Natasha Kimberly Satigo tidak pernah menyangka bahwa hubungan persahabatannya dengan Aiden Addison Dacosta harus hancur menjadi sebuah kebencian dan dendam. Kematian ibu Aiden adalah awal penyebab kebencian itu dan karena rasa bersalah, Natasha rela melakukan apa saja untuk Aiden, termasuk berada disampingnya sebagai sekretaris pribadi. Setiap hari ia selalu merasakan dingin dan kasar sikap pria itu kepadanya, bahkan melihat Aiden berada di ruang kerjanya bersama beberapa wanita yang berbeda. Dia tetap bertahan demi rasa cinta dan bersalah, namun di relung hatinya yang terdalam, ia telah jatuh cinta pada Aiden. Hingga patah hati terdalam pun Natasha rasakan saat Aiden mengatakan akan menikahi Luna, sahabatnya sendiri.
Akankah Aiden yang dingin luluh pada Natasha? Akankah Aiden menyadari bahwa Natasha dan ibunya itu berbeda? Apakah Natasha dan Aiden bisa bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Bertemu kembali
Masih ku ingat indah senyummu, yang selalu membuatku mengenangmu...
Terbawa aku dalam sedihku, tak sadar mini kau tak disini...
Engkau masih yang terindah...
Indah di dalam hatiku...
Mengapa kisah kita berakhir yang seperti ini...
...🍀🍀🍀...
Natasha berlari keluar dari gedung tempatnya bekerja dalam keadaan panik. Wanita itu pergi ke parkiran untuk membawa mobilnya lalu pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Natasha ingin menanyakan secara langsung pada Amy dan Dylan, apa yang terjadi pada Axelia, kenapa gadis kecil itu menghilang?
Natasha takut dan gelisah. Selama ini Axelia tidak pernah pergi jauh-jauh dari rumah, sebab gadis kecil itu memiliki penyakit lemah jantung bawaan dari kecil. Lemah jantung (kardiomiopati) adalah kondisi ketika jantung mengalami peradangan dan otot jantung melemah.
Ada sejumlah penyebab kardiomiopati, tapi tidak semua pasien menunjukkan gejala. Bila dibiarkan tanpa penanganan, bisa terjadi gagal jantung kongestif, yakni jantung tidak mampu memompa darah yang sangat dibutuhkan tubuh. Kardiomiopati cenderung cepat berkembang dan memburuk. Tes diagnostik tertentu bisa dijalankan untuk membantu memprediksi risiko pasien dan menjadi panduan bagi dokter untuk memberikan perawatan yang tepat. Maka dari itu, Natasha tidak pernah membiarkan Axelia melakukan hal yang berat, bermain pun tidak boleh.
"Kau ada dimana nak? Jangan membuat mommy cemas." mata Natasha mulai berkaca-kaca, ia mengendari mobilnya dengan gelisah. Tanpa ia sadari ada seseorang yang melihatnya di lampu lalu lintas. Dia terkejut melihat Natasha, saat lampu merah ia keluar dari mobilnya. Pria itu adalah Theo.
"Natasha!!" teriak Theo pada mobil yang dikendarai oleh Natasha, ia berlari menghampiri mobil itu. Namun suara klakson bersahut-sahutan menandakan lampu sudah hijau. Mobil Natasha pun melaju kencang dan Theo kehilangan jejaknya.
Theo kembali masuk ke dalam mobil dengan perasaan gelisah. Benarkah yang dilihatnya itu adalah Natasha? Natasha masih hidup? Apakah ini mimpi?
"Untung aku ingat plat nomornya, aku harus memastikan apakah wanita itu adalah Natasha atau bukan. Aku yakin wajah wanita itu mirip Natasha, atau memang itu dia." gumam Theo sambil mengemudikan mobilnya. Dengan segudang pertanyaan di dalam pikirannya, tentang wanita yang mengendarai mobil berwarna putih itu.
"Oh ya, aku harus cepat-cepat bertemu Aiden dan memberitahukan ini padanya. Eh--tapi jika aku memberitahu padanya, dia pasti akan menggila lagi. Bagaimana jika dugaanku salah? Bisa-bisa dia kecewa lagi." ucap Theo bingung, antara harus memberitahukan pada Aiden atau tidak tentang seseorang yang mirip dengan Natasha.
Theo tak mau memberi harapan bila dugaannya salah, bisa-bisa sahabatnya itu bertambah galau. Dia sudah galau setiap hari dan Theo tidak mau menambah kegalauan hatinya.
****
Kantor cabang Dacosta, cabang Kepulauan Channel. Ruangan presdir dacosta grup. Ada seorang gadis kecil yang berada dibawah meja kerja presdir, gadis kecil itu mengusap air mata sang presdir dan sekarang dia sedang duduk dipangkuan sang presdir itu.
