Cerita cinta seorang duda dewasa dengan seorang gadis polos hingga ke akar-akarnya. Yang dibumbui dengan cerita komedi romantis yang siap memanjakan para pembaca semua 😘😘😘
Nismara Dewani Hayati, gadis berusia 20 tahun itu selalu mengalami hal-hal pelik dalam hidupnya. Setelah kepergian sang bunda, membuat kehidupannya semakin terasa seperti berada di dalam kerak neraka akibat sang ayah yang memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Tidak hanya di situ, lilitan hutang sang ayah yang sejak dulu memiliki hobi berjudi membuatnya semakin terpuruk dalam penderitaan itu.
Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan Mara dengan seorang duda tampan berusia 37 tahun yang membuat hari-harinya terasa jauh berwarna. Mungkinkah duda itu merupakan kebahagiaan yang selama ini Mara cari? Ataukah hanya sepenggal kisah yang bisa membuat Mara merasakan kebahagiaan meski hanya sesaat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rasti yulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TCSD 23 : Dinner
"Astaga apalagi ini? Bagaimana aku bisa menggunakannya?"
Mara sedikit berteriak. Ia frustrasi. Selain terdapat sebuah V-neck midi dress warna pastel, di dalam paper bag ini juga terdapat beberapa benda yang sama sekali tidak pernah ia gunakan. Benda-benda yang selama ini mungkin lebih sering digunakan oleh orang-orang berada, yang selalu menomorsatukan penampilan mereka. Raut wajah Mara mendadak pias. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan bedak, cushion, pelembab, eyeshadow, eyeliner, blush-on, maskara, dan juga lipstick yang ada di hadapannya ini.
"Nona, apakah Anda sudah selesai bersiap-siap? Jika sudah, mari kita ke tempat tuan Dewa sekarang. Saya rasa tuan Dewa sudah terlalu lama menunggu."
Merasa wanita yang berada di dalam kamar ini terlalu lama mempersiapkan diri, membuat sang pelayan resort memberanikan dirinya untuk sedikit menanyakan tentang keadaan Mara yang masih belum keluar kamar juga. Ia sedikit cemas jika sampai terjadi sesuatu dengan salah satu penghuni yang ada di resort ini.
"Mbak, masuklah! Bantu aku menggunakan semua benda-benda ini!"
Mara menyerah. Ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada pelayan resort yang masih setia berada di depan pintu kamarnya. Setelah ia sedikit berteriak untuk meminta tolong, pelayan resort itu pun masuk ke dalam kamar.
"Ada yang bisa saya bantu Nona?" ucap pelayan tatkala telah berada di dalam kamar.
Mara tersenyum kikuk. Ia sebenarnya begitu malu karena tidak dapat menaklukkan benda-benda di hadapannya ini, namun ia harus membuang jauh rasa malunya itu. Jika tidak, mungkin besok pagi ia baru akan selesai berdandan.
"Mbak, tolong bantu aku memakai make-up ini ya. Aku benar-benar tidak bisa memakainya. Aku takut malah jadinya seperti ondel-ondel di Monas."
Pelayan itu terkekeh lirih. Ternyata wanita di depannya ini benar-benar menggemaskan. "Baiklah Nona. Akan saya bantu untuk memakainya. Emmmmm Nona ingin yang seperti apa? Glamour? Sensual? atau bagaimana?"
Seketika Mara menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak. Aku ingin yang flawless saja Mbak."
Pelayan mengangguk paham. "Baiklah Nona, akan saya bantu untuk merias sedikit wajah Nona."
Mara tersenyum senang karena dalam situasi seperti masih ada orang yang bersedia menolongnya. "Terimakasih banyak Mbak."
"Sama-sama Nona. Mari saya mulai."
***
Hembusan angin malam khas pantai membelai lembut tubuh seorang wanita yang tengah berjalan anggun menyusuri tepian pantai. Dengan balutan dress mahal dan juga modern, beserta riasan wajah yang begitu natural seakan kian membuat aura kecantikan wanita ini semakin terpancar.
"Tuan Dewa?"
Dewa yang sedari tadi menunduk, sibuk dengan gawai yang berada di dalam genggaman tangannya dan sibuk dengan dunia yang berada di dalam gawai itu, seketika mengalihkan pandangannya tatkala ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Dewa menoleh ke arah sumber suara. Dan betapa terkejutnya ia melihat sosok wanita cantik yang saat ini ada di hadapannya.
"M-Mara?"
Suara Dewa terdengar lirih. Ia benar-benar terkesima dengan penampilan gadis yang selalu ia anggap sebagai gadis polos dan seorang gadis kecil. Ia hampir tidak percaya, jika apa yang ia belikan untuk gadis ini, bisa mengubah penampilannya sebagai wanita dewasa yang begitu memesona. Sungguh, Dewa begitu menyukai penampilan Mara malam hari ini.
Dewa sadar akan satu hal. Mara adalah salah satu wanita yang sudah memiliki kecantikan sejak lahir. Tanpa menggunakan make-up pun sebenarnya wanita ini sudah sangat cantik. Namun dengan make-up yang saat ini ia gunakan seperti lebih mengeluarkan aura kecantikannya.
