Sheina harus menelan pil pahit karena laki-laki yang dibencinya dari SMA tiba-tiba menuduhnya sebagai wanita malam, dan membuatnya kehilangan mahkota yang selalu dijaganya. Tak cukup sampai di situ, Sheina juga harus menghadapi kenyataan bahwa ia telah hamil tanpa suami.
Akankah laki-laki itu bisa meluluhkan hati Sheina yang sudah terlanjur membatu, demi anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TGM Bab 23
Sheina menatap jengah pada Bara yang memelas. Bagi Sheina, apa yang Bara ucapkan hanyalah kebohongan semata untuk menutupi kesalahannya.
"Aku pulang dulu, Bar. Mau bersih-bersih kamar." Sheina muak dengan omongan Bara. Dia pasti mengatakan cinta karena merasa bersalah, dan merasa punya tanggung jawab pada Gabriel lalu menikahinya.
"Shein. Gabriel baru sampai."
"Lain kali bisa main lagi, aku nggak akan ngelarang Gabriel untuk ketemu keluarganya kok." Sheina berdiri, lalu tersenyum dan menunduk pada nenek Bara sebelum akhirnya berjalan menyusul Gabriel.
Nenek menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.
"Laki-laki itu harus jujur. Jujur sama perasaan kamu. Buktikan sama dia kalau kamu mencintai dia," kata nenek Bara.
"Dia pasti benci banget sama aku Nek. Pasti sulit buat dia maafin aku." Bara menunduk sambil memijat pelipisnya dengan kedua jempol.
"Memang apa yang membuat dia membencimu?"
"Mungkin karena aku bilang dia wanita murahan, aku lempar uang ke mukanya, dan aku nodai dia, Nek. Aku pengecut banget ya, Nek."
"Apa yang kamu katakan itu penghinaan besar, Bar. Pasti butuh waktu yang sangat lama buat dia menyembuhkan lukanya. Wanita mana pun pastu sulit memaafkan laki-laki seperti kamu."
"Aku nggak mau kehilangan Sheina, Nek. Tolong tahan dia sebentar aja. Dia nggak akan mau dengerin aku." Bara memohon pada neneknya.
Nenek berpikir keras, apa yang dilakukan cucunya sangat keterlaluan. Kalau saja tidak ada Gabriel, mungkin nenek sudah menghajar Bara habis-habisan.
Tidak lama Sheina menggendong Gabriel yang mulai menangis.
"Biel nggak mau pulang, Biel mau tangkap ikan Mommy."
"Shein, Gabriel kenapa?" Bara mengambil alih Gabriel dari gendongan Sheina.
"Daddy, Biel mau ikan. Mommy ajakin pulang. Biel nggak mau," adu Gabriel yang kini ada dalam gendongan ayahnya.
"Ya udah kalau Biel nggak mau, mommy pulang sendiri." Sheina sedikit melotot pada putranya yang tidak mau menuruti keinginannya.
"Mommy, don't go. Biel mau sama Mommy."
"Shein, please. Oke, kalau kamu marah sama aku nggak apa apa, tapi please, biarkan Gabriel di sini dulu. Tunggu sebentar aja Shein." Bara menahan tangan Sheina yang ingin pergi. Wanita itu sangat benci berlama-lama dengan Bara.
"Nak Sheina. Bisa nenek bicara sebentar." Nenek memegang tangan Sheina dengan lembut, membuat wanita itu akhirnya luluh.
"Gabriel sama oma dulu ya. Nenek mau bicara sama Mommy sama Daddy," kata nenek Bara.
Mama Viona menggendong Gabriel dan mengajaknya menangkap ikan. Gabriel pun berhenti menangis.
"Ayo duduk! Masalah itu harus diselesaikan, jangan dibiarkan berlarut-larut," kata nenek Bara.
Sheina duduk tidak jauh dari nenek, sedangkan Bara ia duduk lumayan jauh dari Sheina dan neneknya karena sang nenek melarangnya.
"Sekarang, nenek tanya sama Sheina, Bara diam. Jangan menyela apa pun. Biarkan dia berbicara sesuai keyakinannya!"
Bara mengangguk. Sheina berdebar, tidak menyangka jika kunjungan pertamanya akan mendapat perlakuan seperti ini.
"Nak Sheina sudah kenal Bara sejak kapan?" tanya nenek.
"Em, waktu SMA, Nek. Bara suka bulli saya, menghina saya, dan bahkan menyakiti hati saya."
"Lalu, Gabriel?"
"Saya diperko*sa sama Bara, Nek," jawab Sheina dengan suara bergetar. Tangisannya mulai pecah dan Bara merasa sangat bersalah melihat air mata itu.
Ingin sekali Bara mendekat dan memeluknya, tapi tidak mungkin. Sheina pasti akan semakin marah.
"Ceritakan semuanya, nggak usah takut. Menangislah kalau memang itu sangat menyakiti kamu!"
"Waktu itu, saya lagi sama teman-teman ngerayain kelulusan setelah wisuda. Saya nggak sengaja ketemu dosen pembimbing saya, dan beliau menemani saya mencari taksi karena teman-teman saya belum mau pulang. Tiba-tiba Bara marah, dan memukul dosen saya. Lalu, dia membawa saya pergi dan mengatakan saya wanita murahan. Padahal saya dan Bara tidak lagi ketemu setelah SMA. Saya merasa terhina, Bara menodai saya. Saya pikir setelah sadar dia akan minta maaf dan bertanggung jawab, tapi ternyata tidak. Dia benar-benar menganggap saya murahan."
Sheina semakin terisak. Rasa sakit hatinya pada Bara sudah sangat mendalam, dan ia sangat sulit memaafkan ayah dari putranya itu.
🥀🥀🥀