"Jika memang kamu menginginkan anak dari rahim ku, maka harganya bukan cuma uang. Tapi juga nama belakang suami mu."
.... Hania Ghaishani .....
Ketika hadirnya seorang anak menjadi sebuah tuntutan dalam rumah tangga. Apakah mengambil seorang "madu" bisa menjadi jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbeda
Awan hitam tak bergelayut tebal seperti biasanya, langit lebih cerah. Matahari dengan leluasa menyebarkan sinarnya, membawa kehangatan bagi penghuni bumi. Angin, sejuk, menggesek lembut dahan-dahan di taman samping mansion. Burung gereja berkicau pelan dari balik pagar, seolah tahu ada ketenangan yang rapuh sedang dibangun di sana.
Di teras samping, Audy duduk sendiri. Kursi rotan putih menopang tubuhnya yang terlihat semakin ringkih. Selimut wol melingkupi kakinya, dan secangkir teh hangat mengepul di meja kecil di sampingnya. Tapi teh itu tidak disentuh. Hanya dibiarkan mendingin, seperti perasaan yang menua diam-diam dalam dadanya.
Matanya menerawang ke halaman. Bibirnya diam, tapi jarinya menggigiti pinggiran selimut dengan gelisah yang tak bisa ia tunjukkan. Ivana berdiri beberapa langkah di belakangnya, seperti bayangan yang tak pernah lepas.
Dari kejauhan, Hania baru saja keluar dari kamar Brivan. Ia berjalan pelan ke arah dapur, namun langkahnya terhenti saat melihat sosok itu.
Audy.
Tubuh Hania seketika tegang. Ia ragu. Ingin menjauh… tapi juga ingin bicara. Tapi dia tidak bisa bicara dengan Audy jika ada Ivana. Wanita paruh baya itu menunduk, seperti menanyakan sesuatu pada sang Nyonya. Lalu ia melangkah menjauh.
Kesempatan yang bagus.Hania mengambil napas dalam-dalam… lalu melangkah mendekat. Keraguan sempat membelenggunya, ingatan Hania terngiang apa yang Fira katakan. Tapi Hania tidak bisa tinggal diam seperti ini. Langkahnya sempat terhenti di balik pilar taman, tapi hatinya mendorong semakin kuat. Ada yang ingin ia tahu sesuatu, setelah itu dia akan tahu harus bagaimana. Maka ia melangkah maju.
“Nyo-Nyonya Audy…”
Audy menoleh perlahan, sekilas. Wajahnya tetap teduh, tapi matanya memancarkan rasa letih yang tak bisa ditutupi oleh riasan atau selimut mewah.
“Ada apa,” jawabnya pelan dan dingin
Hania berdiri canggung. “Bagaimana kabar Nyonya? Sudah lama saya tidak melihat Anda.
Audy tersenyum sama kecil. "Duduklah, jika kau ingin bicara denganku.
Hania duduk di kursi seberang. Membiarkan sejenak angin pagi mengalir di antara mereka. Keheningan menguasai sebelum Hania memecahnya dengan nada lembut.
“Apa Nyonya baik-baik saja?”
Audy menarik napas pelan. "Aku ... Tentu aku baik. Apa kau mengharapkan sesuatu terjadi padaku Hania?"
Hania mengeleng cepat. Tapi Hania marasa jawaban Audy berbeda dengan kenyataannya. Audy terlihat berbeda, dari terakhir Hania bertemu. Mata yang dulu teduh itu kini cekung, kulitnya lebih pucat, tulangnya lebih tajam terlihat. Tapi ia tetap cantik.
Keheningan merayap. Daun jatuh satu, melayang ringan di antara mereka, tapi keduanya tak bergerak.
Hania ragu untuk menanyakan apa yang ingin ia ketahui.
"Bagaimana bayiku?"
Hania tersenyum getir, menunduk. "Dia sehat. Meski belakangan ini saya nggak bisa makan makanan dengan bau kuat. Tapi semua baik-baik saja.”
