GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Bertemu Diam-diam
"Pah, gimana Senja sudah satu minggu tidak mau makan. Mama khawatir penyakit asam lambung Senja kambuh." Monica menghempaskan tubuhnya di samping suaminya.
"Biarkan saja, biar dia tahu cinta itu menyakitkan. Biar dia tahu orang yang akan peduli padanya hanya keluarga bukan anak berandalan itu!"
"Papa! Bagaimana kalau dia semakin menjauh dari kita. Lagian darimana papa tahu Zac anak berandalan. Dari tatapan matanya mama bisa melihat dia anak baik-baik."
"Dia itu anak broken home Ma, papanya lari dengan pramugari. Mamanya sibuk bekerja buat biaya sekolah dia, tapi lihat gayanya pakai motor sport bertingkah seperti anak orang kaya!"
"Mama tanya sekali lagi berita dari mana, sumbernya bisa dipercaya nggak?!"
"Tentu saja! Kenapa, mama nggak percaya sama papa?!"
"Jujur, mama nggak percaya sumber dari orang suruhan papa. Coba papa tanya Jo, dia jauh lebih tahu asal usul Zac luar dalam. Karena menurut Senja, Zac dirawat mbok Darmi sejak kecil."
"Udahlah mam, ribet banget sih! Urusan cinta monyet anak-anak kenapa kamu ikut campur. Sebentar lagi juga dia akan ceria, dia akan lupa setelah ketemu cowok ganteng lainnya."
"Sebenarnya yang terlalu ikut campur itu kamu Pa, kenapa sampai Senja harus diawasi 24 jam, dikawal puluhan bodyguard agar tidak bisa bertemu Zac. Ada apa dengan kamu, honey?!" Monica menyipitkan matanya menelisik gelagat suaminya yang akhir-akhir ini sering gelisah.
"Musuh bisnisku semakin banyak, sayang. Sebentar lagi suami Inara yang mafia itu akan bebas dari penjara. Kita harus mempersiapkan segala sesuatunya dari sekarang." Sebastian mengusap wajahnya dengan kasar.
"Anak-anak harus terbiasa dibawah pengawasan, memang ini berat untuk mereka yang baru tumbuh dan ingin menghabiskan waktu bersama temannya, tapi ini hal terbaik yang bisa aku lakukan untuk melindungi keluargaku," dalihnya.
"Tapi aku menangkap hal lain tentang Senja dan Zac. Apa yang kamu tutupi, Bas?!"
"Tidak ada!"
"Ada!"
Bastian menatap lekat wajah istrinya, tatapan mereka bertemu. Ia lalu melempar wajahnya ke arah lain. "Tidak penting." suaranya pelan dan goyah.
"Penting, bagiku penting. Penthouse itu sekarang dihuni Zac, bukan Milano. Apa yang kamu dapatkan dari kebetulan itu, hmm?"
"Monic... " Bastian menghembuskan napasnya dengan kasar. "Kamu selalu mengawasi gerak-gerik ku, sepertinya kamu memasang chip di anggota tubuhku hingga berapa kali aku bernapas pun kamu tahu," keluhnya suaranya terdengar frustasi dan terpojok.
"A—ha... Kamu tahu itu, jadi tolong jangan sembunyikan apapun dariku, honey." Monica meletakkan kedua tangannya di pinggang dengan wajah menggoda.
"Baiklah... Aku khawatir Senja dijadikan alat balas dendam Milano padaku. Maksudku... Kita, pernikahan kita."
"Aku tahu bukan itu alasanmu. Kamu takut hubungan kita kembali membaik dengan Milano. Kamu masih cemburu padanya?" Monica tertawa renyah.
"Sayang... " Bastian menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya karena malu.
"Pantas saja, aku melihat mata Zac seperti tidak asing. Seperti aku pernah melihat, dimanaa... Gitu yaa... " Monica mengetuk-ngetuk telunjuknya di pipi sambil tersenyum nakal.
"Monica, jangan memulai. Aku cemburu!" cegah Bastian.
"Hmmm... " Monica pura-pura tersipu.
"Monic, kamu!" Bastian menangkap tubuh istrinya lalu ia hukum dengan gelitik di pinggangnya.
...***...
