Sesama Author tolong saling menghargai, dilarang mampir jika hanya skip skip saja dan baca setengah-setengah, 🙏
Sebuah pernikahan harus didasari oleh kejujuran dan rasa saling percaya, tapi apa jadinya jika seorang Suami selalu berbohong kepada Istrinya dan lebih memilih menuruti semua keinginan Orang tua serta Keluarganya dibandingkan dengan keinginan Sang Istri?
Yuni selalu berharap jika Sang Suami bisa menjadi sandaran untuk dirinya, tapi ternyata semua itu hanya menjadi angan-angannya saja, karena Hendra bahkan tidak pernah membela Yuni ketika dia dihina oleh keluarga Suaminya sendiri.
Akankah Yuni bertahan apabila keluarga Sang Suami selalu campur tangan dalam rumah tangganya?
Baca kisah selengkapnya dalam Karya saya yang berjudul 'Suamiku Boneka keluarganya'.
Mohon dukungannya untuk Karya-karya receh saya, 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Hendra mengacak rambutnya secara kasar, tapi dia tidak mau disalahkan, apalagi tadi Hendra juga melihat Yuni pergi bersama Bayu.
"Sekarang kamu menyalahkan aku karena pergi bersama Lisa dan Anaknya, tapi kamu sendiri malah pergi bersama lelaki lain, atau jangan-jangan sebenarnya kamu yang sudah berselingkuh dengan Bayu," ujar Hendra dengan nada tinggi.
Degg
Jantung Yuni rasanya berhenti berdetak mendengar tuduhan Hendra, padahal sebelum pergi bersama Bayu, Yuni sudah beberapa kali mencoba menelpon Hendra untuk meminta ijin, tapi Hendra tidak mengangkat telponnya, bahkan Yuni juga mengirimkan pesan untuk mengatakan jika dia dan Anak-anaknya di antar ke Taman bermain oleh Bayu.
"Apa pun yang aku katakan memang selalu salah di mata kamu Mas. Jadi percuma aku menjelaskan panjang lebar kalau akhirnya kamu tidak mempercayai perkataanku," ucap Yuni.
"Sekarang aku minta penjelasan, apa maksud dari semua ini?" sambung Yuni dengan memperlihatkan slip gaji yang berada di tangannya.
Hendra begitu terkejut. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena sekarang Yuni sudah mengetahui gajinya.
"Kenapa Mas diam saja? Apa Mas mau menyangkalnya?"
"Yun, gajiku memang segitu, tapi kamu tau sendiri kalau sebagian uangnya aku berikan kepada Mama untuk biaya kuliah Elsa dan yang lainnya, apalagi aku masih memiliki cicilan mobil, jadi uang gajiku saja tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan kami," ujar Hendra.
"Mas, gaji kamu bahkan lima kali lebih besar dari gajiku yang hanya sebagai OB, tapi kenapa kamu tega sekali membiarkan aku berjuang sendirian untuk memenuhi semua kebutuhan rumah dan Anak-anak?"
"Selama ini aku tidak pernah menuntut apa pun bukan karena aku tidak memiliki keinginan, tapi aku lebih mementingkan kebutuhan untuk kita makan sehari-hari, apalagi sebentar lagi Denis akan masuk Sekolah. Tidak bisakah kamu menyisihkan sedikit saja untuk Anak dan Istri kamu?"
Perkataan Yuni membuat Hendra merasa tertampar, karena selama ini dia memang tidak pernah memikirkan kebutuhan Yuni dan Anak-anaknya, tapi Hendra yang selalu dipengaruhi oleh Keluarganya merasa tidak bersalah sama sekali terhadap Yuni.
"Jadi selama ini kamu keberatan mengeluarkan uang kamu untuk membantu kebutuhan keluarga ku? Yun, kamu harus ingat jika Surga itu di telapak kaki Ibu."
"Aku sangat ingat, tapi sepertinya Mas yang lupa, jika setelah menikah, seorang Suami harus lebih mengutamakan Istrinya dibandingkan dengan keluarganya," ucap Yuni dengan lirih.
Hendra kembali angkat suara. Dia tidak memiliki pemikiran yang sama dengan Yuni.
"Meski pun aku sudah menikah, tetapi aku masih harus bertanggung jawab menafkahi keluargaku, apalagi aku Anak laki-laki satu-satunya. Ibu dan keluarga ku tidak akan ada bekasnya, berbeda dengan seorang Istri yang akan ada bekasnya."
"Kamu benar Mas. Perkataanmu selalu benar. Aku memang hanya orang lain yang tidak memiliki ikatan darah denganmu. Akan tetapi, suatu saat nanti, bukan Ibu, bukan saudara yang akan menemani masa tua mu, bahkan Anak juga akan meninggalkan kita setelah mereka memiliki keluarga, dan hanya pasangan kita yang akan menemani hingga akhir hayat," ucap Yuni dengan mata berkaca-kaca.
