Terbangun dari koma akibat kecelakaan yang menimpanya, Lengkara dibuat terkejut dengan statusnya sebagai istri Yudha. Jangan ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja bahagia.
Namun, Lengkara merasa asing dengan suaminya yang benar-benar berbeda. Tidak ada kehangatan dalam diri pria itu, yang ada hanya sosok pria kaku yang memandangnya saja tidak selekat itu.
Susah payah dia merayu, menggoda dan mencoba mengembalikan sosok Yudha yang dia rindukan. Tanpa dia ketahui bahwa tersimpan rahasia besar di balik pernikahan mereka.
******
"Dia berubah ... amnesia atau memang tidak suka wanita?" - Lengkara Alexandria
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Hati - Hati
Usai makan malam, dia tidak segera menuju ruang kerja, melainkan kembali membuntuti Lengkara ke ruang keluarga. Entah kenapa wanita itu suka sekali menghabiskan waktu di sana, mungkin karena terbiasa di rumah utama.
"Mas ngapain ikutin aku?" tanya Lengkara yang kini berusaha membuka toples kue bawang kesukaannya.
"Kenapa? Tidak boleh?" Ditanya justru balik bertanya, konsep hidup semacam itu agaknya mulai merasuk dalam diri Bima juga.
"Aneh saja, biasanya kerja sampai lumutan," sarkas Lengkara masih susah payah membuka toples kiriman kakak iparnya, sulit sekali bahkan kukunya mulai sakit.
"Sesekali, aku juga ingin istirahat," jawab Bima seraya mengambil alih benda itu, agaknya karena di kirim dari luar kota jadi khawatir kualitasnya tidak terjaga hingga harus ditutup sekuat itu.
Bukan hanya karena Bima yang duduk di sini Lengkara jadi bersikap demikian, tapi andai Yudha di sisinya dia juga akan begitu. Keduanya memang memiliki kesamaan, sama-sama gila kerja, lupa waktu, bahkan kalau dahulu kalau Lengkara tidak merengek dan menangis dulu tetap akan kalah dengan kesibukan kekasihnya.
Cukup lama keduanya menghabiskan waktu di sana, pertama kali setelah bertahun-tahun Bima menonton televisi. Ya meski harus menyeimbangi Lengkara yang memilih acara lawak dan Bima tidak paham dimana letak lucunya.
Namun, yang jelas Lengkara terpingkal-pingkal hingga matanya berair. Awalnya Bima menduga jika Lengkara merasa terlalu lucu, tapi fakta yang terjadi justru berbeda. Wanita itu menangis, benar-benar menangis hingga beberapa lembar tisu yang Bima berikan seolah tidak cukup.
"Lucu sekali ... orang-orang bercanda terus hidupnya kenapa sih," gerutu Lengkara sembari menyeka air matanya, saat ini pikiran Lengkara tidak sedang berada di tempat.
Berusaha mencari pelarian, tapi pada akhirnya kacau juga. Kerupuk bawang kiriman Zalina bahkan terasa tidak selezat biasanya, terasa lebih asin, mungkin karena bercampur air mata.
Sementara Bima yang berada di sisinya jelas saja bingung, wanita itu terbahak, tapi air matanya juga mengalir. Beberapa kali dia mencoba pahami, tapi tidak ketemu juga alasannya apa lantaran jika ditanya Lengkara akan menjawab "Itu lucu aneh, kenapa mas cuma diam saja?"
.
.
Kesalahan Bima dalam memahami Lengkara berlanjut hingga keesokan harinya. Dia melupakan tangisan Lengkara di saat menonton televisi, pria itu pamit seperti biasa dan Lengkara juga demikian.
"Kamu mau kemana hari ini?" tanya Bima menatap penampilan sang istri yang sudah begitu rapi padahal masih pagi, biasanya Lengkara belum mandi.
"Periksa luka ini ke dokter," jawab Lengkara menunjukkan jemarinya bekas luka kemarin.
"Mau kuantar?"
"Tidak perlu, Mas rumah sakitnya deket kok lagian masih dua jam lagi ... aku siap-siap biar sekalian nanti malah makin malas," ujar Lengkara memberi alasan, semudah itu Bima percaya padanya dan sempat memberikan beberapa lembar uang tunai untuknya.
"Hati-hati, setelah dari rumah sakit segera pulang," ujar Bima sebelum meninggalkan Lengkara, pria itu mengulas senyum tipis di hadapan istrinya.
"Tidak perlu diperingatkan, sudah pasti aku akan sangat berhati-hati, Bimantara Aksa."
Dalam diam Lengkara memandangi Bima yang perlahan menghilang. Sejak lama dia menunggu hari ini, hari dimana matanya akan terbuka setelah semua pihak berbondong-bondong menutup matanya.
Yudha yang seolah tidak ingin dia tatap, Mikhail dan seluruh anggota keluarga juga turut menutup mulut rapat-rapat. Kecewa sebenarnya, untuk itu dia memilih diam seolah menerima semua sandiwara yang tidak dia ketahui dimana garis finishnya.
Sekali lagi dia membangkang, tidak peduli Bima akan marah atau bagaimana, tapi yang jelas dia akan mengikuti kemana perjalanan Bima hari ini. Jalan terakhir yang bisa dia lakukan, dia sudah enggan berusaha dengan banyak cara.
Bertanya sudah, bahkan mendatangi kediaman Yudha bersama ibunya di tempat lama juga sudah. Hasilnya memang Nihil, rumah sudah resmi dijual dan pindah tangan. Lengkara juga bertanya pada tetangga sekitar Yudha, jawaban mereka hanya seadanya dan sesuai fakta bahwa rumah itu sudah terjual.
Bahkan, apartement yang sudah tidak Yudha tinggali beberapa tahun terakhir juga sempat Lengkara datangi, jelas hasilnya akan sama dan harapan Lengkara untuk bertemu pria itu memang tidak memiliki harapan.
Lengkara memang tidak mungkin ke Semarang seperti cara Bima, jujur saja dia tidak sekuat itu berkendara antar kota. Jelas dia meminta jasa seseorang yang sekiranya bisa membawa Lengkara menemani pencariannya hari ini.
Semua sudah Lengkara rencanakan, malam dimana dia memasukkan obat tidur di minuman Bima adalah malam yang membuat jiwa Lengkara menggebu untuk menyelesaikan sandiwara ini sendiri.
Bermodalkan teknologi yang dahulu biasa Yudha gunakan untuk melacak keberadaannya, kini Lengkara melakukan hal yang sama untuk mengikuti Bima.
"Jangan sampai terlihat ... jaga jarak dan jangan sampai kehilangan," tegas Lengkara sebelum mobil sedan hitam melaju dengan kecepatan sedang.
Bisa saja sebenarnya dia transportasi lain, tapi Lengkara tidak ingin sibuk sendiri nantinya di sana. Dia tidak bisa memastikan kemana tujuan Bima saat ini, belum tentu Yudha adalah tujuan utamanya. Namun, hati kecil Lengkara yakin betul jika dia akan bertemu Yudha hari ini, pasti.
"Tenang, Lengkara ... usahamu tidak akan sia-sia," gumam Lengkara memejamkan mata dengan tangan terkepal seraya memukul pelan dada yang tetap sesak jua.
"Tunggu aku, Mas ... kita perlu bicara."
.
.
- To Be Continued -
bikin pedih mata...
ada luka yg tak terlihat tp bs dirasa.
kl diposisi lengkara apa jadinya