Siang itu berjalan seperti hari biasanya. Reno mengendarai motor sportnya ke sekolah untuk mengurus berkas kelulusan dan berpamitan dengan guru serta teman-teman sekolahnya. Ia tidak menjelaskan kemana tujuannya setelah lulus SMA, mamanya sudah mengatur sedemikian rupa agar jejaknya tidak diketahui papanya. Ia tahu papanya akan melacak keberadaannya jika ia terbuka sedikit saja tentang rencana kepindahan mereka ke London.
Selesai urusan sekolah dan berpamitan selesai, Reno menyempatkan mampir ke sekolah Senja, kebiasaan baru setelah aksesnya bertemu Senja semakin dibatasi oleh Sebastian. Gadis itu tambah layu dan pucat. Berhari-hari ia tidak menyentuh makanan dengan benar, fisiknya semakin lemah, pipinya yang chuby kini terlihat lebih tirus.
Zac tidak kuasa melihat kondisi Senja seperti itu, meski ia pun tidak ada bedanya. Mata Zac kini dihiasi lingkaran hitam karena tidurnya tiap malam selalu terganggu dengan kejadian hari itu. Kata-kata tajam Sebastian semakin hari makin mempengaruhi kejiwaannya. Di tambah masalah penyakit mamanya dan kondisi rumah tangga orangtuanya yang tidak juga menuju jalan perpisahan dengan damai.
Zac turun dari motor, masih memakai helm full face ia mendekati gerbang sekolah. Langkahnya ternyata tidak mudah, karena seragam yang ia gunakan tidak sama dengan seragam Sun Internasional school. Dua orang satpam datang menghadang langkahnya dengan wajah tidak ramah.
"Cari siapa?" tanya salah satu Satpam.
"Senja, pak. Minta tolong berikan surat saya padanya. Saya akan transfer pulsa ke nomer handphone bapak jika kita bisa bekerjasama."
Kedua satpam itu saling pandang. "Uang tutup mulut? Kamu lihat anak gadis itu dijaga puluhan bodyguard." pak Satpam menunjuk arah dimana para bodyguard bastian berjaga dengan arah matanya.
"Baik, plus uang tutup mulut." Zac mengeluarkan handphone lalu mencatat nomer rekening salahsatu satpam. "Satu juta sudah meluncur," tegas Zac
Mata kedua satpam itu langsung berbinar, hanya bertugas memberikan surat mendapatkan upah segitu besar. Mereka sempat berbisik, kenapa tidak menggunakan chat, medsos atau telepon saja, kuno sekali, pikir mereka.
Tapi itulah Zac. Tanpa ia tahu, ia telah mengikuti jejak papanya dulu. Lebih suka menulis surat cinta yang ia tulis dengan tangannya sendiri, dibanding berupaya menghubungi Senja lewat media sosial.
Zac berjalan memutar sekolah kalangan orang atas itu, ia menunggu Senja di halaman belakang sekolah. Di sana ada pagar pembatas lapangan tenis dengan jalan setapak.
Di dalam sekolah, Senja sedang duduk melamun di dalam kelas saat anak-anak lain sedang keluar istirahat. Satu orang Satpam mendekati Senja, sementara satu orang lainnya berjaga agar Samudera tidak mengetahui kiriman surat dari Zac.
"Senja, ada kiriman surat."
Senja gelagapan, lalu menerima uluran tangan pak Satpam di samping meja. "Dari siapa?" tanyanya, suaranya serak karena terlalu sering menangis.
"Dari cowo yang pakai motor sport merah. Dia tunggu kamu di lapangan tenis."
"Terima kasih pak Satpam," ucap Senja lalu berlari meninggalkan kelas. Dia sangat yakin kalau itu adalah Zac.
Dengan napas masih terengah, di ujung lapangan ia melihat Zac berdiri di balik pagar lapangan tenis. Matanya memanas, bibirnya bergetar pelan, ujung hidungnya yang mancung mulai memerah menahan tangis. Ia melangkah perlahan sambil mengatur degup jantungnya yang berdegup kencang.
Zac membuka helm full face-nya. Menyongsong kehadiran Senja dengan senyuman. Andai saja tidak ada pagar yang menjadi penghalang mereka, Senja sudah melompat menerjang Zac.
"Nja... " sapanya lembut.
"Ka Zac," sambutnya manja dan hampir menangis.
