Zakia Arabelle Lawrance harus menelan kenyataan pahit saat mendapati suami yang selama ini ia anggap setia ternyata tak lebih dari seorang bajingan.
Setelah perceraian dengan suaminya, dirinya harus memulai kembali hidupnya. Menata kembali masa depannya. Tekadnya bulat untuk membuat siapa saja yang menghina dirinya malu dan tunduk dibawah kakinya.
Namun, ditengah jalan cinta kembali hadir mengusik ketenangan batinnya. Bukan hanya satu namun beberapa pria sekaligus terlibat dengannya. Namun, pada siapakah Zakia menentukan pilihannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Zakia kaget saat melihat siapa yang dipanggil papa oleh Rich itu. Bukankah sepanjang ingatannya Zidan tak pernah menikah? Bukankah Zidan adalah pria single? Tapi, ini apa? Kenapa anak ini memanggilnya papa? Tapi, setahu Zakia bukan Zidan ayah dari anak ini. Atau Zidan seorang duda?
Banyak pertanyaan yang memenuhi benaknya. Bahkan saat ini dia seperti sedang melamun hingga Zidan yang memanggilnya beberapa kali tak dirinya jawab.
"Zakia? "
"Zakia" Zidan sengaja menepuk pelan pundak janda cantik yang satu ini.
"Astaghfirullah, Mas Zidan bikin kaget aja"
"Kamu melamun, bahaya melamun ditengah kerumunan seperti ini. Berapa kali Mas bilang, jangan kebanyakan melamun Zakia. Gimana kalau ada orang dengan maksud tak baik. Sekalipun kamu dibekali ilmu bela diri, kamu tetap tak akan bisa berkutik di depan obat-obatan" Zidan memulai ceramah khawatirnya pada Zakia.
Tiga tahun bersama dengan Zakia membuatnya tahu kebiasaan yang sering Zakia lakukan. Meskipun tak intens bertemu dengan Zakia, namun mereka terikat kontrak kerjasama. Dimana, sekali bertemu mereka akan memakan waktu berjam-jam untuk mendiskusikan ini itu.
Zakia yang mendengar omelan Zidan langsung tertunduk, bukan hanya malu karena Zidan mengomelinya di kerumunan seperti ini. Zakia juga bingung harus bersikap seperti apa. Zidan memang posesif jika menyangkut soal Zakia. Bahkan Zakia selalu dimanjakan oleh Zidan saat berada di luar negeri dulu.
"Maaf Mas" Lirih Zakia.
Zidan tampak menghembuskan napasnya pelan. Karena khawatir dirinya sampai mengomeli Zakia tanpa melihat keadaan dan situasi.
"Mas juga minta maaf, Mas khawatir" Ucap Zidan menimpali perkataan Zakia.
Zakia hanya mengangguk, dirinya masih enggan mengangkat pandangannya.
"Boy ayo turun, kasihan tante keberatan menggendong mu" Kata Zidan sambil membantu menurunkan Rich dari gendongan Zakia.
Dengan patuh Rich turun dari gendongan Zakia. Lalu kembali disisi Zidan dengan menggandeng tangannya. Zidan berjongkok didepan Rich, menyamakan tinggi tubuhnya dengan Rich.
"Baby dengar Papa. Jangan pergi tanpa ijin Papa, disini banyak orang. Jika baby tersesat Papa akan susah mencarinya. Jika ingin sesuatu katakan pada Papa, Papa akan ambilkan" Rich hanya mengangguk saat Zidan memperingati nya dengan lembut.
"Maaf, Pa" Zidan mengangguk.
"Lain kali jangan diulangi. Papa belum terbiasa pergi dengan Rich, Papa bisa saja lupa jika sedang bersama baby, maka dari itu, baby harus selalu di samping Papa. Oke? "
"Oke, Papa. Tadi Rich melihat tante baik, jadi Rich langsung samperin"
"Rich sudah kenal dengan tante Kia? " Rich menggeleng pelan membuat Zidan menaikkan sebelah alisnya.
"Kita tak sengaja bertemu saat Kia sedang berbelanja, Mas" Mendengar jawaban Zakia membuat Zidan mengangguk pelan.
"Terimakasih Kia, sudah mengantar Rich kembali padaku"
"Gak masalah, tapi Mas Zidan hutang penjelasan sama Kia" Mata Zakia melirik ke arah Rich. "Kia pergi dulu, Mas. Nikmati acaranya. Mari bapak-bapak saya undur diri. Assalamualaikum" Pamit Zakia.
Bapak-bapak yang sejak tadi diam memperhatikan interaksi antara Zakia dan Zidan langsung terlonjak kaget saat Zakia berpamitan. Bahkan mereka terpana dengan cara Zakia yang begitu sopan dan anggun.
"Pak Zidan, itu calon istrinya? "
"Bukan Pak Tito. Itu putri bungsu Pak Arya" Jawab Zidan dengan senyum sopan.
"Oh, anak angkat Pak Arya itu" Zidan mengangguk saat salah satu rekam kerjanya bertanya.
"Yang baru pulang dari luar negeri itu kan? " Tanya salah satunya.
"Benar Pak, kebetulan dia junior saya saat masih di luar negeri" Jawab Zidan sekenanya.
