NovelToon NovelToon
Perfect Life System

Perfect Life System

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Anak Genius / Crazy Rich/Konglomerat / Teen School/College / Mengubah Takdir
Popularitas:9.2k
Nilai: 5
Nama Author: BlueFlame

Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.

‎Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 20.5. Singa Tua dan Anak Singa

 

Rumah keluarga Aurora bukanlah sebuah mansion yang mencolok. Itu adalah sebuah vila modern yang tersembunyi di balik tembok tinggi dan taman yang dirawat dengan presisi mikroskopis. Tidak ada hiasan yang berlebihan, hanya kesederhanaan yang menunjukkan kekayaan dan selera yang luar biasa. Edward tiba tepat pada pukul 8 malam, berpakaian rapi dengan kemeja putih lengan panjang dan celana hitam yang ia beli khusus untuk kesempatan ini.

Aurora yang membukakan pintu. Dia mengenakan gaun sederhana berwarna navy blue yang membuatnya terlihat sangat elegan.

"Kamu tepat waktu," katanya, matanya sedikit menyipit seolah-olah mengevaluasi Edward. "Ayahku tidak suka orang yang terlambat."

"Aku juga tidak suka membuat orang menunggu," jawab Edward singkat.

Dia dipandu melewati ruang tamu yang luas ke sebuah ruangan yang lebih intim: sebuah perpustakaan pribadi. Dindingnya dipenuhi buku dari lantai hingga plafon, dan aroma kayu mahoni serta kertas lama memenuhi udara. Di tengah ruangan, di dekat perapian yang menyala redup, duduk seorang pria.

Pria itu berusia sekitar pertengahan 40-an, tapi posturnya tegap dan energik. Wajahnya sangat tampan, dengan garis rahang yang tegas dan mata berwarna hazel yang tajam. Dia mengenakan setelan kausal yang terlihat jauh lebih mahal dari seluruh isi lemari Edward. Ini adalah Damien Wijaya, pria yang namanya sering muncul di majalah Forbes sebagai salah satu orang terkaya di dunia.

"Edward, kemarilah" kata Damien, suaranya rendah dan berwibawa. "Aku Damien, ayahnya Aurora."

Edward menghampiri dan mengulurkan tangannya. "Christian Edward, Pak. Terima kasih sudah meluangkan waktu."

Damien menjabat tangannya, matanya menganalisis Edward dengan seksama. "Aurora bilang kau anak yang menarik. Katanya kau baru saja memenangkan kompetisi dengan cara membongkar kecurangan tanpa harus membongkarnya secara langsung."

Edward tidak menyangkal. "Saya hanya memperbaiki ketidakakuratan data, Pak."

Damien tersenyum tipis. Senyum yang tidak sepenuhnya mencapai matanya. "Kau berbicara seperti seorang programmer. Duduklah. Mau minum apa? Scotch 30 tahun? Atau anggur dari perkebunan sendiri?"

"Air putih saja, Pak. Terima kasih," jawaban Edward membuat Damien sedikit terkejut, lalu tertawa kecil.

Aurora, yang duduk di sofa seberangnya, menyahut. "Dia itu seperti robot, Ayah. Kadang aku curiga dia tidak punya selera."

Edward menatap Aurora datar. "Saya hanya memilih minuman yang paling efisien untuk mencegah dehidrasi."

"Tentu saja, kamu pasti akan beralasan" kata Aurora, matanya berkelakar.

Damien tertawa lagi, kali ini lebih tulus. Suasana menjadi sedikit lebih rileks. "Baiklah, Edward. Aurora bilang kau suka membaca filsafat. Buku apa yang sedang kau baca akhir-akhir ini?"

"Stoicisme, Pak. Terutama karya Seneca dan Marcus Aurelius."

"Pilihan yang menarik. Mengapa bukan yang lebih modern?"

"Filsafat modern seringkali terlalu kompleks dan abstrak," jawab Edward. "Stoicisme mengajarkan sesuatu yang sangat praktis, yaitu cara membedakan antara apa yang bisa kita kontrol dan apa yang tidak. Itu adalah prinsip yang sangat berguna dalam hidup."

Damien mengangguk pelan, matanya berbinar. Dia tidak lagi menanyakan soal bisnis. Dia sedang menggali karakter Edward. Mereka berbincang santai tentang buku, seni, pandangan Edward tentang dunia, dan bahkan sedikit tentang masa kecilnya di panti. Edward menjawab semua pertanyaan dengan jujur, cerdas, dan tanpa sedikit pun menunjukkan bahwa dia sedang diwawancara.

"Jadi, di luar semua logika dan kode itu, apa yang kau lakukan untuk bersenang-senang, Edward?" tanya Damien, mengubah topik.

