Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22.
“Teman baru Papa Adisty di kantor nya, dulu tetangga Emaknya Erina. Orang itu yang bilang. Katanya Emaknya Erina dulu memang sering pergi ke dukun, di lereng Merapi.” jawab Retno sambil mengusap usap layar hand phone nya lagi, untuk menunjukkan chat dia dengan Adisty saudara nya satu Trah.
“Jangan jangan Ibu Tiriku ke dukun kecamatan di lereng Merapi Mbak. Di daerah sana kan ada satu kecamatan bernama dukun. Bukan dukun orang pintar.” Ucap Widowati sambil terus menghaluskan bumbu bumbu.
“Aku serius nih Wid. Adisty juga serius menulisnya ke dukun ilmu hitam. Jadi sudah pasti bukan ke kecamatan yang bernama Dukun. Aku kok malah berpikir jangan jangan mereka ke tempat Nyi Ratu itu Wid. Aku lihat lihat kok Emaknya Erina itu juga tampak awet muda.” Ucap Retno masih memegang hand phone nya.
Widowati kembali menatap Retno...
“Biarlah Mbak, dosa dan akibatnya akan ditanggung oleh mereka sendiri. Mama dan Papa sudah meninggal mereka berdua sudah damai di surga. Yang aku pikirkan sekarang hidupku di sini bersama Langit dan Lintang.. Harta sedikit demi sedikit akhirnya juga bisa aku miliki Mbak. Aku sangat bersyukur memiliki Langit dan Lintang. Juga bersyukur sudah punya rumah. Tempat kami berteduh dan bekerja. Meskipun kecil dan di pinggir sungai aku sudah sangat bersyukur ..” ucap Widowati sambil melangkah ke luar dari dapur menuju ke ruang makan yang bersatu dengan ruang tamu hanya bersekat lemari kaca.
Di ruang makan itu tampak Langit dan Lintang duduk tenang sambil makan es krim pemberian Retno. Di atas meja makan ada waskom besar berisi sayuran yang sudah bersih dan sudah dipotong potong.
“Ma, nanti ayam na mau diantal cendili oyeh Bu De Edi.” Suara imut Langit sambil menatap Mama Wiwid yang mengambil waskom besar.
“Iya Sayang.. habis makan es krim, kalian jangan lupa minum air putih ya..” ucap Widowati sambil menatap Langit dan Lintang yang begitu suka pada es krim.
“Iya Ma.. bial gigi ku tidak cakit kan....” suara imut Langit.
“Bial gigi kita tidak lucak Lang, bial macih putih teyus iya kan Ma..” suara imut Lintang sambil menatap Sang Mama yang akan kembali ke dapur.
Widowati kembali menatap dua anaknya itu sambil tersenyum..
“Iya kalian benar semua.. “ ucap Widowati sambil menatap dua anaknya yang sangat menggemaskan.
Apalagi jika sudah memakan es krim. Ekspresi wajah mereka berdua tampak begitu bahagia.
“Ma itu di meja ada undangan pelnikahan, kita datang ya Ma.. kan ada banyak es klim di cana..” suara imut Langit sambil menoleh ke arah ruang tamu.
“Iya Ma.. kita belangkat ya cama Bu De Yetno dan Pak De Cigit.. ya.. ya.. ” saut suara imut Lintang dengan penuh semangat. Kepalanya pun sampai mengangguk angguk sambil menatap Sang Mama.
Kedua mata Widowati menjadi berkaca kaca. Dia sebenar nya sangat malas untuk berangkat. Namun kedua anaknya begitu senang jika diajak ke pesta pernikahan. Bukan hanya karena makanan nya, tetapi mereka juga senang karena memakai baju bagus apalagi jika menumpang di mobil Pak Sigit. Dan lokasi tempat pernikahan di kota, pulang dari acara pernikahan mampir mall. Kedua anak itu senangnya bukan kepalang.
