NovelToon NovelToon
Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pelakor jahat
Popularitas:959
Nilai: 5
Nama Author: Miss Saskya

"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"

"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"

"Kau terlalu berani Signorina Ricci"

"Aku bukan mainan mu"

"Aku yang punya kendali atas dirimu"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghindar

Suasana aula besar kampus pagi itu dipenuhi suara bisik-bisik mahasiswa.

Mata kuliah terbuka dengan dosen tamu terkenal memang selalu menarik perhatian. Deretan kursi depan sudah dipenuhi oleh mahasiswa rajin, sementara bagian belakang lebih ramai oleh kelompok yang datang sekadar untuk “absen” dan mengisi suasana.

Bianca melangkah masuk dengan gaya percaya diri. Blazer putih tipisnya dipadukan dengan rok hitam sederhana tapi berkelas.

Seperti biasa, ia tidak sendirian. Di belakangnya ada tiga temannya dari circle elit, anak-anak orang kaya yang senang tampil mencolok.

Tawa mereka terdengar jelas, bahkan sebelum mereka duduk di deretan kursi tengah.

Sementara itu, di sisi kanan aula, Ava sudah lebih dulu duduk bersama dua temannya dari circle sederhana. Buku catatan terbuka di hadapannya, pena sudah siap di genggaman.

Ia memilih kursi dekat dinding, agar tidak terlalu mencolok. Meski begitu, sorot matanya fokus seakan tidak ada yang bisa mengganggu konsentrasinya.

“Eh, lihat tuh.” Salah satu teman Bianca bernama Sienna melirik ke arah Ava.

Nada bicaranya terdengar meremehkan. “Si kutu buku lagi siap-siap kayak mau ujian nasional. Padahal ini cuma kuliah umum.”

Elara teman Bianca, cewek dengan rambut bergelombang menimpali. "Well, kalau mereka gak serius beasiswa mlbisa melayang."

Sienna terkekeh mengejek. "Dasar miskin!."

Bianca tidak menimpali. Ia sekilas menoleh, memperhatikan Ava yang serius menyalin sesuatu di buku catatannya.

Ada sesuatu yang berbeda pada gadis itu. Wajahnya tidak asing, tapi Bianca tidak bisa mengingat di mana pernah melihatnya.

Ketiga mahasiswi itu duduk di bangku yang masih kosong, Sienna dan Elata sibuk touch up make up mereka. Sementara Bianca nemilih untuk scrolling sosial media miliknya.

Tak lama kuliah pun dimulai.

Dosen tamu, seorang profesor muda membawakan materi tentang leadership in modern organizations. Suaranya berwibawa, penuh energi.

Penyampaian materi berjalan selama 40 menit, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, kelas sempat hening.

Hingga kemudian, Ava mengangkat tangan dengan tenang dan semua mata tertuju kepada gadis itu.

“Prof, bagaimana cara membangun kepemimpinan yang tetap efektif di lingkungan kerja yang penuh konflik internal? Apakah pendekatan kolaboratif selalu lebih baik daripada pendekatan hierarki?”

Pertanyaan itu membuat ruangan sejenak terdiam. Profesor tersenyum lebar.

“Itu pertanyaan yang sangat bagus!. Jarang sekali ada mahasiswa yang menyoroti isu konflik internal dalam kepemimpinan. Nama kamu siapa?”

Ava berdiri pelan. “Ava, Prof.”

Profesor menangguk, lalu menjelaskan panjang lebar, bahkan sempat menjadikan pertanyaan Ava sebagai contoh diskusi.

Dari deretan kursi tengah, Sienna mendengus pelan. “Aduh, ada-ada aja. Gayanya kayak dosen muda yang pengen dapat spotlight. Pasti biar dipuji lagi.”

Tawa kecil terdengar dari circle elit, tapi tidak dari Bianca. Ia justru memperhatikan Ava lebih dalam. Gadis itu bicara dengan percaya diri, jelas, dan tanpa sedikit pun rasa takut pada tatapan mahasiswa lain.

“Dia pintar,” gumam Bianca lirih, nyaris tidak terdengar.

Elara menoleh cepat. “Hah? Kamu bilang apa Ca?”

Bianca menggeleng. “Nggak apa-apa.”

Ava di sisi lain, menyadari tatapan Bianca padanya. Hatinya menegang sejenak. "Bianca Valente… adik Tuan Kairos. Kalau dia tahu aku Ricci, aku pasti habis. Lebih baik jaga jarak."