"Kemana pipi chuby milik ka Zac, kenapa pipi gemesnya berubah tirus. Nja habis sakit ya?"
Senja mengangguk, sudut bibirnya menukik ke bawah. "Aku nggak tahu sakit apa, kepalaku berat, sakit semuanya."
Tangan Zac berusaha menerobos pagar agar bisa menyentuh wajah dan tangan Senja. "Sekarang masih sakit?" tanyanya sambil mengusap pipi chuby berwarna kemerahan milik Senja.
"Engga lagi. Karena sudah lihat ka Zac," jawabnya malu-malu
Tatapan Zac masih menempel di wajah Senja. Tapi bibirnya terasa gugup untuk memulainya. "Nja, aku... "
"Iya ka!" jawabnya dengan cepat.
Jantung Zac semakin berdegup kencang. Baru kali ini Zac gugup di depan seseorang terutama orang itu adalah Senja.
"Aku tidak terbiasa tidak melihatmu sehari saja. Tidak bisa berhenti memikirkan mu, tidak pernah merasa nyaman beberapa hari ini, karena kenyamananku adalah kamu. Ini siksaan berat untukku. Apa kamu—"
"Iya lagi, aku juga gitu ka!" jawabnya spontan.
Zac terkesiap, sedikit kaget dengan jawaban bocil berseragam SMP di depannya. Nggak ada kesan romantis!
Zac menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, ia tersenyum malu saat menyadari gadis di depannya ini adalah remaja usia tiga belasan yang masih polos, lugu dan imut. Bayangan Zac bisa saling bersambut kata mesra sepertinya harus ia singkirkan, ia ingin mengikuti maunya Senja saja.
Senja menatap langit sebentar seolah sedang berpikir, "aku mikirin kaka terus, padahal aku banyak PR, tapi aku nggak bisa konsentrasi. Kaka gitu juga nggak?" tanyanya dengan tingkah yang polos dan lugu
"Iya sama."
"Jantungnya jedug-jedug juga?"
"Jedug-jedug?" Zac meraba dadanya, "kalau dada kak Zac sih ada iramanya."
"Irama apa ka?" Senja mengernyit wajahnya dengan lugu tapi lucu.
"Senja... Senja... Senja... Senjaaaaa... " teriak Zac sambil memegang dadanya dengan tangan kanannya, tangan kirinya masih memegang pipi Senja.
"Ihh kaka kirain apa! Masa sih bunyinya gitu?" Senja tertawa kecil
"Iya dong, Kak Zac sudah jatuh cinta sama Senja," ucap Zac jujur. "Kalau di dada Senja ada nama Kak Zac nggak?"
"Kak Zac ada dimana-mana dalam hidup Senja, seperti udara yang Senja butuhkan setiap detiknya." jawaban tak terduga meluncur dari bibir Senja.
Pipi Zac seketika merona. Inilah yang membuat Senja unik di mata Zac, kadang tingkahnya seperti anak kecil yang menuntut untuk dimanja, kadang seperti ini. Bikin Zac terbang melayang di atas awan, menari di taman bunga.
"Nja, Kak Zac kirim surat udah diterima belum?" Zac berusaha mengalihkan rasanya.
"Udah tapi belum dibaca, boleh aku baca di rumah?"
"Boleh." Zac mengangguk lembut. "Gimana kondisi di rumah Nja, Papa sama Ka Sam masih marah sama Ka Zac?"
"Entahlah, aku udah jelasin Kakak nggak seperti itu. Tapi mereka... Aku benci sama Papa," keluh Senja
"Nggak boleh benci Papa dan Ka Sam. Cinta kita hadir di waktu yang belum tepat, Senja masih sekolah aku juga begitu. Suatu hari, saat Kak Zac sudah lebih baik, kaka akan menghadap Papa kamu dengan prestasi yang bisa kamu banggakan, Nja."
"Senja!!" teriak Sam di ujung lapangan, tangannya berkacak pinggang dengan sorot mata tajam ke arah Zac.
"Kak Zac cepat pergi! Bodyguard Papa bisa saja berbuat kejam pada Kaka," panik Senja.
,, perbedaan usia itu jauh lebh bagus dn lebh matang dan dewasa 😌
tapi berdua 😚
kekny harusny Zac ya 🤔
,, selamat k Dee,, semoga kontrakny lulus 🤗