahmad
Apa Bedanya UGD Dan IGD Kak Nana?
anonim
Kian jangan kasar kau sama istri - setidaknya pakai bahasa yang baik. Jiiiaaaahhh Kian - istri mana yang senang suaminya berbagi dengan wanita lain. Kian menantang Kanya nih...minta haknya sebagai suami - sekarang. Disambutlah permintaan Kian - kesanggupan Kanya untuk memberikan kewajibannya sebagai istri - sekarang - dengan dua syarat. SKAKMATT !
Bagaimana Kian ????
Oooo....ternyata noda lipstik dan aroma parfum Friska yang mabuk di tolong Kian.
Kelakuan sang mantan yang hatinya sedang retak - di bawa mabuk rupanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!