Aneh memang, namun Aiden merasakan ada ikatan dengan gadis kecil itu. Aiden merasa gadis kecil ini mirip dengan Natasha kecil. Tapi Aiden merasa hanya mirip saja, dia tidak merasakan ada hal yang lainya.
Sikapnya yang selalu dingin pada siapa saja, tidak berlaku untuk Axelia. Ya, Aiden memperlakukan gadis kecil itu dengan baik. Gadis itu mengoceh dan menghibur Aiden, sambil memakan makanan yang dibawakan oleh Branz untuk dirinya.
"Paman, apa paman benal benal tak akan memakan semua makanan ini? Ini untuk Axe, paman?" tanya Axelia sambil duduk di atas meja presdir dan memakan cemilan yang ada disana.
"Ya, ini semua untukmu. Makanlah little girl." jawab Aiden sembari tersenyum pada gadis kecil itu.
Jika Natasha dan anak-anakku ada disisiku, akankah anak-anakku sebesar dirinya? Pasti kan? Pikir Aiden dalam hatinya. Membayangkan ia, Natasha dan anak-anak mereka hidup bersama juga bahagia.
Senyuman Aiden membuat Branz si sektretaris terheran-heran melihat Aiden ramah pada gadis kecil yang baru ditemuinya itu. Sikap Aiden pada Axelia adalah pengecualian.
Baru kali ini aku melihat presdir tersenyum seperti itu. Dia sepertinya sangat menyukai nona muda ini.
"Paman, aku cudah celesai makan." gadis kecil itu tersenyum lebar sambil menunjukkan deretan giginya yang gingsul dan agak ompong itu berwarna coklat.
Aiden tersenyum lalu ia pun mengambil sapu tangan dari sakunya dan mengusap kotoran di pipi, juga sudut bibir Axelia. "Kau harus merasa beruntung, karena paman mengusap wajahmu dengan sapu tangan ini. Sebab sapu tangan ini sangat berarti untuk uncle," ujar Aiden dengan tangan yang masih sibuk mengusap noda kotor di wajah Axelia menggunakan sapu tangan berwarna putih dengan ukiran nama A dan ada motif kupu-kupu disana.
"Apa sapu tangannya sangat mahal paman? Kalau mahal belapa halganya?" tanya gadis kecil itu penasaran, atensinya tertuju pada sapu tangan yang dipegang Aiden.
"Ini sangat berharga sampai tidak bisa dikatakan berapa harganya." jelas Aiden sambil tersenyum simpul. Ia ingat saat seseorang memberikan sapu tangan ini padanya.
#Flashback
Bertahun-tahun lalu, hari dimana Aiden, Natasha dan Theo pertama masuk ke universitas. Natasha membuatkan sapu tangan untuk Aiden dan membuatkan gantungan untuk Theo. Natasha memiliki keterampilan membuat barang-barang, seperti menganyam, menjahit dan menulis cerita. Namun dia mengambil jurusan manajemen karena mengikuti Aiden yang akan menjadi CEO. Dia juga akan mengikuti pendidikan sebagai seorang sektretaris kala itu.
"Ini adalah hadiah pertama masuk kampus untuk kalian berdua. Aku membuatnya sendiri," kata gadis itu sambil menyerahkan gantungan kunci kayu pada Theo dan sapu tangan untuk Aiden. Theo langsung menerimanya, tak lupa pria itu berterimakasih pada Natasha. Dia sangat menyukai hadiah dari sahabatnya itu, bahkan langsung memakainya diatas gendongnya.
"Terimakasih Nath! Ini sangat bagus, akan ku anggap ini sebagai benda keramat pembawa keberuntungan." ucap Theo seraya tersenyum tulus.
"Oh ya Aiden, kenapa kau malah melihat sapu tangan itu? Kenapa kau tidak mengatakan sesuatu?" tanya Theo yang melihat tatapan dingin Aiden pada sapu tangan pemberian Natasha. Tatapan dingin dan sinis seperti biasanya.
Aiden tidak bicara apapun, ia malah membuang sapu tangan dengan ukiran kupu-kupu dan ada insial namanya itu ke aspal. Aiden bahkan menginjaknya didepan Natasha dan Theo. Hal itu membuat Natasha patah hati dan Theo kesal pada temannya.
