NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Di Era 70-an: Takdir Peran Pendukung Perempuan

Reinkarnasi Di Era 70-an: Takdir Peran Pendukung Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Menjadi NPC
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: YukiLuffy

Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.

Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.

Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 Ketidakpuasan Madam Zhao

Kedamaian itu pecah pada suatu pagi ketika embun masih menggantung di ujung rumput. Langkah-langkah berat disertai suara membahana yang terlalu familiar menggema di depan gubuk Liyun.

"Zhao Liyun! Keluar kau, anak tidak tahu terima kasih!"

Madam Zhao berdiri di depan pagar kayu sederhana, wajahnya merah padam oleh amarah dan—Liyun bisa melihatnya—sedikit kepanikan. Kepergian Liyun ternyata membawa dampak yang tidak ia duga; tanpa adanya "sasaran empuk" untuk disalahkan dan direndahkan, posisinya dalam hierarki sosial desa mulai goyah.

Liyun membuka pintu dengan tenang, menyeka tangannya yang masih basah dari mencuci piring. "Ada yang bisa kubantu, Ibu?"

Sapaan formal itu justru membuat Madam Zhao semakin geram. "Jangan pura-pura tidak tahu! Kau pikir dengan pindah ke sini, kau bisa lepas dari kewajibanmu? Aku masih ibu tirimu, dan kau masih berhutang budi padaku karena telah membesarkanmu!"

Di sekeliling mereka, tetangga terdekat mulai berkerumun, tertarik oleh suara keributan. Beberapa wajah penuh ketertarikan, beberapa lainnya cemas.

Liyun menarik napas dalam. Ia telah mempersiapkan diri untuk ini. "Aku telah memenuhi semua kewajibanku selama ini, Ibu. Bahkan lebih. Aku telah memberikan hampir seluruh tunjangan makanan ayah yang seharusnya untukku, dan bekerja tanpa henti di rumah Ibu tanpa pernah mengeluh."

"Bohong! Semua itu hanya untuk makanmu saja tidak cukup!" teriak Madam Zhao, tapi suaranya sedikit goyah. Beberapa tetangga saling pandang, sepertinya tidak sepenuhnya percaya.

"Saudara-saudara," kata Liyun, sekarang berbicara kepada kerumunan yang semakin besar, suaranya jernih dan terdengar oleh semua. "Selama bertahun-tahun, aku menerima begitu saja semua tuduhan dan perlakuan buruk. Tapi hari ini, aku ingin kalian semua tahu kebenarannya."

Dari balik bajunya, ia mengeluarkan sebuah buku catatan kecil—buku yang sama yang telah ia gunakan untuk mencatat semua pengeluaran dan persediaan makanan.

"Di sini," katanya, membuka halaman tertentu, "tercatat setiap butir beras yang kuterima, setiap potong pakaian yang kukenakan, dan setiap kali Ibu mengambil jatah makanku dengan alasan untuk disimpan, tapi tidak pernah kulihat lagi."

Madam Zhao mencoba merebut buku itu, tapi Liyun dengan cepat menariknya. "Aku juga punya saksi bahwa Ibu sering menjual barang-barang peninggalan ibuku yang asli ke pasar gelap."

Gasps terdengar dari kerumunan. Ini adalah tingkat konflik yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya—seorang anak secara terbuka menentang orang tua, itupun orang tua tiri.

"Kau... kau berani memfitnahku!" raung Madam Zhao, tapi matanya menunjukkan ketakutan.

"Ini bukan fitnah, Ibu." Suara Liyun tetap tenang, meski jantungnya berdebar kencang. "Aku hanya mengatakan kebenaran yang selama ini kusimpan. Aku tidak meminta harta warisan ayah—biarkan semuanya untuk Ibu dan kedua anak Ibu. Yang kuminta hanyalah kebebasan untuk hidup dengan tenang, tanpa terus-menerus disalahkan dan dihakimi."

