Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian
...**✿❀♛❀✿**...
Suara kayu yang berderak dimakan api mengisi kesunyian. Ruangan yang didominasi oleh dinding kayu ini terasa hangat di malam yang kian beranjak larut. "Silahkan Anda baca dulu, Yang Mulia." Seraphine memecah kesunyian mereka dengan menyerahkan sebuah kertas yang telah ia tulis sebelumnya. Gadis itu menatap seseorang di hadapannya dengan tenang, menunggu reaksi seperti apa yang akan ia berikan.
"Panggil Aku Rick saja, Lady." ucap Frederick sembari membuka tudung jubah hitam yang menutupi wajahnya. Tangannya meraih kertas yang Seraphine sodorkan.
"Tapi itu tidak sopan, Yang Mulia," tolak Seraphine halus. Mana mungkin ia berani memanggil seorang pangeran dengan namanya saja.
Frederick menatap isi kertas itu lamat, rupanya Nona di hadapannya ini ingin membuat kesepakatan. "Aku bisa menyetujuinya, tapi apa untungnya bagiku jika semua poin di sini lebih menguntungkanmu?"
Seraphine sudah menebak bahwa pertanyaan ini akan keluar dari mulut sang Pangeran, sebab ia paham betul bagaimana sifatnya.
"Saya akan memberikan 20% keuntungan dari tambang emas kepada Anda, Yang Mulia," ucapnya memberikan penawaran. Seraphine harus mampu meyakinkan Frederick agar modal awal untuk menjalankan tambang emas ia dapatkan.
"Baiklah," ucap Frederick sembari menandatangani perjanjian di kertas tersebut. Ia meletakkan pena bulu, lalu kembali bersandar pada kursi yang ia duduki.
Sudah? Semudah itu? Seraphine sedikit terkejut, sebab di kehidupannya dulu, Pria itu sangat sulit didekati. Ia penuh rasa waspada dan selalu bersikap dingin pada semua orang. Seraphine bahkan butuh waktu delapan bulan untuk mendekatinya, dan waktu tiga bulan agar kewaspadaan pria itu padanya berkurang.
Lalu, kenapa sekarang sikapnya seakan berubah? Meski sifat dan nada bicaranya tetap datar, Seraphine merasa sosok dihadapannya ini terasa 'berbeda'. "Anda serius, Yang Mulia?" tanya Seraphine lagi memastikan.
Pria itu mengangguk, ia tak tahu mengapa, tapi otaknya tiba-tiba memerintahkan untuk menuruti keinginan gadis itu. Kalau ia tidak menurutinya, dirinya akan menyesal.
"Baiklah, kalau begitu saya akan membacakan isi perjanjian kita ini ya, Yang Mulia. Hanya memastikan bahwa di masa depan tak ada yang akan keberatan." Seraphine meraih kertas itu lalu membacanya perlahan.
"Pasal pertama: Pangeran Frederick menyediakan modal sebesar 500.000 koin emas untuk pembangunan awal tambang di wilayah yang saya tentukan. Pasal kedua: Pangeran Frederick berhak atas 20% keuntungan bersih tahunan dari tambang tersebut.”
Ia berhenti sejenak, mengangkat tatapannya dari Surat perjanjian. Frederick tidak bergeming, mata pria itu hanya menatapnya lurus, dingin, seakan ingin menembus lapisan pikirannya.
“Pasal ketiga: Dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak perjanjian ditandatangani, saya, Lady Seraphine Valmont, akan menikah dengan Pangeran Frederick. Pasal keempat: apabila salah satu pihak melanggar perjanjian, pihak tersebut wajib membayar denda 1 juta koin emas, dan seluruh hak usaha jatuh pada pihak yang dirugikan.”
Seraphine mengangkat wajahnya menatap, melihat apakah ada yang keberatan. Ia menarik napas dalam, lalu melanjutkan, suaranya kini terdengar lebih mantap.
“Dengan demikian, perjanjian ini menjadi sah setelah saya menandatangani. Tidak ada pasal yang dapat diubah tanpa persetujuan kedua belah pihak.”
