Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab, duapuluh dua. Kehangatan di rumah kakek.
"Kamu liatin apa sih?" desah Karin lirih, ketika perhatian Ryan terpecah. Sedari tadi Karin mengeluh karena rasa sakit di perutnya. Namun, telinga Ryan seolah tuli. Tidak mendengar sama sekali keluh kesakitannya. Entah kemana pikirannya saat ini.
Ketika mengikuti arah pandangan Ryan. Karin menemukan objek yang menyita perhatian suaminya. Perempuan brengsek itu lagi.
Kenapa sih perempuan itu selalu muncul dihadapan mereka. membuat emosinya selalu meledak-ledak. Tapi tidak bisa dilampiaskan. Karin, juga heran! setelah lepas dari Ryan, kehidupan Bella malah semakin baik. Jangan-jangan Bella telah berbuat licik. Semisal memasang susuk atau pesugihan lainnya.
Secara logika Gavin tidak mungkin mau menikahi Bella. Kehidupan mereka yang tidak selevel. Bella sudah menjadi janda dan mandul lagi. Memang sih wajah Bella cantik. Pasti dia telah melakukan cara paling licik menaklukkan Gavin. Pria mapan yang tampan tapi dingin. Dan anehnya lagi, sepertinya Gavin pula yang nampak bucin. Gavin tidak segan memperlihatkan sikap lembutnya di hadapan publik.
"Aduh sakit," Karin sengaja meringis kesakitan hanya untuk menarik perhatian Ryan.
"Kamu kenapa, mana yang sakit?" Ryan sedikit panik mendengar lenguhan Karin. Merutuk dirinya karena perhatiannya pecah saat melihat Bella dan Gavin.
Karin menunjuk perut buncitnya. Lenguhannya berubah jadi jeritan lirih sehingga menarik perhatian orang yang lagi antri menunggu obat.
Bella menoleh kebelakang dan ingin tau apa yang telah terjadi.
"Ada apa?" tanya Gavin.
"Gak tau Bang, sepertinya ada yang kesakitan" sahut Bella. Ketika orang duduk di belakang mereka berkerumun.
"Sudah, kamu sabar saja. Jangan menarik perhatian orang." bisik Ryan merasa malu, karena harus mengelus-elus perut Karin.
Ryan merasa ogah melakukan hal-hal seperti ini. Sekalipun dia sangat menginginkan anak, Ryan sendiri tidak begitu terikat dengan janin di perut Karin. Buktinya dia selalu menghindar setiap kali Karin memancingnya untuk bermanja.
Seperti saat ini, dia enggan sekali menempelkan jemarinya mengusap perut Karin.
"Sebelah sini, Yang." bukannya peka akan keenganan Ryan. Karin malah menarik lengan Ryan. Sehingga tubuh Ryan lebih condong padanya. Wajah Ryan merengut. Walaupun dia berusaha menutupinya.
Gavin berdiri ketika nama Bella dipanggil. Menerima obat dari apoteker lalu mengajak Bella pulang. Ryan pura-pura tidak melihat Bella dan Gavin. Dialihkannya pandangannya ke arah lain. Tapi sialnya Karin malah terbatuk. Dan itu memang dia sengaja, untuk memancing Bella melihat ke arah mereka.
Refleks, Bella melihat ke arah sumber suara batuk. Ternyata ada Ryan dan Karin. Bella terkejut dan tidak menyembunyikan ekspresinya itu. Sadar kalau ulahnya berhasil memancing Bella. Karin tersenyum sumringah. Bahkan sengaja merebahkan kepalanya di bahu Ryan.
"Dasar murahan!" gerimit bibir Bella saat melihat tingkah Karin yang kampungan. Bella tetap melangkah santai. Dengan tangan Gavin yang memeluk pinggangnya.
Setelah Bella dan Gavin berlalu, Karin menegakkan kepalanya. Kesal paoda Ryan yang kurang peka.
"Kamu kenapa, sih? Dari tadi duduknya gak nyaman." ucap Ryan penuh penekanan. Wajah Karin mencelos, sebal dengan sikap Ryan yang dingin.
*
"Kita ke rumah Opung sebentar ya, kemarin beliau nge chat aku." ucap Gavin saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Iya, " angguk Bella senang. Dia sudah merindukan kakeknya Gavin. Terakhir mereka jumpa saat pernikahan itu. Kesibukan Gavinsangat menyita waktunya sehingg jarang berkunjung ke rumah kakeknya.
Ditengah perjalanan mereka mampir lebih dulu, membeli oleh-oleh untuk Pak Bonar. Sesampainya di rumah kakeknya, Pak Bonar tengah memetik beberapa mangga yang berbuah lebat di halaman rumah.
