"Aku terbangun di dunia asing. Tanpa ingatan, tanpa petunjuk, tapi semua orang memanggilku Aqinfa—seolah aku memang gadis itu."
Namun, semakin lama aku tinggal di tubuh ini, semakin jelas satu hal: ada sesuatu yang disembunyikan.
Wajah-wajah yang tampak ramah, bisikan rahasia yang terdengar di malam hari, dan tatapan pria itu—Ziqi—seolah mengenal siapa aku sebenarnya... atau siapa aku seharusnya menjadi.
Di antara ingatan yang bukan milikku dan dunia yang terasa asing, aku—yang dulu hanya Louyi, gadis sederhana yang mendambakan hidup damai—dipaksa memilih:
Menggali kebenaran yang bisa menghancurkanku, atau hidup nyaman dalam kebohongan yang menyelamatkanku.
Siapa Aqinfa? Dan… siapa sebenarnya aku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amethysti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
drama buatan
Langit mulai berwarna keemasan. Latihan pagi itu telah berakhir. Suasana lapangan mulai lengang, hanya tersisa suara pedang yang disarungkan dan para murid yang mulai berkemas.
Aqinfa menjatuhkan tubuhnya ke rumput dengan wajah cerah, pipinya merah, napasnya ngos-ngosan. “Hari ini... sungguh... hari paling romantis yang pernah kumiliki…”
Keempat sahabatnya berdiri di dekatnya dengan ekspresi campuran antara prihatin dan pasrah.
“Qinfa, ayo ke aula istirahat. Makan, mandi, atau... sadar.” (seru Axia sambil menarik-narik lengannya).
Namun Aqinfa menepis pelan. Matanya masih melirik ke arah Ziqi, yang tampak membersihkan pedangnya dengan tenang.
“Aku... mau di sini sebentar,” bisiknya, lalu menambahkan, “Mungkin... dia akan bicara padaku.”
Weyi mendekat dan melipat tangan di dada. “Kami memberimu waktu. Tapi begitu dia pergi, kau ikut kami. Deal?”
“Deal!” (serunya, masih berbaring dramatis di rumput seperti pahlawan yang terluka cinta).
Beberapa menit kemudian, langkah pelan terdengar. Ziqi berjalan mendekat. Matanya menatap Aqinfa sebentar.
Aqinfa langsung duduk tegak, senyumnya bersinar lebih cerah dari cahaya mentari.
Tapi…
“Aku ada urusan. Pergi dulu.” kata Ziqi pelan, suaranya tetap datar.
“Hah?!”
Aqinfa hampir terjatuh kembali ke tanah. Matanya membelalak. “Apa-apaan ini! Senior! Jangan bilang kau meninggalkanku! Kita baru memulai kisah pelatihan kita!”
Ziqi menoleh sedikit, menatapnya dengan wajah tenang. Dan tanpa berkata apa-apa lagi, dia tersenyum tipis… lalu melangkah pergi.
“Tunggu! Senior! Jangan lupakan aku!! Aku... aku akan yakinkan diriku... tak akan pernah melupakanmu!!!”
Aqinfa teriak dari belakang seperti sedang syuting drama kerajaan.
Keempat sahabatnya serempak mendekat, ekspresi mereka seperti menahan gelas teh agar tidak tumpah karena guncangan tawa.
Seril: “Wah... sekarang dia bisa bikin drama. Hebat.”
Dwiyu: “Aku terkejut, Qinfa. Tapi... jujur saja, itu agak menghibur.”
Axia: “Apa kita harus mulai daftar ke teater akademi?”
Weyi hanya memegangi kepala. “Ini pasti efek samping dari disentuh cowok dingin.”
Aqinfa tidak menjawab. Dia tetap duduk, tatapannya menatap punggung Ziqi yang makin menjauh. Tapi... sebelum lelaki itu benar-benar hilang di balik lorong taman latihan
Ziqi menoleh sedikit.
Dan... mengangkat jari telunjuknya sebentar, seperti menyapa.
Aqinfa terpaku.
Beberapa detik kemudian, dia bangun dengan loncatan kecil. “Oke! Aku puas!”
Seril: “Apa-apaan tuh loncat kayak katak bahagia.”
Axia: “Sudahlah. Yuk, kita ke aula makan. Sebelum dia jatuh cinta lebih dalam pada bayangannya sendiri.”
AULA PERISTIRAHATAN
Seperti biasa, aula itu penuh tawa dan suara piring. Aroma sup hangat memenuhi udara. Aqinfa dan keempat sahabatnya duduk di meja dekat jendela.
Mereka mulai makan sambil tertawa, mencela satu sama lain, dan seperti biasa... Aqinfa tak berhenti berceloteh soal betapa kerennya Ziqi mengangkat jari kecilnya.
“Dan tahukah kalian?! Itu bukan jari biasa! Itu jari dari surga! Dari surgaaa!!” serunya.
Dwiyu “Bisa diam sedikit, putri salju?”
Weyi“Dia udah gila. Tapi setidaknya gembira.”
Dan di sela suara gelak tawa mereka, Aqinfa sempat menatap langit senja di luar jendela.
“Meski cuma senyum tipis... dan satu lirikan, aku yakin dia tidak akan melupakanku.”(lirih aqinfa dengan nada percaya diri).
"Ya..ya baiklah dia punyamu..kau puas!"(seru weyi sambil tersenyum dengan mata melirik aqinfa).
"tenang saja aqinfa ,aku mendukungmu!"(celetuk axia dengan semangat mengepalkan satu tangannya).
"dasar kalian ini..."(aqinfa merangkul weyi dan axia).