Theo menatap tajam pada sahabatnya itu."Aiden! Kau--"
"Aku bisa membeli ratusan bahkan ribuan sapu tangan tidak berharga seperti ini." ketus Aiden lalu melangkah pergi begitu saja dari sana. Meninggalkan Natasha yang menangis karena sikap kasar Aiden. Namun gadis itu tetap keras kepala, ia mengambil sapu tangan itu dan memaksa Aiden menyimpannya. Natasha telah membuat sapu tangan itu semalaman khusus Aiden. Tapi Aiden menganggap sapu tangan itu tidak berharga dan tidak mau menerimanya.
#Endflashback
Huh! Lagi-lagi paman ini menangis, paman cangat cengeng. Apa bentar paman cengeng ini adalah Daddyku? Ah...aku lupa menanyakannya kalena keasyikan makan. Batin Axelia seraya memandangi pria didepannya yang pipinya kini sudah basah dengan air mata.
Axelia mengulurkan tangannya, lalu dia mengusap air mata Aiden dengan kedua tangan kecilnya. Lembut dan menggetarkan hati pria itu.
"Jangan menangis paman, aku akan ada selalu dicini belcama paman. Jangan menangis karena ada orang yang tidak suka melihatmu menangis, yaitu aku."
Deg!
Kata-kata gadis kecil bernama Axelia ini sontak saja membuat Aiden tersentak kaget. Pria itu berhenti menangis dan menatap dalam gadis kecil itu. Kata-kata itu familiar di dalam ingatannya.
Jangan menangis Aiden, aku akan selalu ada disini bersama denganmu. Jangan menangis karena ada orang yang tidak suka melihatmu menangis, yaitu aku.
"Kata-kata itu...kenapa bisa sama persis?" gumam Aiden bingung. Gadis kecil ini benar-benar mirip dengan Natasha. "Little girl, siapa yang mengatakan kata-kata ini padamu? Apa ada seseorang yang pernah mengatakannya padamu?"
Axelia menganggukkan kepalanya. "Iya ada. Mommy, yang selalu mengatakannya padaku ketika aku menangis. Katanya mommy tak cuka aku menangis."
"Mommymu? Apa paman boleh tau siapa mommymu?" tanya Aiden penasaran.
Bukannya menjawab pertanyaan Aiden, gadis kecil itu malah turun dari atas meja dan wajahnya tiba-tiba berubah menjadi panik. "Mommy, ASTAGA! Mommy pasti mencaliku, mommy pasti menangis!" gumam gadis kecil itu gusar.
"Nak...paman akan mengantarmu kepada ibumu!" seru Aiden pada anak perempuan itu.
"Ohok...ohok...ohok..." gadis kecil itu tiba-tiba saja memegang dadanya dan batuk-batuk. Aiden memegangi tangannya, wajah Axelia begitu pucat saat dilihatnya.
"Little girl, kau kenapa nak? Tanganmu dingin sekali," ujar Aiden cemas pada anak itu.
"A-aku...lupa...aku tidak membawa...o..bat... huaahhhh...haaaahh..." gadis kecil itu merasakan sesak luar biasa didadanya. Nafasnya tersengal-sengal seperti orang yang akan kehabisan oksigen.
"Little girl kau kenapa? Kau sakit?" tanya Aiden semakin cemas. Ia tidak mendapatkan jawaban dari Axelia karena gadis kecil itu sedang berjuang dengan nafasnya yang yang terengah.
Aiden menggendong gadis kecil itu ala princess dengan perasaan khawatir. Padahal anak itu adalah anak orang lain, tapi mampu membuatnya seperti ini.
"Branz! Siapkan mobil! CEPAT!" teriak Aiden begitu sampai di luar ruangannya. Ia memerintahkan Branz untuk menyiapkan mobil dan mereka akan ke rumah sakit membawa Axelia.
"Baik pak!" Branz yang tadi sedang bekerja, langsung menghentikan pekerjaannya dan melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Presdir.
****
Sementara itu, Amy, Dylan dan Natasha sedang mencari Axelia ke tempat yang mungkin dikunjungi oleh gadis itu. Namun gadis itu tidak ada disana. Hingga akhirnya seseorang memberitahu bahwa Axelia pergi naik taksi bersama seseorang dan ia mendengar bahwa Axelia akan pergi ke kantor Dacosta.
"Untuk apa Axelia pergi ke kantor Dacosta?" gumam Natasha bingung.
"Maafkan ibu nak, sepertinya Axelia pergi karena mendengar percakapan ibu dan Dy." kata Amy merasa bersalah, Dylan juga sama. Mereka sangat mencemaskan Axelia.
"Baiklah, kalian bisa jelaskan itu nanti. Sekarang aku akan pergi ke Dacosta grup untuk menjemput Axe dan kalian kembalilah ke rumah."