Sekeranjang penuh buah mangga yang ranum sangat menggoda Bella. Dia berbisik pada Gavin, mau makan mangga.
"Besok baru enak dimakan. Sekarang bagusnya buat rujak." seru Pak Bonar yang mendengar bisikan Bella.
"Opung dengar ya?" seru Bella kaget. Salut dengan pendengaran Pak Bonar. Gavin tertawa mendengar celoyehan Bella.
"Opungku biar sudah tua, tapi masih fit." gurau Gavin. Pak Bonar hanya menyeringai. Memukul bahu cucunya.
"Kamu ini sudah melupakan Opung. Opung sudah tua dan renta, kalian harus sering-sering menengok opung. Opung ksesepian tinggal sendirian disini."
"Maafkan Gavin, Opung." Gavin merasa bersalah demi mendengar ucapan kakeknya.
"Tidak apa, opung mengerti kok. Ooung juga sangat bahagia karena kamu sudah menikah sekarang. Selama ini kamulah yang jadi beban pikiran Opung. Apalagi kamu menikah dengan Bella. Perempuan yang tidak kakek tagulan lagi kebaikannya." Pak Bonar melangkah perlahan seraya di jalan setapak memasuki rumah, seraya menggandeng cucu dan cucu mantunya.
Pak Bonar membuka pintu. Menyuruh masul Bella lebih dulu. Dia sengaja menahan tubuh Gavin dan berbisik.
"Bagaiamana keadaan cicit opung?"
"Sehat-sehat Opung. Kami dapat kembar. Kami barusan periksa langsung kemari." sahut Gavin dengan wajah cerah. Bella yang duluan masuk langsung menuju dapur. Dua buah mangga yang diberikan kakek langsung dikupasnya.
"Kembar, sepasang?" beliak Pak Bonar dengan berbinar. Mulutnya komat kamit mengucap doa. Di sudut mata tuanya mengenang air mata.
"Iya, Opung."
"Bah! Baguslah. Tapi ada yang menjadi beban pikiran opung. Kenapa kamu menikahi Bella setelah dia hamil. Dan tiba-tiba saja Bella hadir dalam kehidupanmu dan sudah hamil. Kamu tidak sedang bermain sandiwara sama Opung kan. Hanya karena takut tidak mendapatkan warisan?" tatap Pak Bonar membuat Gavin mendadak gugup.
Tidak mungkin dia menjelaskan secara detail hubungannya dengan Bella. Bisa-bisa dia akan diamuk opungnya.
"Kenapa kamu diam? Jangan coba-coba membohongi opung."
"Gavin tidak berbohong Opung. Janin yang dikandungan Bella memang murni darah dagingku. Cucu Opung ini kebablasan, Pung." ucap Gavin denganwajah bersemu merah.
"Dasar kau. Tapi syukurlah kamu mau bertanggung jawab." Gavin menghela nafas lega karena opungnya tidak bertanya lebih lanjut lagi.
Diikutinya langkah Pak Bonar menuju ruang keluarga.
"Sana tengok Bella, bantu dia ngerujak. Jangan kaku-kaku kalilah kamu sama istrimu itu. Biar anak-anakmu nantinya sehat. Harus banyak-banyak perhatian sama istrimu."
"Iya, Pung. Gavin ke dapur dulu." tanpa diperintah dua kali, Gavin bergegas menemui Bella.
"Eh, ngapain ke sini Bang. Sanalah tani ngobrol Opung. Bella sama Bibi aja ngurus rujaknya." protes Bella saat melihat Gavin muncul di dapur.
"Entah siapa yang harus aku dengar. Opung bilang aku harus temani kamu ngerujak. Adek ngomong lain lagi, nyuruh abang nemani Opung. Sudah, aku nemani kamu ngerujak saja dek. Nanti abang kena libas kalau melawan perintah Opung. Iya 'kan, Bi" seru Gavin minta dukungan dari Bi Asih.
"Iya, Nak. Dulu Gavin sering dilibas pake rotan," timpal Bi Asih yang sudah lama jadi asisten rumah tangga di rumah kakeknya.
Bi Asih dan Bi Nani adalah dua saudara sepupu yang sama-sama sudah lama mengabdi di keluarga Pak Bonar.
Bella tertawa mendengar kisah masa kecil Gavin. Suasana hangat di dapur, yang penuh tawa. Membuat Pak Bonar tersenyum bahagia. Sepertinya kehangatan di rumah ini hadis lagi, bisiknya penih syukur.***