"Cantik dan anggun. Nilai plus nya dia sopan, pakaiannya juga sangat sopan" Puji temannya. Kali ini Zidan sangat setuju. Sejak pertama kali bertemu dengan Zakia, Zidan sudah bisa menyimpulkan bahwa Zakia adalah perempuan polos yang menjunjung tinggi tatakrama. Namun, jangan menyinggung seorang Zakia, dibalik sikap anggun dan sopannya. Dia menyimpan segunung bara, yang jika dikeluarkan bisa mematangkan ikan satu samudera.
Sedangkan orang yang menjadi topik sibuk ke sana kemari. Mencicipi hidangan yang ada. Orang-orang WO yang bertugas pada acara malam ini bahkan tak berhenti menahan gemas saat melihat ekspresi di wajah Zakia yang begitu menggemaskan.
Zakia yang dibalut dengan gaun berwarna maroon itu tampak seperti anak gadis yang belum pernah menikah. Tubuhnya yang mungil dibalut dengan heels yang cukup tinggi. Make-up tipis diwajahnya membuat Zakia tampak seperti gadis remaja. Tak akan ada yang menyangka jika perempuan mungil ini adalah seorang janda muda.
Zakia bahkan masih sibuk dengan makanannya saat semua keluarga sudah berkumpul untuk melakukan sesi foto. Barulah ketika Zakia dipanggil melalui pengeras suara dirinya berjalan ke arah pelaminan. Dengan bibir mencebik karena belum mencicipi es krim yang dia mau.
Setelah selesai dengan sesi foto, Zakia enggan kembali ke stand makanan. Karena sudah penuh dengan para tamu yang antri untuk mengambil makanan. Zakia hanya duduk dan mengamati semuanya.
"Makan Kia? " Tawar Nita saat melihat Zakia hanya diam saja.
"Ndak Bunda. Kia masih kenyang" Jawabnya lembut.
"Kia mau Ayah kenalkan dengan beberapa anak rekan bisnis Ayah? Kebetulan beberapa dari mereka membawa putrinya kemari" Tawar Arya pada Zakia.
Pandangan Zakia menyapu hampir seluruh ruangan ini. Melihat setiap orang yang sekiranya cocok dengan usianya. Setelah beberapa saat mengamati, Zakia menampilkan senyum tipis diwajahnya. Lalu menggelengkan kepala.
"Bukannya Zakia tak ingin berkenalan, Ayah. Tapi Zakia malu, mereka berdandan dengan begitu modis dengan pakaian elegan yang terlihat anggun. Sedangkan Kia dengan cara pakai Kia. Zakia hanya tak ingin mereka malu memiliki teman seperti Zakia, apalagi status Zakia" Jelas Zakia pelan.
Sebenarnya Zakia tak enak hati jika harus menolah niat baik Arya. Namun saat melihat beberapa gadis seusianya dan seusia Tania, kebanyakan dari mereka menggunakan gaun seksi dan terkesan terbuka. Itu membuat Zakia risih sendiri. Zakia tak ingin dikata ustadzah ditengah kumpulan mereka. Pertemanan Zakia juga luas, bahkan diluar negeri teman-temannya juga ada yang berpakaian seperti itu. Namun, ketika akan berjalan bersama Zakia mereka akan merubah penampilan mereka. Setidaknya menggunakan jeans yang dipadu dengan hoodie atau semacamnya.
"Baiklah, nak. Ayah tak memaksa, Ayah hanya ingin kamu juga memiliki teman disini" Arya mengelus pucuk kepala Zakia dengan lembut. Zakia hanya membalasnya dengan senyum manisnya.
"Makasih Ayah sudah mau mengerti, Kia"
"Tak ada terimakasih cantik, Ayah ini orang tuamu. Tapi, Ayah harap kali ini Kia tak menolak untuk Ayah kenalkan. Rekan kerja Ayah seorang mualaf, putrinya juga berhijab seperti mu. Mau berkenalan? " Zakia mengangguk cepat saat mendengar penuturan Arya. Zakia selalu bersemangat saat bertemu dengan orang-orang baru yang belajar mengenal agama. Zakia merasa lebih nyaman, karena mungkin masih sama-sama belajar memahami tentang agama membuat persamaan yang menyatukan perbedaan. "Ayo ikut Ayah"
Zakia langsung bangkit dan menggandeng lengan Arya. Nita yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepala. Zakia seperti anak kecil jika sudah bersama Arya. Bahkan tanpa canggung terkadang Zakia bermanja-manja padanya, Nita sayang bersyukur dengan perubahan sikap Zakia sejak kepulangannya dari luar negeri.
Zakia sampai di tempat orang-orang yang berkerumun. Sayup-sayup terdengar suara laki-laki yang familiar di telinganya. Hingga tanpa sengaja netranya menangkap sosok tak asing dimatanya. Sosok cantik dengan balutan hijab berwarna pastel sedang duduk bosan di samping orang-orang yang berkerumun.
"Gabby? " Panggil Zakia pelan, karena dirinya takut salah orang.
Tampak gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Zakia mencoba memanggilnya lagi.
"Gabby? " Kali ini mata mereka saling bersitatap. Hingga gadis itu berteriak sedikit kencang, membuat beberapa orang menoleh.
"Za" Teriaknya, laku bangkit dari duduknya dan memeluk Zakia erat. Zakia membalas pelukannya tak kalah erat.