Saat itulah, Kepala Desa tiba, didampingi oleh beberapa tetua desa. Mereka pasti telah dipanggil oleh seseorang yang melihat situasi ini memanas.

"Ada apa ini?" tanya Kepala Desa dengan suara berat.

Madam Zhao langsung menangis—tangisan dramatis yang penuh kepura-puraan. "Kepala Desa, lihatlah bagaimana anak ini memperlakukan saya! Setelah saya besarkan dengan susah payah, sekarang dia melawan dan memfitnah saya!"

Tapi Kepala Desa tidak langsung percaya. Ia memandang Liyun. "Apa yang terjadi, Zhao Liyun?"

Liyun membungkuk hormat. "Kepala Desa, Yang Dipertua. Saya hanya mempertahankan hak saya untuk hidup mandiri. Saya telah memenuhi semua kewajiban sebagai anak, dan bahkan lebih. Buku catatan ini adalah buktinya." Ia menyerahkan buku catatannya kepada Kepala Desa.

Saat Kepala Desa membalik-balik halaman buku itu, kerumunan terdiam. Mereka semua tahu reputasi Madam Zhao, dan banyak yang telah melihat sendiri bagaimana Liyun diperlakukan. Tapi ini pertama kalinya ada bukti tertulis.

"Madam Zhao," kata Kepala Desa akhirnya, suaranya tegas. "Zhao Liyun telah membuktikan dirinya sebagai warga desa yang bertanggung jawab. Dia telah berkontribusi banyak bagi desa kita, terutama di dapur kolektif. Sepertinya sudah waktunya baginya untuk menjalani hidupnya sendiri."

Kekalahan telak. Madam Zhao bisa melihatnya di mata semua orang—tidak ada lagi simpati, hanya penilaian dan, dalam beberapa kasus, penghinaan terbuka.

Dia menatap Liyun, matanya berbinar dengan kebencian murni. "Kau pikir kau menang? Kau hanya anak yatim piatu yang tidak tahu diri! Suatu hari kau akan jatuh dan tidak ada yang akan menolongmu!"

Liyun menatapnya langsung, tidak gentar. "Saya telah jatuh berkali-kali, Ibu. Dan setiap kali, saya belajar untuk bangkit sendiri."

Kata-kata terakhir itu seperti tamparan. Madam Zhao tercekat, lalu berbalik dan pergi dengan langkah marah, meninggalkan kerumunan yang mulai bersenandung dengan berbagai komentar.

Setelah semua orang pergi, Liyun berdiri sendiri di depan gubuknya, tubuhnya gemetar. Pertempuran pertama telah dimenangkan, tapi perang masih panjang. Ia tahu Madam Zhao tidak akan berhenti sampai salah satu dari mereka hancur.

Saat ia berbalik untuk masuk, ia melihat Wu Shengli berdiri di balik pohon, telah menyaksikan semuanya dari awal. Di matanya, ia tidak melihat belas kasihan—ia melihat rasa hormat.

"Kau kuat," katanya sederhana ketika mendekat.

"Tidak," bantah Liyun, suaranya bergetar. "Aku hanya lelah membiarkan orang lain menginjak-injakku."

Senyum kecil muncul di bibir Shengli. "Itulah yang disebut kuat, Liyun."

Malam itu, untuk pertama kalinya, Liyun menangis—bukan karena sedih, tapi karena pembebasan. Garis telah digambar di tanah, dan ia telah berdiri di sisinya. Apapun yang terjadi selanjutnya, ia siap.

1
Lala Kusumah
pengen hajar tuh si madam 😡😡😡👊👊👊
Lina Hibanika
heh 😒 dah numpang belagu lagi 😡
Lina Hibanika
hadir dan menyimak
Fauziah Daud
trusemangattt...
Fauziah Daud
trusemangattt... lanjuttt
Dewiendahsetiowati
Zhao Liyun gak punya jari emas ya thor
YukiLuffy: ngga kak
total 1 replies
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!