Kucing jadi cogan?!
-
-
Memiliki kehidupan yang kelabu dan membosankan, siapa sangka suatu hari Moza malah menemukan seekor kucing di jalanan.
Tapi bagaimana jadinya jika ternyata kucing yang gadis temukan justru berubah menjadi sesosok laki-laki tampan yang manja, berisik dan rewel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jihadinraz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
"Pssttt... Mbak."
Moza kebingungan kala melihat seorang pelanggan wanita mendekati dirinya di meja kasir sambil berbisik.
"Ya, kak? Ada yang bisa dibantu?" sahut Moza ramah.
"Anu... cowok handukan super seksi yang waktu itu. Hari ini datang gak, ya?"
Moza menghela napasnya panjang. Demi kuda jungkir balik, ia sudah mendengar pertanyaan itu sudah lebih dari lima kali dari wanita yang berbeda-beda hari ini.
Dan sekarang? Astaga....
"Enggak, kak." Moza hanya tersenyum pasrah.
"Yaahh... Padahal mau ngajak mantap-mantap. Kalo gitu makasih, ya." Wanita itu kembali ke tempat duduknya.
Moza terbelalak. Mantap-mantap? Dasar wanita gila.
"Gak cuma lo, gue juga ditanya hal-hal tadi tentang si Mogi. Bahkan lebih parah."
Billy berjalan keluar dari ruangannya dan menghampiri Moza. Cowok itu bersandar pada dinding dan menuangkan kopi ke cangkirnya.
"Lo mau denger seberapa parah?" Billy melanjutkan sambil tersenyum. Moza langsung menggeleng, "Enggak makasih."
Keduanya terkekeh kecil. Hingga sampai di titik saat Billy terdiam dan mulai menaruh tatapan pada Moza.
Tatapan yang berarti sesuatu.
"Za...."
Moza menyahut, "Ya?"
"Udah berapa lama sejak lo ketemu sama Mogi?"
Moza terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Ternyata Hana punya hobi yang mirip sama kamu, Bil."
"Maksudnya?"
"Iya. Sama-sama suka nanya yang aneh-aneh tiba-tiba."
Billy mengangguk-angguk dan tertawa, "Oh... Tapi seberapa aneh sama orang yang nanya tentang kucing yang berubah jadi cowok ke gue?"
Astaga. Cowok di hadapannya ini memang pandai berbicara.
"Udah cukup lama sejak aku ketemu Mogi. Kira-kira... enam bulan?" Moza akhirnya menjawab pertanyaan Billy tadi.
Billy mengangguk, "Berarti udah lumayan lama, ya."
"Ya... gitu, deh. Kenapa?"
"Ah, enggak nanya doang. Cuma agak kaget aja liat dia deket lo. Nempel banget, ya?"
Moza mengangguk, "Bisa dibilang? Entahlah. Tapi kayaknya sehari tanpa aku dia emang bisa mati." Moza tersenyum jahil.
Mereka berdua tertawa–
"BIIILLL!!! HP LO BUNYI NOH! MATIIN CEPET! BERISIK EGEEEE!!!"
Hmmm... Sepertinya sapi pun tahu kalau suara Hana yang berasal dari dapur barusan bahkan lebih berisik dari suara dering ponsel Billy.
Dan Billy, cowok itu meraba-raba saku kemeja dan celananya setelah mendengar teriakan Hana yang nyaris membangunkan polisi tidur tadi.
Ah, ternyata ponselnya tertinggal di ruangannya.
"Bentar ya, Za."
Moza mengangguk mengiyakan sebelum Billy melangkah pergi ke ruangannya kembali.
Sementara Hana yang baru saja selesai mencuci piring langsung mengambil cangkir berisi kopi di dekatnya.
"Itu punya Billy, Na."
"Dia udah minum ini?"
Moza menggeleng, "Belum."
"Kalo gitu bodo amat."
Hana meneguk kopi itu hingga ludes tak tersisa. Moza bahkan bertanya-tanya mengapa tidak sekalian saja Hana makan cangkirnya.
"Bisa mati gue kalo tiap hari kerja rodi gini," gumam Hana sembari melamun.
Mungkin kadar 'kerja rodi' hari ini tak terlalu menyiksa jika saja Arya tidak sakit, dan Rio yang absen kerja karena burungnya hilang.
Lebih tepatnya... burung pipit peliharaan Rio yang hilang.
"Iya, ya? Aku juga agak ngerasa capek hari ini. Tapi ya udah risiko sih, Na. Kalo Arya sama Rio ada juga kita gak akan gini banget."
Hana menaruh cangkir kopi tadi dengan emosi, "Inilah akibatnya kalo pelanggan banyak tapi karyawan sedikit. Kita blunder sendiri sementara bapak manager teladan itu duduk enak di ruangan ber-AC dan kursi empuk...."
"...Makasih banyak, pak manager."
Moza dapat menyadari sorot mata mengerikan dari Hana yang mengarah ke ruangan Billy.
"Kita harus semangat, Na. Demi cuan." Moza mengacungkan jempolnya. "Tapi bakal percuma juga kalo cuan itu dipake buat berobat gara-gara kerja di tempat yang dikelola sama manager goblok itu,"keluh Hana sambil memijat tangannya sendiri.
Hana terdiam sejenak. Cewek itu mendekati Moza dan berbisik, "Gimana kalo lo ajak si Mogi kerja di sini?"
Tunggu. Omong kosong apa itu?
"Bisa, sih. Ya... Seandainya kalo Mogi bukan cowok yang tiba-tiba muncul, yang gilanya ternyata seekor kucing yang aku temuin di jalan yang OTOMATIS gak punya tanda pengenal atau data-data pribadi penting lain yang dibutuhkan buat kerja."
