Selama ini, Rambo mengutuk diri dalam kehidupan nikah paksa yang terjadi antaranya bersama Erin 3 bulan belakang. Sayang, tak ada ruang untuk Erin dalam kehidupan Rambo yang masih memendam cinta lama.
Hingga semua berubah ketika waktu mempertemukannya kembali dengan sang pujaan hati di masa lalu, Marwah.
Dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama-sama telah menikah, Rambo yang tak bisa menahan rasa cintanya pada Marwah, akhirnya terjebak dalam konflik terlarang dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan ancaman yang semakin banyak, terutama pada Marwah yang sering mendapat kekerasan dari suaminya, juga Erin yang tak mau melepaskan Rambo, mampukah Rambo melindungi wanita yang dicintainya... Atau haruskah ia menerima hidup bersama Erin selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Perempuan Kuat
"Aku tidak mau jadi janda, Mas---" Erin merintih, berusaha menarik napas, namun air mata terus membuatnya sesak. "Aku tidak mau kehilangan kamu---"
Dia menangis, tapi bukan di pundak orang lain, apalagi pundak Rambo. Dia menangis di ujung ranjang, selimut menopang kesedihannya waktu itu. Pernikahannya sudah berada di ujung tanduk saat ini, dan upaya terakhir untuk menyelamatkannya justru semakin memperburuk keadaan.
Erin membangkitkan kepalanya dari sandaran dan berkata, "Semua ini karena pembantu itu! pengkhianat!"
Kemudian dengan penuh emosi yang menyala, dia turun dari kamar menuju dapur. Untuk apa lagi, jika bukan menghakimi Marwah.
"Kamu pembohong yang payah," Ujar Erin dengan tamparan singkat. "Dan itu sangat jahat. Karena kamu berani mengambil suami orang lain, berani merusak kebahagiaan perempuan lain. Itu menunjukkan kalau kamu memang perempuan rendahan yang pertama kali ku lihat!"
Sementara Marwah mematung setelah mendapatkan hantaman mentah itu. Pupil coklat itu membulat sempurna memandang wanita ganas di depannya.
"Ada apa Bu?"
Belum selesai Marwah menanyakan itu, satu tamparan lagi mendarat di sisi lain pipinya. Tamparan yang cukup kuat sehingga mampu menjatuhkan Marwah ke bawah.
"Kamu masih bertanya? Atau kamu memang bodoh? Perempuan jahat! Jangan kamu pikir aku tak tahu apa yang sudah kamu lakukan! apa yang sudah kamu katakan pada suamiku!"
"Saya sudah menuruti semua keinginan ibu. Saya sudah sampaikan semuanya dengan Bapak tadi." Jawab Marwah dengan suara yang lambat.
Namun, jawaban demikian malah membuat Erin makin geram, sehingga ia memilih untuk mengambil benda terdekat, semacam wadah plastik berisi sayur-sayuran, dan di pukulkan nya ke badan Marwah, bertubi-tubi.
"Katakan semua dengan Bapak? Kamu bilang sudah mengatakan semuanya dengan Bapak?! dasar perempuan rendahan! memangnya apa yang kamu sampaikan dengan suamiku, Ha? Kamu pikir aku tidak tahu?!" Ujar Erin, nada suaranya keras, sekeras pukulannya di tubuh Marwah, di tangan, di paha, di pinggang, betis...
Jelas Marwah merasakan sakit, benda yang dipukulkan itu memang hanya barang plastik, tapi sakitnya bukan main, terutama karena dihantamkan secara membabi buta, penuh kekuatan dan kemarahan dari Erin.
Begitu sakitnya, sampai membangkitkan gairah Marwah untuk menghentikan tangan majikannya itu. Tapi, ia teringat pada satu perkataan.
-----Turuti lah alur, jangan pernah melawan, memberontak, atau banyak berpikir.
'Apakah ini maksud Om Gondrong? Apakah ini maksud dari perkataannya itu, aku cukup menuruti alur. Tapi pukulannya sangat sakit,' Pikir Marwah berusaha menahan perih yang luar biasa.
