NovelToon NovelToon
CINTA DALAM ENAM DIGIT

CINTA DALAM ENAM DIGIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Mafia / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: reni

Aurelia Nayla, tumbuh sebagai gadis lugu yang patuh pada satu-satunya keluarga yang ia miliki: Dario Estrallo. Pria yang dingin dan penuh perhitungan itu memintanya melakukan misi berbahaya—mendekati seorang dosen muda di universitas elit demi mencari sebuah harta rahasia.

Leonardo Venturi. Dosen baru, jenius, dingin, dan tak tersentuh. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, kecuali Dario—musuh lama keluarganya.
Yang tak diketahui Dario, kode untuk membuka brankas warisan sang raja mafia justru tersembunyi di tubuh Leo sendiri, dalam bentuk yang bahkan Leo belum ketahui.

Sementara Aurelia menjalankan misinya, Leo juga bergerak diam-diam. Ia tengah menyelidiki kematian misterius ayahnya, Alessandro Venturi, sang raja mafia besar. Dan satu-satunya jejak yang ia temukan, perlahan menuntunnya ke gadis itu.

Dalam labirin rahasia, warisan berdarah, dan kebohongan, keduanya terseret dalam permainan berbahaya.
Cinta mungkin tumbuh di antara mereka,
tapi tidak semua cinta bisa menyelamatka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Persiapan pesta

Kamar asrama sore itu penuh dengan suara riuh. Semua penghuni kamar sedang sibuk mempersiapkan diri untuk pesta penyambutan mahasiswa baru yang akan diadakan minggu depan di Hotel Rosabella. Gaun-gaun cantik, perhiasan, dan sepatu-sepatu elegan berserakan di seluruh sudut kamar. Rania memegang gaun berwarna pastel dengan penuh rasa ingin tahu, sedangkan Salma berdiri di depan cermin, mencoba memadupadankan gaun dengan sepatu hak tinggi.

“Gaun ini cantik banget, tapi nggak tahu deh, agak kebesaran.” Rania memiringkan kepala sambil melihat dirinya di cermin.

“Aduh, jangan ngomong kebesaran, nanti malah enggak jadi pakai! Itu tuh bagus banget di kamu, Ran!” jawab Salma penuh semangat, meraih gaun berwarna lilac dari tangan Rania dan menggelengkan kepala.

Di sisi lain kamar, Nadin tampak duduk bersila di atas kasur dengan ekspresi serius. Matanya terfokus pada dua pilihan gaun yang ada di tangannya—satu berwarna gold yang berkilau, satunya lagi hitam pekat dengan detail renda halus.

“Gold atau hitam ya?” Nadin merenung, menyandarkan punggungnya ke dinding.

“Aduh, ya ampun, Nadin, pilih aja yang mana! Nanti udah jam berapa sih?” tanya Rania sambil tertawa, sambil mencoba menyarungkan gaun yang ia pilih ke tubuhnya.

Nadin hanya tersenyum, tanpa menjawab, dan terus menatap gaun-gaun itu, seakan-akan pilihan itu bisa menentukan keseluruhan nasib malam nanti.

Lia, di sisi lain, hanya duduk di sudut kamar dengan ekspresi datar. Ponsel di tangannya terus berbunyi, tapi ia hanya melirik sekilas. Begitu sibuknya teman-temannya, begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk acara yang mereka anggap penting, sementara Lia—hanya duduk di sana, tak terlalu tertarik. Ia sudah memutuskan untuk tidak terlibat, atau lebih tepatnya, tidak tahu harus bagaimana.

Beberapa kali Lia mengangkat ponselnya, hanya untuk menurunkannya lagi, enggan membalas pesan atau bahkan membuka aplikasi media sosial. Ia hanya merasakan ketegangan yang meningkat dalam dirinya, tetapi tak ada satu pun yang bisa ia lakukan untuk mengubahnya. Begitu banyak yang harus dipersiapkan, tetapi ia merasa dirinya kosong. Apa pentingnya acara ini?