"Mom, aku mau ikut!" pinta Dylan. "Ini semua salahku, jika aku tidak gegabah bicara soal Dacosta grup...pasti Axe tidak akan pergi." Dylan berkaca-kaca, ia tidak bisa membayangkan bagaimana bila Axelia kambuh di luar sana. Sekarang saja perasaannya tidak enak.
"No, maafkan mommy tidak bisa mengajakmu. Kau tinggallah bersama Oma, ya?" Natasha pergi setelah mengatakannya. Ia bergegas menuju ke Dacosta grup.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke Dacosta grup, hingga saat Natasha sampai disana. Ia mendapatkan informasi bahwa putrinya dibawa ke rumah sakit. Maka dari itu, Natasha bergegas pergi ke rumah sakit saat itu juga. Dia berdoa agar putrinya dalam keadaan baik-baik saja.
****
Di rumah sakit, Aiden dan Branz masih berada di luar ruang UGD. Dimana Axelia sedang diperiksa disana. Branz memegang tas gendong Axelia, lalu Aiden menyarankan untuk membuka tas gadis kecil itu untuk mengetahui apabila ada nomor kontak keluarganya.
Saat Branz sedang mengacak-acak tas Axelia, ia menemukan selembar foto seorang wanita yang familiar di dalam tas Axelia. "Pa-pak presdir..."
"Ada apa? Apa kau sudah menemukan kontak keluarganya?" tanya Aiden. Kemudian Branz menghampiri bosnya sambil membawa selembar foto itu.
"Pak, bukankah wanita ini..."
Branz tidak melanjutkan ucapannya, manakala Aiden menyambar foto itu dari tangan Branz. Kedua matanya sontak membola melihat foto itu, tangannya perlahan gemetar. Dadanya mendadak sesak, hingga tanpa ia sadari air matanya pun mulai jatuh membasahi pipinya. Foto itu, adalah foto dari wanita yang selama ini dia rindukan.
Aiden kehilangan kata-kata, hanya air mata yang mewakili perasaannya saat ini. Jika Natasha adalah ibu dari gadis kecil yang ada didalam ruangan UGD itu, maka kemungkinan besar gadis kecil itu adalah putrinya.
Tak lama kemudian, seorang wanita datang ke rumah sakit dengan berlari-lari. Nafas wanita itu terdengar terengah-engah, dia berlari menghampiri Aiden dan Branz.
"Maaf, tas itu milik putri saya. Jadi--bagaimana keadaan putri saya tuan? Maaf-- saya lupa memperkenalkan diri, saya adalah mommy Axelia." Natasha bicara terburu-buru, karena panik dengan keadaan Axelia. Namun ia langsung memperkenalkan dirinya dengan sopan. Wanita itu mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan Aiden.
Pria itu mematung, namun tatapannya terkunci pada sosok wanita dihadapannya. Wanita yang selama ia cari keberadaannya, wanita yang membuatnya gila selama 6 tahun ini.
Hidupnya bagaikan neraka tiada akhir ketika wanita itu menghilang selama bertahun-tahun darinya. Rasa bersalah, cinta bersatu padu jadi satu.
"Tuan, perkenalkan nama saya--aahhh!"
GREP!
Natasha terkejut saat Aiden tiba-tiba memeluk tubuhnya dengan erat. Sontak saja kata-katanya terhenti begitu saja.
"Beraninya kau bersembunyi dariku! Apa kau tidak tahu apa saja yang sudah aku alami selama kau tidak ada di sisiku? Kau benar-benar wanita jahat yang sudah membuat hidupku seperti di neraka!" Aiden menangis saat memeluk wanita itu. Tetesan air matanya merembes mengenai baju Natasha.
Wanita itu lantas mendorong tubuh Aiden, pria asing yang tiba-tiba memeluknya. Kemudian Natasha menampar wajahnya. Entah kenapa ia merasa marah saat melihat wajah Aiden saat ini. Bahkan ia tidak merasa iba saat melihat air mata Aiden.
Plakk!
"Siapa kau? Beraninya anda memeluk saya?!" sentak Natasha dengan tatapan mata tajam pada Aiden. Aiden dapat merasakan Natasha menatapnya seperti orang asing.
...****...
Hai Readers, berhubung review lama...jadi author satukan 2 bab jadi satu 🤭🤭btw jangan lupa besok hari Senin, vote dan gift nya author tunggu...
Dan berhubung bentar lagi ramadhan, author sudah siapkan novel bertajuk religi yang siap menemani hari kalian, agak agak humor dikit lah 🤣mampir juga ya
sungguh mantap sekali
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
Dixon jahat...Teganya memfitnah isteri demi mendapatkan Natasha...
semoga Natasha tidak membenci Aiden setelah ingatan nya pulih...