Audy tersenyum. Tapi senyumnya seperti kaca jendela—bening, tapi tak bisa ditembus.
“Baguslah.”
Hening sebentar.
Lalu Hania mencondongkan tubuh sedikit ke depan. Suaranya dibuat sehalus mungkin, seperti gumaman biasa—padahal itu pancingan hati-hati.
“Nyonya bagaimana kalau seandainya… Tuan Brivan bangun?”
Audy yang sedang menatap taman, membeku. Pertanyaan itu singkat. Tapi seperti ledakan senyap yang langsung menghentikan waktu di sekeliling mereka.
Audy tak langsung menjawab. Tangannya mengepal di atas pangkuan. Hania memperhatikan dengan seksama, seolah mengamati denyut jantung lawannya dalam pertarungan diam-diam.
“Kenapa kamu tanya seperti itu?” tanya Audy pelan, tapi tajam.
Audy menoleh, Hania bisa melihat binar harap dimatanya. Bukan wajah ketakutan seperti yang suster Fira dan Mario tunjukan saat dia mengatakan Brivan bergerak.
"Apa Brivan menunjukan tanda-tanda akan bangun?"
"Apa dia begerak ... Sedikit?"
"Ap-apa dia ...."
Hania tersenyum tipis lalu menggeleng pelan.
“Saya hanya bertanya Nyonya. Karena… saya pikir, jika seseorang yang kita cintai akhirnya bangun dari tidurnya, itu akan jadi hal yang sangat membahagiakan, kan?”
Audy menoleh. Matanya kini tajam. Tapi bibirnya tetap tersenyum.
“Bahagia… tentu saja aku bahagia jika suamiku bisa sadar dari komanya. Apa maksudmu menanyakan semua ini padaku Hania?" Suara Audy mulai meninggi.
Hania terdiam.
Audy menegakkan duduknya. Kali ini ia menatap langsung ke mata Hania. Lurus. Dingin.
“Brivan adalah duniaku. Dan aku akan melakukan apapun untuknya, aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu. Kau tidak sekedar bertanya, aku rasa ... Kau punya tujuan lain."
Hening lagi. Hania menunduk, meremas jemarinya bingung.
"Saya punya maksud lain, saya hanya sekedar bertanya," sahut Hania.
Audy mengalihkan pandangan ke taman, lalu berucap lirih, “Lancang”
Langkah kaki terdengar. Ivana kembali.
Sorot matanya tajam saat melihat Hania duduk di teras. Ada ketegangan yang langsung mengental di udara. Hania berdiri cepat, membungkuk sopan.
“Kalau begitu saya permisi, Nyonya. Saya… saya mau ke dapur. Sepertinya saya lapar lagi,” katanya, mencoba bercanda kecil—tapi suara hatinya bergetar.
Audy hanya mengangguk. Tidak bicara. Tidak senyum.
Hania berjalan pergi, melewati Ivana yang masih menatapnya dingin. Tapi jantungnya masih berpacu. Dia tidak mendapat jawaban pasti. Tapi satu hal jelas—Audy tidak takut Brivan bangun. Jadi Audy tidak terlibat? Lalu apa bisa Hania memberi tahu Audy apa yang terjadi kemarin?
emak nya brivan bakalan pulang. dan si nenek tapasya pasti gak bisa bergerak sesuka hati nya setelah ini
Oh nggak bisa, yang mengandung anak brivan itu hania, jadi Audy gak ada hak emm
kapan aja,, Brivan pasti bisa bangun melawan bius yang kau ciptakan !!
apa ibunya Brivan ga tau ya klu Audy sdh keguguran dan anaknya lagi terbaring sakit.
Ibunya Brivan akan datang,, berharap bgt dia akan bisa membawa Brivan pergi bersamanya,jika Brivan menjauh dr Mario,itu artinya Brivan akan bisa segera sadar,,,
nah loh ibunya brivan mau ke indo jenguk brivan gimana ya nanti reaksinya kalau tau Audy udah ga mengandung lagi
dan untuk mu ibu briv semoga segera menengok ya. putra mu tidak berdaya