Mara tersenyum simpul. "Apakah Tuan akan membiarkan saya untuk berlama-lama berdiri?"
Dewa terkesiap. Ia sedikit mengulas senyum di bibir, bangkit dari posisi duduknya dan mulai menggeser kursi yang berada di hadapannya. "Duduklah!"
Mara hanya bisa mengangguk pelan. Perlahan, ia daratkan bokongnya di atas kursi itu. "Terimakasih Tuan."
Kini kedua manusia yang baru saja saling mengenal itu duduk berhadapan. Sang lelaki seakan tidak bisa berpaling dari kecantikan wanita yang tengah duduk di hadapannya ini. Sedari tadi pandangannya seakan terkunci di wajah dan tubuh sang wanita.
Mara yang mendapatkan tatapan lekat seperti itu hanya bisa mengernyitkan keningnya. "Tuan, apakah ada sesuatu yang salah di wajah saya? Mengapa sedari tadi Tuan menatap saya seperti itu? Apakah make-up yang saya gunakan ini terlihat aneh?"
Mara sedikit khawatir dengan riasan yang ada di wajahnya. Ia yang tidak terbiasa menggunakan make-up, seakan membuatnya tidak percaya diri. Khawatir jika make-up yang ia pakai justru membuatnya terlihat aneh.
Dewa tersenyum simpul. "Sempurna!"
Mara semakin mengerutkan keningnya. "M-maksud Tuan?"
Dewa kembali menyunggingkan senyum. "Tangan kamu kemana?"
"Tangan?"
Dewa mengangguk. "Iya tangan. Sedari tadi mengapa tanganmu kamu sembunyikan di bawah meja?"
Mara terkesiap. Benar saja, untuk membuang rasa gugupnya, Mara sedari tadi meremas-remas tangannya sendiri di bawah meja. Ini merupakan kali pertama ia dinner romantis bersama makhluk bernama laki-laki dan hal itulah yang membuatnya diserang oleh rasa gugup setengah mati.
"Ini tangan saya Tuan!" ucap Mara sambil memperlihatkan tangannya di depan wajahnya.
"Ulurkan kemari!" titah Dewa tanpa basa-basi.
Perlahan, tangan kanan Mara terulur di hadapan Dewa. Gegas laki-laki itu menyambut telapak tangan sang gadis dan kemudian mengecup buku-buku jemarinya dengan intens. "Kamu terlihat sangat cantik, Mara. Sempurna!"
Lagi, jantung Mara kembali berdegup kencang tiada beraturan. Sebuah degup-degup jantung yang sama persis ia rasakan tatkala bibir pria di depannya ini menyentuh bibirnya. Meskipun kali ini ia mengecup jemarinya, namun gejolak rasa yang ia rasakan seolah sama persis pada saat pria ini mencium bibirnya. Mara hanya bisa tersipu malu.
"Terimakasih banyak untuk pujiannya, Tuan. Namun sepertinya itu semua terlalu berlebihan."
Dewa menggelengkan kepalanya dan ia lanjutkan kembali kecupannya di jemari sang gadis. "Tidak, aku tidak berlebihan. Kamu memang terlihat sangat-sangat cantik, Mara."
Senyum manis tersungging di bibir Mara. Mendapatkan perlakuan manis seperti ini sungguh hanya membuatnya semakin tersipu. "Tuan, apakah kita sudah bisa memulai acara makan malam kita? Saya sudah sangat lapar."
Dewa terkekeh kecil. Ternyata dalam situasi seperti ini Mara tetaplah gadis polos yang selalu saja menggemaskan. "Tentu saja. Sebentar lagi makanan kita akan segera datang."
Kedua manusia itu larut dalam keheningan. Tidak ada yang saling berbicara. Namun pandangan keduanya seakan terkunci dan tidak ingin beralih. Dari sorot mata mereka seolah sama-sama saling mengagumi akan kecantikan dan ketampanan yang ada di dalam diri masing-masing.
Dewa begitu mengagumi sosok seorang Mara yang malam ini terlihat jauh lebih dewasa. Sedangkan Mara, mengagumi sosok Dewa yang terlihat jauh lebih muda dari usianya.
"Mara?"
"Ya Tuan?"
"Apakah selama ini kamu pernah menjalin sebuah hubungan dengan seorang laki-laki?"
Mara hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak Tuan. Waktu yang saya miliki sudah saya habiskan untuk bekerja dan merawat ayah saya, sehingga saya tidak memiliki waktu untuk memikirkan menjalin hubungan dengan seorang laki-laki."
Dewa tersenyum penuh arti. Ia tidak menyangka jika dugaannya benar bahwa dirinyalah orang pertama yang mencuri ciuman pertama milik Mara. Perlahan, Dewa menghela nafas dalam kemudian ia hembuskan.
"Mara, jika saat ini aku meminta satu hal kepadamu, apakah kamu akan mengabulkannya?"
Mara terkesiap. Dahinya sedikit mengerut. "Apa itu Tuan?"
"Maukah kamu menjadi kekasihku?"
Kedua bola mata Mara membulat sempurna. Bibirnya seakan terkatup tak mampu berucap apapun. "S-Saya...."
.
.
. bersambung....
mengecewakan😡