Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Amar
Sebulan telah berlalu. Walaupun rasa kecewa itu tak kunjung hilang. Amar, tetap pulang.
Karena bagaimana pun, di dunia ini dia hanya memiliki Rohani tempat dimana dia pulang.
Dan Rohani, menyambut kepulangan Amar dengan suka cita.
Bagaimana tidak, bahkan saat Rohani kebengkel seminggu yang lalu, Amar bahkan enggan keluar dari kamarnya, jika hanya untuk bertemu dengannya.
"Kamu pulang, maaafkan emak ... Emak janji, mak gak akan ke mbah Sarip lagi," isak Rohani.
"Iya, karena mbah Sarip telah di ringkus oleh pihak kepolisian. Semalam," ungkap Amar, meletakan tasnya.
"Di-di ringkus? Maksudnya? Kenapa?" beruntun Rohani tak percaya.
"Selain gila, tenyata dia dukun cabul," sahut Amar.
Amar pun menunjukkan bukti yang di dapat dari beberapa fyp tikt*k pada emaknya.
Tak hanya itu, dia juga memperlihatkan potongan-potongan video penangkapan Sarip.
"Gak, mungkin ..." lirih Rohani tak percaya.
"Ini bukti jelasnya mak," ujar Amar tersenyum sinis.
Rohani memegangi dadanya. Dia masih tidak percaya dengan bukti yang di perlihatkan oleh Amar. Karena menurutnya itu tidak mungkin. Apalagi, selama dia datang kesana, tak sekalipun Sarip menunjukkan ketertarikan padanya.
Padahal, saat muda dulu, kecantikannya bisa dikatakan sejajar dengan kembang desa.
"Mungkin, ini fitnah," bantah Rohani.
Dan Amar memutar mata malas, melihat sikap emaknya.
Namun, satu hal yang pasti. Amar bahagia, karena akhirnya orang yang akan membawa emaknya dalam kesesatan telah pergi untuk selamanya.
🍁🍁🍁
Karena pekerjaannya yang sebelumnya telah selesai. Kini Azhar kembali mengerjakan rumahnya agar cepat jadi.
Dengan bantuan ayah mertuanya, kini mereka telah menyelesaikan sebagian tembok di rumah itu.
Dan karena semua batu-bata sudah habis. Hari ini, mobil pengangkut batu-bata kembali terlihat lagi di halaman rumahnya.
Beruntung, kali ini Rohani sedang tidak ada di rumah. Dia sedang bertandang ke rumah adiknya, Nurma.
Ya, Rohani yang sedang gelisah memilih mencurahkan isi hatinya pada Nurma.
Karen sejak penangkapan Sarip terjadi, Rohani tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pasalnya, dia takut. Takut jika tidak ada lagi orang yang menjaganya dari jauh.
"Tapi dia cabul loh kak. Dan bagaimana pun, orang cabul tidak bisa di maafkan," ujar Nurma setelah mendengar kabar dari Rohani.
"Tapi,"
"Kakak enak, gak ada anak perempuan dan cucu perempuan. Aku, sebagai ibu dan seorang nenek, sangat-sangat meyayangkan, jika ada orang yang membela orang-orang cabul seperti mbah Sarip itu," ungkap Nurma lagi.
Dan baru kali ini, dia tidak setuju dengan pendapat kakaknya.
Rohani mendecak, karena tidak seorang pun yang membela serta mendukung pendapatnya kali ini.
Karena kesal pada Nurma, akhirnya Rohani pamit pulang. Dan lagi-lagi mukanya memerah, kala melihat tumpukan batu-bata di rumah Azhar.
Tak hanya itu, kayu-kayu juga mulai diturunkan dari sebuah mobil.
Karena tidak mau tumbang di tempat, akhirnya Rohani memilih untuk pulang. Dia gak mau, jika orang-orang menilainya iri hati.
Karena sejak kejadian, dimana permintaan maafnya di sebar ke grup. Orang-orang mengatakan jika ia mempunyai sifat iri dengki. Padahal disini, sudah jelas dan pasti. Jika Tari dan Azhar lah, yang mempunyai kedua sifat tersebut.
Namun, sayang pembelaannya tidak di dengar. Dia di anggap musuh dalam selimut. Beruntung, ada beberapa orang yang masih mendukungnya. Mengirimkannya pesan pribadi, untuk mendukung dan memberinya semangat.
Di rumah, Rohani mengatur napasnya. Dan sekarang dia memilih untuk merebahkan tubuhnya ke sofa. Berharap, jika rasa panas sedikit berkurang dalam jantung hatinya.
