Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ingin menjadi kedua
"Kamu mengusir mama?"
Pertanyaan dengan intonasi tegas itu berhasil mengambil perhatian Diandra di dapur dia menoleh dan mendapati Ramon berdiri dengan wajah kesalya.
"Mas, aku ...."
"Begini cara kamu memperlakukan mama jika mas sedang tidak ada? Diandra dia itu mama aku, kenapa kamu tega."
"Aku tidak bermaksud mengusir mama Mas, aku hanya membela diri. Aku tidak ingin dimadu dan jika mama bersihkeras lebih baik kita berpisah ...."
"Oh jadi kamu ingin berpisah hanya karena masalah sepele seperti ini? Meski mama bersih keras jika mas tidak mau maka semuanya tidak akan terjadi. Atau kau memiliki pria lain di luar sana?"
"Mas Ramon?" Diandra menatap tidak percaya pada suaminya. Dia menunduk dan berniat meninggalkan dapur tetapi tangannya malah ditarik hingga mendarat di pelukan suaminya.
Elusan pelan di pundaknya berhasil mengaktifkan isakan pilu dari bibir mungilnya.
"Mas hanya mencintaimu Diandra, mana mungkin menuruti keinginan mama," bisik Ramon penuh kelembutan. "Hanya saja mas tidak suka jika kamu kasar pada mama. Mama satu-satunya orang tua yang mas punya," lanjut Ramon.
"Dan aku hanya punya mas di dunia ini, tolong jangan tinggalkan aku," lirih Diandra semakin mengeratkan pelukannya.
Berhasil diyakinkan, kini Diandra jauh lebih tenang dari sebelumnya. Dia tidak butuh mertua yang baik padanya, dia hanya butuh suaminya di dunia ini.
Saat makan malam tiba dia dan Ramon berjalan beriringan ke meja makan, menunggu tamu yang katanya calon istri suaminya.
Baru saja akan duduk, bel rumah berbunyi sehingga Diandra berinisiatif untuk membukanya sendiri. Senyumnya mengembang melihat siapa yang datang bertamu saat hendak makan malam.
"Via? Kok tidak mengabariku kalau mau datang? Ayo masuk, kebetulan kami sedang menunggu tamu," ajaknya ramah.
"Aku kira kamu tahu, soalnya yang mengundang aku datang tante Helena,"
Deg, selain langkah yang berhenti, detak jantung Diandra pun seolah enggang gerak mendengar penuturan sahabatnya. Jika Olivia datang atas undangan mertuanya sudah pasti calon istri mas Ramon adalah sahabatnya sendiri.
"Kenapa Diandra?"
"Kamu tahu alasan kenapa mertuaku mengundangmu?"
"Tidak, aku hanya diajak makan malam."
Diandra mengangguk dan segera bergabung dengan mama mertua dan suaminya. Perhatiannya tidak pernah luput dari sikap sang mertua yang begitu berbeda pada Olivia.
"Tante sudah menunggumu sejak tadi, takutnya malah kenapa-napa di jalan. Ayo makan yang banyak, kamu terlihat sangat kurus," ujar Helena sembari mendekatkan semua lauk pada Olivia.
"Kalian pasti kenal sama Via kan? Dia sekretaris Ramon dan sahabatmu." Helena melirik Diandra yang diam seribu bahasa.
"Mama sengaja memilih Via sebagai calon istri kedua Ramon soalnya kalian sahabatan jadi tidak perlu beradaptasi ...."
Belum selesai ucapan Helena, Diandra bangkit dari duduknya, namun mulutnya kalah cepat dari Olivia yang juga ikut berdiri.
"Maaf tante, saya mengira undangan makan malamnya hanya makan malam biasa. Jika itu menjadi istri kedua saya tidak bisa, apalagi jika menikahi suami sahabatku sendiri," ujar Olivia penuh ketegasan.
Hal itu menbuat Diandra lega, dia tidak menyangka Olivia sangat menjujung pertemanan mereka sampai berani bersuara. Andai itu perempuan lain, mungkin akan menerimanya dengan senang hati.
"Apa yang dikatakan Olivia ada benarnya Ma. Tidak ada perempuan yang ingin menjadi kedua, begitu pun istri pertama tidak rela di madu. Kenapa hanya soal keturunan dibesar-besarkan seperti ini? Ramon hanya mencintai Diandra."
"Ramon, anak itu penting Nak. Semua orang akan mengok-olok kamu jika tidak memiliki anak."
"Kita makan malam dulu," ujar Diandra menegahi, terlebih malam ini ia cukup bahagia sebab mendapatkan pembelaan dari suami juga sahabatnya. Dia beruntung memiliki dua orang itu dalam hidupnya, meski sempat goyah akibat jam tangan yang dia temukan di kamar Olivia.
Diandra mengantar Olivia sampai di ambang pintu, cipika-cipiki ala perempuan.
"Terimakasih Via."
"Kok terimakasih sih? Sudah kewajiban aku menolak, ya kali mau menikah sama suami kamu. Ada-ada aja mertuamu itu." Olivia tertawa. Segera berpamitan ketika melihat kode dari Ramon.
"Hati-hati." Diandra melambaikan tangannya dan menutup pintu setelah Olivia benar-benar pergi.
Sesampainya di kamar ia dikejutkan dengan pelukan hangat suaminya secara tiba-tiba. Ia tersenyum. "Makasih Mas karena tidak setuju untuk menikah lagi."
"Sama-sama, Sayang."
"Mas?"
"Hm." Menumpu dagunya dipundak sang istri.
"Mas lagi stres ya?"
"Kok nanya gitu?"
"Cuma aneh saja, mas Ramon yang biasanya nggak pernah absen minta jatah."
"Bilang saja kalau kamu kangen mas kan? Makanya nanya gitu. Gengsi kok digedein sih?" Ramon tertawa, semakin mengeratkan pelukannya.
***
"Kok tiba-tiba banget berangkatnya mas?" tanya Diandra yang membantu suaminya berkemas pagi-pagi sekali usai mendapatkan telepon dari Olivia.
"Tanya sama sahabat kamu itu, sering banget lupa jadwal penting dan ingat mepet waktu," omel Ramon sembari memasang kemeja di tubuhnya.
"Namanya juga lupa mas."
"Sepertinya Olivia lebih nomor satu ya dibandingkan mas."
"Jangan bilang mas cemburu?" Diandra mengulum senyum, bangkit dari duduknya dan membantu Ramon memasang dasi.
"Kalau iya kenapa hm? Apa-apa kamu pasti bela Olivia. Jangan-jangan dia mata-mata kamu lagi di kantor?"
"Hm, aku sengaja merekomendasikan Via jadi sekretarismu agar mas tidak nakal sama klien."
"Mana mungkin mas bisa berpaling dari istri cantinya ini." Ramon mengamit pinggang Diandra dan mendaratkan kecupan di kening. "Hanya satu minggu, jangan bertengkar dengan mama."
"Iya Mas."
.
.
.
.
Jago banget aktingnya😏
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
jangan mimpi Ramon Diandra engg mungkin balik lagi sama kamu,, lagian pede banget bisa mempersulit persidangan yakin bisa lawan pak Gerald hemm 😏