Ava menunduk lagi, mencatat poin-poin jawaban profesor dengan cepat.

Setelah kuliah selesai, mahasiswa mulai bubar. Sienna dan Elata masih saja mengomentari Ava.

“Serius deh, kalau dia sering kayak gitu, bisa-bisa semua dosen kenal. Tapi… ya ampun, gayanya norak banget. Kasihan, nggak punya circle yang bener.”

Bianca hanya terdiam, berjalan di tengah mereka. Untuk pertama kalinya, ia tidak sepenuhnya nyaman dengan komentar circle-nya sendiri.

Tatapannya sempat sekali lagi jatuh pada Ava yang sibuk memasukkan buku ke tas. Ada sesuatu pada gadis itu yang membuatnya penasaran, lebih dari sekadar mahasiswa pintar biasa.

____________________________________________

Sementara disisi lain,

Koridor rumah sakit siang itu terasa lebih riuh dari biasanya.

Perawat-perawat yang lewat menoleh sekilas, beberapa bahkan berbisik, ketika seorang pria tinggi dengan jas hitam rapi masuk sambil menenteng buket bunga mawar putih yang begitu besar, seakan lebih cocok untuk perayaan pesta daripada menjenguk pasien.

Di belakangnya, seorang wanita muda, Stella berjalan dengan susah payah. Kedua tangannya penuh kantong buah segar.

Apel, anggur, pir bahkan semangka besar di dalam wadah jinjingan. Wajahnya tersamar oleh rambut panjang yang tergerai, tapi lelahnya jelas.

Kairos Valente.

Nama yang tidak asing, sosok yang selalu menarik perhatian ke mana pun melangkah.

Setiap mata di lobby dan koridor lantai itu seolah mengikuti gerakannya.

Seorang perawat bahkan tanpa sadar menghentikan langkah, terpaku pada keanggunan sekaligus aura intimidatif yang ia pancarkan.

Dari arah lain, Luca baru saja keluar dari ruang pasien VVIP nya setelah memastikan kondisi pasien stabil.

Ia berhenti di tempat ketika melihat pemandangan itu. Mulutnya terangkat dalam senyum sinis, lalu mendekat.

“Serius, Kai?” Luca bersedekap, matanya mengarah pada buket bunga raksasa itu, lalu bergeser pada Stella yang hampir kehilangan keseimbangan membawa buah.

“Lo pikir kita lagi bikin pameran florist sama stan buah di sini?”

Beberapa orang menahan tawa kecil, tapi cepat-cepat menunduk begitu tatapan Kairos menyapu mereka.

Kairos sama sekali tidak terpengaruh. Sorot matanya dingin, langkahnya mantap menuju kamar Aurora. “Gue nggak mau dia kekurangan apa pun.” Suaranya datar, seolah tak peduli pada keributan kecil yang ia ciptakan.

Luca mendengus, lalu menepuk bahunya sambil setengah terkekeh.

“Lo kebanyakan drama. Aurora butuh istirahat, bukan pasar buah-buahan atau kebun bunga pindah ke kamarnya.”

Kairos berhenti sebentar, menoleh pada Luca dengan tatapan menusuk. “Biarin aja orang lihat. Gue cuma pengen dia tahu, gue datang bukan tangan kosong.”

Stella di belakangnya menunduk makin dalam. Bahunya sedikit bergetar menahan beban kantong-kantong buah. Luca menatapnya sekilas, sorotnya berubah lembut.

“Kasihan tuh anak buah lo,” sindir Luca, kali ini lebih serius.

“Lo tau kan dia bukan kuli angkut?”

Kairos hanya menggerakkan tangan seakan menyuruh Stella untuk tetap kuat, lalu kembali melangkah.

Tidak ada jawaban lain, aura dominannya menelan semua komentar.

Luca menatap punggung Kairos yang semakin jauh, lalu menggeleng sambil mendesah. “Lo beneran keterlaluan, Kai tapi ya itu gaya lo banget.”

Dan untuk sesaat, Luca sempat berpikir di balik sikap berlebihan itu, ada sesuatu yang Kairos tutup rapat entah obsesi, entah rasa bersalah, atau mungkin sebuah cinta yang datang tiba-tiba.

Tbc🐼

1
lollipop_lolly
🥰
lollipop_lolly
gimana mansion keluarga Lendro Valente guyss?☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!