Mata Lia tiba-tiba teralihkan oleh suara ketukan pintu yang datang dari arah luar. Semuanya langsung berhenti sejenak, mata mereka terfokus pada pintu. Seorang kurir berdiri di ambang pintu, membawa sebuah kotak besar dengan pita biru metalik yang menyilaukan.

"Paket untuk Aurelia Nayla," ucap kurir itu sambil menyerahkan kotak kepada Lia.

Lia hanya menatap kotak itu sejenak, tak terlalu terkejut. Semua temannya menatapnya, penasaran. “Lia, paket? Siapa yang kirim?” tanya Nadin dengan nada tak sabar.

Lia mendesah pelan, namun matanya sudah bisa menebak siapa pengirimnya. Ia merasa seolah sudah tahu isi paket itu, meskipun tidak ada petunjuk lain selain pita biru itu. Tanpa berkata apa-apa, Lia mengambil kotak itu dan menaruhnya di atas meja dekat tempat tidur. Ia membuka pita biru itu perlahan, dengan tangan yang sedikit ragu. Ternyata, ia tak salah menebak. Isi paket itu adalah gaun malam, yang begitu mewah dan glamor.

Nadin, yang memang selalu penasaran, langsung mendekat dengan senyum lebar. “Wah, gaun mewah banget! Ini pasti dari cowok kamu, ya? tapi sejak kapan kamu punya cowok, kok aku gak pernah tau?” Dengan wajah penuh tanya Nadin terus menghujani Lia dengan banyak pertanyaan.

Lia hanya diam. “Mungkin salah kirim,” jawabnya pelan, meskipun ia tahu pasti dari siapa itu.

Nadin yang masih terpesona hanya melihat kain dan warna dari gaun itu langsung membuka kotak dan mengeluarkan gaun tersebut. Mata semua orang langsung tertuju pada gaun itu. Gaun berwarna merah anggur yang mempesona dengan bahan satin halus yang memantulkan cahaya. Gaun itu memiliki potongan leher berbentuk V yang sangat rendah dan tali bahu tipis yang membuat punggungnya hampir seluruhnya terbuka. Desainnya mewah, dan jahitan yang rapi menunjukkan kualitas terbaik.

“Gak mungkin salah kirim, nama dan nomor kamarnya benar kok. Ini beneran buat kamu Lia!" ucap Nadin yakin. "Lia, ini cantik banget. Coba aja deh!” imbuhnya kemudian dengan sorot mata yang bersinar.

Nadin menarik-narik tangan Lia dengan penuh semangat, seakan gaun itu sudah menjadi miliknya. "Lia, serius deh, coba! Pasti cocok banget sama kamu!"

Lia menatap gaun itu tanpa ekspresi. Tanpa mengatakan apa-apa, ia hanya menutup kembali kotak tersebut. “Aku nggak mau pakai. Terlalu terbuka,” jawabnya datar.

“Lia, kamu jangan gitu dong! Ini gaun banget, loh! Coba aja! Biar nggak nyesel!” Salma berteriak sambil menggoyangkan gaun itu di depan wajah Lia. "Ini kesempatan langka, Lia! Kamu bakal jadi pusat perhatian!"

Lia hanya menggelengkan kepala pelan. Wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan, tapi ia tetap berusaha tenang. “Aku nggak nyaman, Salma. Terlalu terbuka untukku.”

Nadin tiba-tiba berdiri di depan Lia, wajahnya serius. “Lia, kalau kamu nggak pakai itu, nanti kamu bakal nyesel. Ini kesempatan sekali seumur hidup. Kamu nggak akan dapet gaun seperti ini lagi. Coba aja dulu. Kalau nggak suka, tinggal dilepas.”

Lia menghela napas panjang, masih tidak yakin. Ia merasa terlalu dipaksa, tetapi melihat tatapan penuh harap dari teman-temannya, ia akhirnya menyerah. “Fine, aku coba, tapi cuma sebentar.”