Edward berpikir sejenak. "Mempelajari hal baru. Atau memecahkan masalah yang tidak dapat saya pahami."

Aurora mendengus pelan. "Dia serius, Ayah." katanya pada ayahnya. "Suatu kali, aku lihat dia tersenyum sendirian selama lima menit. Aku pikir dia jatuh cinta. Ternyata, dia baru saja menemukan cara untuk mengoptimalkan algoritma sorting data yang dia buat."

Edward menoleh pada Aurora, dan sedikit tidak enak. "Apakah aku benar benar terlihat seperti itu?."

Damien tertawa terbahak-bahak, suaranya memenuhi perpustakaan yang megah. "Aku suka anak ini, Aurora! Dia jujur!" Dia menatap Edward lagi, kali ini dengan rasa hormat yang jelas. "Baiklah, aku pikir aku sudah cukup mengenalimu. Sekarang, tunjukkan padaku rencana bisnis yang membuat anakku begitu terkesan."

Edward mengambil map yang sudah disiapkan. Dia tidak membacanya. Dia menceritakannya. Dia bercerita tentang siapa "ibu di pasar" yang tidak peduli pada machine learning. Dia bercerita tentang bagaimana Catalyst AI akan menjadi "konsultan pribadi" bagi setiap UKM. Dia menghubungkan visinya dengan prinsip Stoicisme yang ia sebutkan tadi, yaitu memberdayakan orang untuk mengontrol hal yang bisa mereka kontrol—yaitu dengan cara mereka mengambil keputusan bisnis.

Setelah selesai, ruangan itu hening. Damien menatap Edward dengan tatapan yang sangat intens.

"Rencananya luar biasa, Edward. Sangat detail, sangat ambisius, dan... sangat naif," kata Damien perlahan.

Edward mengerutkan kening.

"Kau tahu Setiawan Group baru saja meluncurkan 'Nusantara Digital Hub'?" tanya Damien. "Mereka menggelontorkan Rp 2 triliun. Mereka punya tim yang sudah berpengalaman, merek yang sudah dikenal, dan jaringan distribusi yang luas. Kau, seorang anak SMA dengan ide brilian, ingin melawan mereka? Ini seperti Daud melawan Goliath, tapi Daud tidak punya katapel."

"Tapi daud punya akal, Pak," jawaban Edward tenang. "Setiawan Group membangun kapal perang. Besar, kuat, tapi lamban dan butuh sumber daya masif untuk berbelok. Tapi Kita akan membangun kapal selam. Kecil, gesit, sulit dilacak, dan bisa menyerang dari bawah. Mereka menargetkan pasar secara umum, kita akan fokus pada ceruk yang mereka abaikan dan UKM ultra-mikro yang tidak punya akses ke teknologi mereka."

Dia berhenti, menatap mata Damien. "Mereka menjual produk. Kita akan menjual solusi dan kepercayaan. Itu adalah perbedaan fundamental yang tidak bisa mereka tiru dengan uang."

Damien menatap Edward dalam waktu yang lama. Ekspresinya tidak bisa dibaca. Aurora, yang duduk di sampingnya pun, ikut menahan napas.

Akhirnya, Damien menghela napas.

"Aku tidak akan berinvestasi dalam ide ini, Edward."

Jantung Aurora seakan-akan jatuh. Wajah Edward tetap tenang, tapi ada kilatan kekecewaan di matanya.

"Tapi," Damien melanjutkan, "aku akan berinvestasi padamu."

Edward dan Aurora menatapnya bingung.

"Idemu bagus, tapi ide tanpa eksekutor yang hebat hanyalah angan-angan. Aku sudah melihat banyak ide bagus gagal karena orang di belakangnya tidak cukup kuat. Tapi kau... kau berbeda. Kau punya sesuatu yang tidak bisa diajarkan di sekolah bisnis mana pun."

Damien berdiri dan berjalan ke meja kerjanya. "Besok malam, jam yang sama. Bawa arsitekmu, Pak Hendra. Aku ingin bertemu dengannya. Kita akan bicara tentang angka. Angka yang nyata."

Dia berbalik, menatap Edward dengan senyum yang kali ini mencapai matanya. "Dan siapkan dirimu, anak muda. Kau meminta untuk masuk ke arena singa. Mulai besok, kau akan berada di dalamnya."

Edward mengangguk, merasakan gelombang kekuatan dan tanggung jawab yang baru. "Terima kasih, Pak Damien."

***

1
Aisyah Suyuti
menarik
TUAN AMIR
teruskan thor
aratanihanan
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
Emitt Chan
Seru banget thor! Gk sabar mau baca kelanjutannya!
Edward M: iya, semoga suka yah... kalau ada saran atau kritik mohon di sampaikan yah/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!