Baru saja Rohani merebahkan tubuhnya. Terdengar kunci pintu depan di putar. Dan sudah di pastikan jika itu merupakan Amar.
Dan Rohani, buru-buru bangun, dia kembali mengatur napasnya. Karena tidak mau jika Amar melihat kekacauan di wajahnya. Karena nanti, Amar pasti menyuruhnya untuk dekat dengan Tuhan.
"Kamu udah pulang, apa itu?" tanya Rohani kala melihat tentengan di tangan Amar.
"Oo, ini jamu, untuk emak,"
"Jamu? Kenapa emak harus minum jamu?" tanya Rohani heran.
"Mak kan, sakit lambung, dan ada ibu dari pekerja di bengkel las juga sakit lambung. Jadi, beliau minum ini. Walaupun tidak sembuh, setidaknya tidak selalu kumat. Apalagi, kala melihat orang lain senang," ujar Amar menyindir emaknya.
Rohani misuh-misuh mendengar ucapan Amar. Namun, dia tidak berani membantah apapun itu.
"Ini gak di pake ludah mak, jadi aman ya," lanjut Amar lagi.
"Kenapa sih, kamu suka sekali menyindir?" tanya Rohani jengah.
"Emak merasa?" kekeh Amar, berlalu. "Aku buatkan jamu dulu ya," Amar berjalan ke arah dapur.
Tak lama Amar kembali, dengan segelas jamu di tangannya, dan tangan sebelahnya lagi, ada air putih.
Amar menyerahkan jamu itu pada Rohani, dan memperhatikan emaknya minum sampai tandas.
"Ada hal yang ingin aku katakan mak," ujar Amar, setelah kembali dari dapur.
"Apa?" Rohani melirik Amar sekilas.
"Aku menyukai seorang gadis, dan kami sudah berhubungan sejak lima bulan terakhir," terang Amar.
"Jadi kamu mau menikah? Kamu mau meninggalkan emak, seperti abang mu itu?" tanya Rohani dengan nada tinggi.
Tidak, Rohani tidak akan mengizinkan Amar menikah. Karena Rohani takut, takut jikalau nanti, dia harus membayar sisa hutang yang di tinggalkan oleh almarhum anak pertamanya.
Dia gak rela, jika hartanya berkurang. Dan dia juga gak ikhlas jika Amar meninggalkannya.
"Mak, aku hanya menikah, bukan meninggalkan emak untuk selamanya," tutur Amar.
"Mak gak setuju, mak gak mau jika nanti kamu di kuasai oleh istrimu dan juga anak-anak mu, mak gak mau kehilanganmu Amar, mak gak mau," ujar Rohani. Bahkan, sekarang dia sudah berdiri, tak lagi duduk.
Amar mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dia sangat kecewa dengan jawaban yang didapatkannya.
Karena tidak ingin melanjutkan perdebatan dengan emaknya. Amar memilih untuk ke kamar. Dia berdalih ingin istirahat.
Kepergian Amar, meninggalkan tanda tanya pada Rohani. Siapa gadis yang berani mencuri hati anaknya. Dan siapa juga gadis, yang akan merebut Amar darinya.
🍁🍁🍁
Malam pun tiba, Amar memilih keluar. Dia beralasan ingin ke warung, berkumpul dengan pemuda-pemuda lainnya.
Namun, Amar tetap lah, Amar. Begitu melihat Azhar, dia langsung membatalkan tujuannya. Dia memilih untuk berbelok ke rumah Amar, dan duduk di bale tempat biasa.
"Kenapa kusut?" Azhar melirik Amar sekilas.
Amar menarik napas panjang.
"Aku ingin menikah, bang," ungkap Amar.
"Wah, syukur Alhamdulillah, kapan? Dengan siapa?" beruntun Azhar penasaran.
"Tapi, emak gak setuju bang, dia beralasan belum siap kehilangan ku," cetus Amar.
Ya, Amar memang sengaja memberitahu Azhar tentang masalahnya. Berharap, lelaki di depannya bisa memberikannya jalan keluar.
"Jadi?" Azhar mengernyit.
Bahkan Azhar menghentikan aktivitasnya mengikat batu-bata.
"Aku bingung bang, ini pertama kalinya aku benar-benar ingin menikah, dan aku takut, jika kehilangan gadis yang aku cintai. Tapi, aku juga gak mau membuat emakku terluka," ungkap Amar dengan perasaan getir.