Ia menatap Frederick sekali lagi, mencari sekecil apa pun tanda protes, namun yang ia dapat hanyalah senyum tipis dan samar, yang lebih menyerupai tantangan daripada persetujuan.
Dengan tangan yang nyaris tak bergetar, Seraphine mengambil pena bulu dan membubuhkan tanda tangannya di bawah nama sang pangeran.
Kemudian ruangan kembali hening.
Lalu, Frederick akhirnya berbicara, suaranya dalam dan tenang, “Sekarang, Lady Seraphine, kau telah terikat padaku. Jangan pernah mengingkari setiap perjanjian yang telah kita sepakati.” Frederick menatap Seraphine dalam. Keberanian gadis itu membuatnya seolah dejavu akan suasana seperti ini.
"Anda tenang saja, Yang Mulia. Saya tidak akan pernah mengingkari janji yang Saya buat. Saya pun berharap Anda menepati setiap pasal perjanjian Kita."
"Baiklah, karena hari makin larut, kalau begitu Saya permisi, Yang Mulia," pamit Seraphine.
Gadis itu menunduk hormat, ia memakai kembali tudung jubahnya, lalu melangkah keluar dari tempat pertemuan mereka.
Sepeninggalan Seraphine, Virrel Asisten pribadi Pangeran Frederick mengemukakan pendapatnya.
"Yang Mulia, bukankah perjanjian ini lebih menguntungkan Lady Valmont daripada Anda? Saya bisa memperbaiki pasal perjanjian ini agar Anda mendapatkan keuntungan lebih," ucap Virrel pada Frederick.
"Sudahlah, Vir. Perjanjian telah dibuat dan ditandatangani." Pangeran itu bangkit, ia mengenakan kembali jubahnya dan berjalan keluar dari sana.
"Kenapa Anda menerimanya begitu saja, Yang Mulia?" tanya Virrel heran.
"Jika Anda bersikeras, Saya yakin Anda akan mendapatkan setengah dari keuntungan tambang itu!" ucapnya lagi menggebu-gebu.
"Dua puluh persen itu terlalu sedikit, Yang Mulia." Pria yang masih seumuran dengan Frederick itu terus mengoceh sendiri, ia tampak lebih tak terima dibandingkan sang junjungan yang terlibat dalam perjanjian.
...
Ruangan itu dipenuhi mawar putih.
Kupu-kupu berterbangan kesana-kemari.
Cahaya matahari menerobos masuk melewati atap kaca, suasana terasa begitu asri.
Tapi....
Lambat laun mawar itu berubah hitam, ketika ia menoleh langit cerah telah berubah sekelam malam. Percikan darah terbang menimpa setiap bunga, teriakan terdengar menyakitkan.
Dan Frederick sendiri, terdiam menatapi tubuhnya yang telah kaku ditangan seorang perempuan.
Hosh... hosh... hosh...
Pria muda itu terbangun dengan napasnya yang tersengal. Dadanya naik turun meraup rakus udara sekitar, sayup-sayup rasa sesak menjalani benaknya, seolah kejadian itu memang telah terjadi di dunia nyata.
"Mimpi itu lagi," gumam Frederick. Kedua tangannya bergerak menangkup wajah, lalu mengusap bulir keringatnya yang bersarang di pelipis.
Matanya menatap kosong pada langit-langit kamar. Sejak pesta debutante waktu itu, entah kenapa mimpi-mimpi seperti ini menjadi semakin intens. Setiap malam ia akan dihantui perasaan bersalah yang entah karena apa alasannya.
Wajah perempuan yang selalu berada di mimpinya ini pun tak pernah terlihat jelas dan begitu ia bangun, ia akan melupakan bagaimana perawakannya.
Pikirannya terus berkelana, hingga akhirnya ingatannya mengarah pada sosok gadis berani yang mampu menarik perhatiannya sejak pesta debutante itu.
Pria muda itu terkekeh. Ia bahkan dengan gila meminta gadis itu menjadi istrinya di hari pertama mereka berjumpa. Entah kenapa, Frederick merasa seolah sebuah magnet menarik dirinya mendekat.
Lalu jauh di dalam benaknya, terdapat perasaan samar yang seolah mengatakan bahwa ia akan menyesal bila ia melepaskan gadis itu, lagi.
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...