Hendra terlihat berpikir. Dia merasa tersentuh mendengar perkataan Yuni, tapi Hendra masih saja egois karena sudah terpengaruh oleh keluarganya.
"Apa kamu masih ingin mempermasalahkan tentang gajiku? Lagian semua itu adalah uang ku, jadi aku bebas menggunakannya untuk apa pun juga," ucap Hendra dengan entengnya.
Yuni beberapa kali menarik serta mengembuskan napas secara kasar sebelum kembali angkat suara. Sekarang rasanya dia sudah tidak bisa mempertahankan lagi rumah tangganya dengan lelaki egois seperti Hendra.
"Baiklah kalau seperti itu, mungkin kita memang harus introspeksi diri. Sekarang juga aku akan membawa Anak-anak pulang ke rumah orang tuaku, jadi kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau, termasuk menjadi boneka keluargamu," ujar Yuni, kemudian ke luar dari dalam kamarnya dengan membawa tas yang berisi pakaian.
Hendra diam mematung mendengar perkataan Yuni. Dia sama sekali tidak menyangka jika Yuni akan nekad pergi dari rumahnya, padahal sebelumnya Yuni tidak pernah ke luar rumah tanpa seijin Hendra.
"Denis sama Nadira ikut Ibu ke rumah Nenek ya," ucap Yuni ketika menghampiri kedua Anaknya.
"Iya Bu. Denis juga tidak mau tinggal di sini lagi, Ayah sama keluarganya tidak pernah sayang sama kita."
Hati Yuni berdenyut sakit mendengar perkataan Anak sulungnya, padahal selama ini dia selalu menutupi kejelekan Hendra dan Keluarganya.
"Pantas saja Denis membenci kami, ternyata selama ini kamu sudah menghasut Denis untuk membenci Ayah dan Keluarganya sendiri," sindir Mama Meti.
Yuni sama sekali tidak memperdulikan perkataan Mama Meti, bahkan Yuni langsung menggendong Nadira dan menuntun Denis ke luar dari rumah yang sudah tujuh tahun ia tinggali serta membuat hidupnya seperti berada di dalam Neraka.
"Dasar Menantu tidak ada akhlak, sana pergi jauh-jauh. Awas saja kalau kamu masih berani menginjakan kaki di rumah ini lagi," teriak Mama Meti.
Hendra yang sudah menyadari kesalahannya setelah memeriksa handphone serta membaca pesan yang dikirimkan oleh Yuni, berlari ke luar dari dalam kamar untuk mengejar Yuni dan Anak-anaknya, tapi Mama Meti langsung mencegah Hendra dengan memegangi tangannya.
"Tunggu Hendra, mau pergi kemana kamu?" tanya Mama Meti.
"Hendra harus mengejar Yuni, Ma. Selama ini Hendra sudah melakukan banyak kesalahan terhadap Yuni dan Anak-anak."
"Kamu tidak perlu mengejar mereka, kamu tidak boleh merendahkan harga diri kamu. Kamu adalah Anak yang berbakti, si Yuni saja yang tidak tahu di untung. Jadi, untuk apa kamu mempertahankan rumah tangga kamu lagi? Di luar sana masih banyak yang lebih baik dari Yuni, salah satunya adalah Lisa," ujar Mama Meti yang terus mencoba mempengaruhi Hendra.
"Iya Hendra, Mama benar. Kamu lihat sendiri foto si Yuni yang sudah main gila di belakang kamu," tambah Rani dengan memperlihatkan foto Bayu yang sedang membukakan pintu mobil untuk Yuni.
Hendra tidak tau harus berbuat apa, apalagi saat ini pikirannya sedang kacau.
"Maaf Ma, Hendra butuh waktu untuk sendiri," ucap Hendra kemudian melangkahkan kakinya kembali ke dalam kamar.
Jangan mimpi Anakku akan memohon sama kamu perempuan kampung, karena aku sudah tidak sudi memiliki Menantu miskin seperti kamu, batin Mama Meti.
......................
Yuni dan kedua Anaknya tengah berada di pinggir jalan untuk mencegat angkot, tapi hujan tiba-tiba turun dengan derasnya, apalagi angkot tidak kunjung datang juga.
"Denis, tidak apa-apa kan kalau kita berjalan dulu untuk mencari tempat berteduh?" tanya Yuni.
"Iya, tidak apa-apa Bu," jawab Denis.
Yuni membuka jaket yang ia pakai untuk menutupi kepala Denis dan Nadira supaya kedua Anaknya tersebut tidak terkena air hujan.
Tanpa terasa air mata Yuni kembali menetes bersama dengan air hujan yang saat ini membasahi tubuhnya.
Tuhan, berikan hamba kekuatan serta keikhlasan dalam menghadapi semua cobaan ini, ucap Yuni dalam hati.
*
*
Bersambung
emang agak lain pak Ibrahim ini
semangat thor
semangat thor asli kesel banget gue sama Hendra dia itu bukan bodoh lagi iiiiiiiiihhhhhhh kesel banget awas luu Hendra habis kau