Nadin yang sepertinya sangat senang langsung bertepuk tangan. “Akhirnya! Lia, kamu nggak bakal nyesel, deh!”

Lia berjalan menuju kamar mandi dengan langkah berat. Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka perlahan, dan Lia muncul dengan gaun itu. Suasana di dalam kamar seketika menjadi sunyi, semua orang menatap Lia dengan mulut terbuka.

Gaun itu menempel sempurna di tubuh Lia. Potongan gaun yang rendah di bagian dada semakin menonjolkan lekuk tubuhnya, dan bagian belakangnya yang terbuka hampir sempurna menunjukkan kulit putihnya yang halus. Warna merah anggur gaun itu menyatu indah dengan warna kulitnya, dan saat dia bergerak, gaun itu memantulkan cahaya dengan cara yang sangat elegan.

Nadin, yang sebelumnya terlihat tenang, sekarang terbelalak dengan mulut terbuka. “Astaga, Lia… kamu… kamu cantik banget,” bisiknya, matanya tak pernah lepas dari penampilan Lia yang luar biasa.

Lia menundukkan kepala, memegang ujung gaun itu dengan tangan yang gemetar. “Terlalu seksi,” katanya pelan, dengan suara hampir tak terdengar. Ia merasa gugup, tetapi ia berusaha tetap tenang.

Rania yang sebelumnya diam kini juga membuka mulut. “Lia, ini… ini sempurna banget. Kamu harus pakai ini di acara nanti. Semua mata pasti akan tertuju padamu.”

“Ya, kamu luar biasa!” Salma menambahkan. “Kalau kamu nggak pakai ini, bakal sia-sia banget. Kamu cantik banget, Lia!”

Nadin langsung maju, memegang tangan Lia. “Ini beneran sempurna untukmu, Lia. Kamu pasti bakal mencuri perhatian semua orang!”

Lia hanya diam, meskipun dalam hatinya ada keraguan besar. Ia tahu ini adalah permainan—dan Dario tentu saja tahu bagaimana caranya membuatnya terjebak dalam permainan itu. Tapi entah kenapa, ia tidak bisa menolak sensasi yang muncul saat melihat dirinya di cermin. Mungkin itu yang diinginkan Dario. Mungkin dia ingin melihat Lia dalam sorotan. Tapi, apakah Lia ingin bermain sesuai dengan aturan itu?

Senyuman tipis muncul di wajah Nadin. “Aku tahu kamu bakal suka. Ini adalah malammu, Lia.”

---

Pov Leo

Di dalam ruang kerjanya yang gelap, Leo duduk tegak di depan meja, memandangi laptop yang tak menunjukkan apa-apa. Pikirannya terfokus pada satu hal. Pada Lia.

"Dia pasti datang," gumamnya dalam hati. "Dan Dario… kalau dia pikir bisa mengendalikannya begitu saja, dia salah."

Sambil memijat pelipisnya, Leo berbalik ke arah jendela besar, menatap langit malam yang penuh bintang. “Kalau Dario mencoba memanfaatkan Lia, maka aku yang akan menunjukkan siapa yang seharusnya memegang kendali.”

---

Pov Dario

Sementara itu, di ruang lain yang gelap dan dingin, Dario berdiri di depan layar besar yang memperlihatkan rekaman video kamera tersembunyi. Video itu menunjukkan Lia dengan gaun merah anggurnya, tampak seperti boneka cantik yang diatur. Senyumnya muncul tipis, seperti predator yang baru saja mendapatkan mangsanya.

“Begitu, Lia,” bisiknya pelan. “Acara ini akan menjadi awal dari semuanya. Dan kamu akan berada di pusatnya.”

---

1
Gingin Ginanjar
bagus banget/Drool//Drool//Drool/
Langit biru: Terimakasih/Kiss/ Baca terus ya🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!