“Besok lihat sikon ya, kalau Mama tidak banyak pekerjaan kita berangkat.” Ucap Widowati lalu melangkah ke dapur. Dia tidak ingin air matanya menitik di depan kedua anaknya.
“Ma kalau pekeljaan banak dicicil Ma...” suara imut Lintang agak keras.
“Culuh Bu De Yetno bantu Ma.. Aku dan Elin kan juga bantu Ma..” suara imut Langit menimpali.
“Iya kita berangkat.” Saut Retno di dapur yang kini ikut membantu menggongso bumbu.
“Aku sebenarnya malas untuk datang Mbak.” Ucap Widowati yang sudah berdiri di dekat Retno.
“Sama sih Wid, aku sebenarnya juga malas. Sepertinya Erina memang sengaja mengundang aku dan kamu, agar hati kamu panas dan sakit lagi.” Ucap Retno sambil mengaduk aduk bumbu di wajan besar.
“Tapi Wid, kita datang saja. Tunjukkan kalau kamu bisa hidup bahagia tanpa mereka.” Ucap Retno lagi sambil mengaduk aduk bumbu dengan sayur sayuran yang sudah Widowati masukkan ke wajan besar di atas kompor itu.
🌸🌸🌸
Sementara itu di lain tempat. Di lereng gunung Merapi, tepat nya di rumah Nyi Ratu Kodasih.
Setelah dua tahun lebih bertapa di gua. Nyi Ratu sudah kembali lagi ke rumahnya bersama abdi abdinya.
Rambut Nyi Ratu sudah kembali tumbuh, meskipun panjangnya baru sebahu. Kulit Nyi Ratu kembali menjadi segar dan kencang. Meskipun tidak seperti kulit gadis remaja. Sosok Nyi Ratu bagai wanita berusia empat puluh tahun saja.
Hal ini berbeda dengan kondisi Bu Kadus dan Bu Waspo yang menjadi Abdi Nyi Ratu. Kulit Bu Waspo dan Bu Kadus tampak semakin keriput dan hitam setelah tinggal bersama Nyi Ratu. Wajah mereka berdua menjadi terlihat jelek. Kecantikan mereka berdua sudah memudar.
Bu Kadus dan Bu Waspo menatap sosok Nyi Ratu yang duduk menghadap cermin besar di rumahnya.
“Ha... ha... ha... ha... Aku sudah kembali menjadi muda dan cantik.. Rambutku sudah panjang meskipun belum begitu panjang..” ucap Nyi Ratu sambil tertawa bahagia dan tangannya menyibak nyibakkan rambut hitamnya.
Sesaat Nyi Ratu menoleh dan menunduk menatap Bu Kadus dan Bu Waspo yang duduk bersimpuh terpana menatap sosok Nyi Ratu.
“Apa lihat lihat? Kamu ingin cantik dan muda seperti aku?” tanya Nyi Ratu dengan suara yang keras cenderung membentak.
Bu Kadus dan Bu Waspo hanya geleng geleng kepala ketakutan. Karena mereka sudah melihat dengan mata mereka sendiri bagaimana Nyi Ratu melakukan ritual untuk menjaga kecantikan dan awet muda nya. Dua perempuan kakak beradik itu begidik ngeri. Mereka berdua hanya berharap bisa keluar dari cengkeraman Nyi Ratu.
“Ha...ha...ha....ha... ha...” Nyi Ratu tertawa terbahak bahak sambil kembali menatap wajah nya di cermin besar dengan tangan menyibak nyibak lagi rambut kepala nya.
Dan tidak lama kemudian dari pintu depan muncul sosok abdi Nyi Ratu yang lain..
“Nyi.. ini ada undangan buat Nyi Ratu, Pak Kadus yang mengantar katanya dari kota ditaruh di rumah Pak Kadus.” Ucap sang abdi yang di tangannya membawa sebuah undangan berwarna coklat dengan tinta emas.
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh
makin seru g bksa di tebak dehh