Lalu Marwah berteriak, dengan suara yang cukup melengking. Sayangnya, suaranya masih kurang besar untuk ukuran dapur Rambo yang jauh lebih besar. "Bu, ampun bu. Sakit bu. Aku sudah menuruti semua keinginan ibu. Aku sudah mengatakan pada Pak Rambo dan sudah coba untuk meyakinkannya."
Sayangnya Erin sudah tak peduli, ia masih melepaskan hasrat kemarahannya pada Marwah. Wadah plastik itu masih terus naik turun, mendarat ke badannya.
"Meyakinkan katamu?! Menyakinkan dia untuk menceraikan aku! Begitu kan! Dasar t0lol. Kamu berkata pada suamiku, kalian tak masalah kan hidup berdua walau penuh kesusahan? kamu berkata pada suamiku, kalau kamu sangat mencintainya sehingga kalian pantas hidup bersama?!Kamu perusak rumah tangga orang! memang pantas kamu mendapatkan pukulan ini. Malah seharusnya, kamu itu pantas untuk mati Marwah!" Erin menaikkan suaranya.
"Kalau saja mayat mu tak berbekas, mungkin aku sudah habisi kamu sekarang. Aku bisa bebas melampiaskan hasrat kemarahanku ini padamu, andai tak ada bukti mayat! Karena kamu itu lebih baik mati!"
Mata cokelat bening itu terbuka, meski terasa seakan setiap saraf dalam tubuh Marwah membeku. Terutama saat baru saja ia menerima kata dari Erin. Kata itu bukan membuatnya takut, tapi justru agaknya membuatnya paham pada perintah Rambo tadi.
Wajahnya mendongak dan pandangannya melebar pada sudut depan dapur, tepatnya pada Kamera, ia baru teringat pada benda tersembunyi yang dipasang Rambo sesaat tadi.
Hampir ia berlalu-lalang pada pemikiran dan pertanyaan yang seharusnya sudah mampu ia terka, hampir ia marah pada Rambo karena meninggalkannya sendiri di rumah ini menghadapi Erin. Hampir ia salah paham pada Rambo, karena telah memfitnahnya, membuat Erin marah besar padanya. Menyudutkannya pada Erin.
"Om, aku sungguh terharu. Tak ku sangka pemikiranmu bisa sejauh ini, aku tahu hasil kamera itu akan kamu pakai sebagai senjata untuk menekan balik bu Erin. Jadi, inilah maksudmu agar aku cukup mengikuti alur, jangan melawan, memberontak. Aku paham sekarang Om. Kamu sengaja memfitnahku agar ibu marah besar. Kamu sengaja meninggalkan rumah, agar ibu berani memukulku." Gumam Marwah dalam hati, air mata mengalir dari pelupuk matanya yang jelita. Meski ia sendiri tak tahu itu air mata karena kesakitan atau air mata keharuan.
Intinya, momen ini telah membuat Marwah paham pada tiap kata yang diucapkan Rambo padanya.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, memang diperlukan beberapa pengorbanan. Dan rencanaku ini mungkin akan sedikit menyebalkan. Bukan cuma padaku, tapi kamu juga. Tapi seperti kataku barusan---Kamu adalah perempuan yang kuat.
"Aku adalah perempuan yang kuat, Om telah mempercayaiku. Aku tahu ini berat sekali. Tapi, rasa sakit yang ku dapati ini, tidaklah sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan ibu sekarang. Maafkan kami.... "
...****************...
Halo.. Author Sanskeh di sini 🙋
Author ucapkan Terima kasih untuk dukungan kalian sampai sekarang zeyeng (´༎ຶ ͜ʖ ༎ຶ `)♡
Seperti kemarin! Author dan Om gondrong mohon bantuan like kalian ya! (Termasuk di BAB sebelum ini :'( Soalnya likenya masih jauh banget dari bab yang lain huhu) Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk karya ini! Love bertubi-tubi....
Oh, besok senin! Jangan lupa kasih vote ya! Author maksa banget (ಥ ͜ʖಥ)
Maafkan author yang banyak mau ಥ_ಥ Sampai ketemu di BAB selanjutnya... Author sayang kalian... Ta ta 👋