Hana menggeleng-geleng, "Aduh, aduh, aduh! Sakit kuping gue dengernya. Si Mogi cuma bakal bantu-bantu kita di sini. Gak perlu resmi-resmi amat ngapa? Gue yakin bapak manager dungu itu bakalan setuju."
Moza termenung. Mogi? Bekerja bersamanya?
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
"Mozaaaa!!"
Mogi memberikan pelukan hangatnya kala melihat Moza baru saja membuka pintu dari luar.
Akhir-akhir ini keduanya memang terlihat lebih lengket dari biasanya. Selain karena memang Mogi yang ingin terus-menerus bersama Moza, inisiatif dari Moza pun menjadi penyebab kedekatan mereka semakin erat.
Ya... Walau inisiatif itu baru muncul saat setelah kejadian berdarah itu.
Namun Moza merasa lebih baik, karena saat ini ia dapat lebih memperhatikan dan mempedulikan Mogi, alias pahlawan yang menyelamatkan nyawanya.
Mogi melepas pelukannya, "Moza capek, ya? Mau Mogi ambilin minum apa?"
Bukannya menjawab, Moza justru malah tersenyum saja. Ia menatap lelaki dengan piyama polar bear itu lalu menariknya untuk kembali berpelukan.
"M–Moza...?"
Moza mengabaikannya. Gadis itu malah memeluk Mogi lebih erat dan menaruh kepalanya di dada bidang milik lelaki itu.
"M–Moza... Pelukannya udah?"
'Sstt... Aku udah bilang akan ngasih ini setelah aku pulang kerja...."
"...dan ini dia."
Mogi terdiam sebelum akhirnya membalas pelukan itu. Setelah beberapa lama, akhirnya keduanya melepasnya dan saling menatap.
"Duduk dulu, yuk. Aku mau ngomong."
Melihat Mogi mengangguk, Moza menuntun lelaki itu untuk duduk bersamanya di sofa.
"Mogi."
Mogi sedikit memiringkan kepalanya, "Hmmm?"
"Kamu... mau gak... Kamu mau gak...."
Moza terdiam sejenak, "...kerja bareng aku di kafe?"
Tidak menjawab, yang diajak bicara malah menaikkan sebelah alisnya dengan raut wajah kebingungan.
"Kerja?"
Moza mengangguk, "Iya kerja. Jadi kamu bisa bantu-bantu aku di kafe. Agak capek sih memang. Tapi kamu pasti terbiasa."
"Jadi... Mogi gak akan ditinggal sendirian lagi?" Mata lelaki dengan segelas susu cokelat di tangannya itu berbinar.
"Yup."
"YEAAAYYYYYY!!! Mauuu!! Mogi mau! Kapan mulainya? Besok?!!" tanya Mogi antusias.
"Besok aku libur. Lupa, ya?" Moza terkekeh.
Mogi memajukan bibirnya, "Ishh."
Sungguh. Moza selalu terhibur ketika melihat ekspresi ini dari Mogi. Apalagi saat lelaki dengan lesung pipi itu sudah merajuk.
Moza jadi ingin tertawa saat mengingat apa yang hendak ia katakan tadi. Gadis itu menggeleng pelan, Kamu bodoh, Moza.
"Kalo gitu aku tidur duluan, ya. Capek banget." Moza beranjak dari sofa.
"Okeee!! Eh, Moza–"
Ucapan Mogi terhenti saat dirinya tak sengaja menyenggol pinggiran sofa dengan tangan kanannya yang sedang memegang segelas susu cokelat tadi.
Alhasil susu itu tumpah membasahi lantai dan piyama yang lelaki itu kenakan.
"Yaahh...."
"Astaga, Mogi...." Moza mengambil beberapa lembar tissue dan mengelap lantai yang terkena tumpahan susu tadi.
"Gak usah nangis. Kamu yang numpahin," ketus Moza melihat mata lelaki itu sudah berkaca-kaca.
"S–sayang susunya, Moza...." Suara Mogi bergetar. "Bikin lagi aja, ya? Lagi pula kamu yang teledor." Moza melempar tissue yang sudah berwarna cokelat itu ke tempat sampah.
"Iya maaf. Gak akan diulang lagi."
"Kalo diulang lagi nantiiii...???"
"Nanti ditampar buldozer."
Moza mengangguk, "Pinter. Sana ganti baju."
Mogi mengangguk. Laki-laki itu beranjak dan merapikan piyamanya yang sudah basah dengan noda cokelat di mana-mana.
"Loh? Kamu mau ke mana?" tanya Moza.
"Ih ya mau ganti baju, dong. Kan tadi Moza yang nyuruh. Ini juga bajunya udah lengket ke badan Mogi."
"A–aahh... Iya, ya. Ngomong apa aku? Ganti baju sana. Nanti digigit semut."
"Mogi yang bakal gigit Moza! Nyuruh ganti baju tapi nanya-nanya terus. Gimana, sih." Lelaki itu berjalan menuju kamar mandi.
"Mogi...."
"Ada apa, Mozaaa??"
"Bisa gak kamu ganti bajunya di sini aja?"
...-TBC-...
Susu Cokelat bilek : Wow... Immpresive.
masih tetap penasaran dengan Flashback Mogi
berharap sekali🤭
aku tambah penasaran dengan POV Mogi
pengen Mogi berubah menjadi pribadi yang mempunyai karakter dewasa sebelas duabelas dengan Billi pria dewasa, meskipun masih penasaran dengan asal usul Mogi tapi tetap sabar menunggu kebenaran nya
Aku menunggu POV atau flashback Mogi
jadi semakin penasaran tentang jati diri Mogi