Elena hanya seorang gadis biasa di sebuah desa yang terletak di pelosok. Namun, siapa sangka identitasnya lebih dari pada itu.
Berbekal pada ingatannya tentang masa depan dunia ini dan juga kekuatan bawaannya, ia berjuang keras mengubah nasibnya dan orang di sekitarnya.
Dapatkah Elena mengubah nasibnya dan orang tercintanya? Ataukah semuanya hanya akan berakhir lebih buruk dari yang seharusnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Pengiriman
Sebuah dobrakan pintu yang terburu-buru, membuat orang yang berada di ruangan itu langsung memandang sang pelaku yang menerobos masuk tanpa izin.
Viona, datang dengan wajah yang kesal. Dadanya terlihat naik turun akibat berlari ke ruang kerja sang kaisar.
Jika itu orang lain mungkin saja nyawa orang tersebut sudah melayang detik itu juga karena ketidaksopanannya. Namun, karena ini adalah selir pertama, wanita yang paling disukai oleh kaisar, ajudan dari sang kaisar hanya bisa menghela napas lelah.
"Maaf nyonya, saat ini kaisar sedang sibuk. Mungkin saya bisa mengatur kunjungan—" Belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, Viona menyela dengan cepat dan berjalan ke arah meja kerja sang kaisar, dimana kaisar sedang duduk dan menatapnya dalam diam.
"Yang mulia! Apa benar bahwa anda ingin mengirim Pangeran Kedua ke perbatasan?!?" Viona menyuarakan ketidaksetujuannya dengan lantang, seakan ia sama sekali tidak takut berhadapan dengan kaisar.
"Benar, aku ingin mengirim Ellios ke lini terdepan," jawab Zargan, sang kaisar dengan begitu santai.
"Tapi, Yang mulia! Ellios masih begitu muda untuk bisa berada di lini depan. Mohon kasihanilah dia, Yang mulia!" Viona memohon begitu kuat. Ia tidak bisa membiarkan anak laki-laki semaya wayangnya yang ia besarkan dengan susah payah harus berakhir di peperangan.
"Lalu, apa kamu ada solusi lain?" tanya Zargan sembari mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di meja. Matanya menelisik dari atas hingga ujung kaki Viona, menunggu apa yang akan diucapkannya.
"...." Viona menggigit bibirnya, merasa ragu. Namun, ia harus melakukan sesuatu agar Ellios tidak di kirim ke perbatasan.
"Pangeran Pertama... Ia sepertinya lebih pantas untuk menerima kesempatan ini dari Yang mulia. Sejak kematian Permaisuri, Kekuatan Pangeran Pertama melemah dan itu membuat saya sedih. Saya juga masih dalam masa berkabung setelah kepergian Permaisuri tapi, saya juga tidak bisa membiarkan Pangeran Pertama kehilangan kekuatannya. Maka dari itu, saya menyarankan Pangeran Pertama untuk di kirim ke perbatasan agar bisa mendapatkan kekuatannya kembali." Viona menyampaikan pemikirannya dengan begitu lugas, menyatakan seperti ia mengirim Altheon demi kebaikan Altheon itu sendiri.
Zargan yang mengerti maksud dari Viona tersenyum miring. Ia hanya memerlukan alasan untuk membungkam faksi yang mendukung Permaisuri. Jadi, selagi ada alasan semuanya akan berjalan sesuai apa yang ia inginkan.
"Sepertinya kamu benar. Anak itu perlu membangun kekuatannya sendiri agar bisa meneruskan tahtaku,"
Viona tersenyum menyetujui. "Benar, Yang mulia. Anda benar-benar murah hati sekali," ucapnya.
"Zoe, berikan surat perintah resmi untuk Pangeran pertama," perintahnya pada sang ajudan.
Zoe sebagai ajudannya pun hanya bisa mengangguk dan mengerjakan perintah dari tuannya.
...★----------------★...
Altheon yang berdiri tepat di pintu bertulisan Pa Diviem menatapnya penuh pertimbangan. Saat itulah seorang wanita tiba-tiba membuka pintu itu dari dalam.
Sosoknya dengan rambut hijau limau bergelombang itu menatap Altheon dengan terkejut.
"Astaga! Kenapa ada anak-anak di tempat seperti ini? Tunggu.... Ah! Maaf, apa kamu tersesat?" Wanita itu langsung berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Altheon. Ia bertanya dengan wajah pura-pura tidak tahu.
"Ku dengar disini menjual alkohol dengan bau seperti kelelawar?" Setelah Altheon mengatakan kalimat yang aneh itu, raut wajah wanita itu langsung berubah drastis.
"Silahkan, nak." Wanita itu langsung mempersilahkan Altheon masuk dan membawanya ke lantai dua, melewati ramainya orang yang berbincang-bincang di lantai satu.
Sampai di sebuah ruangan dengan dua sofa memanjang dan satu meja persegi panjang tepat di tengah-tengahnya.
"Anda bisa menunggu disini."
Altheon duduk dengan tenang selagi wanita itu pergi. Ia melihat di sekitar ruangan. Tidak ada sesuatu yang menarik di ruangan itu, seakan itu di desain untuk terlihat seperti itu.
Pintu kembali terbuka, menampilkan sosok pria dewasa dengan rambut coklat tua. Ia duduk tepat di depan Altheon.
"Maafkan saya, saat ini ketua kami sedang melakukan tugas lain. Jadi, saya sebagai tangan kanannya yang akan menerima permintaan dari anda. Anda bisa memanggil saya Robert."
Altheon memperhatikan setiap detail penampilan dari Robert. Rambut coklatnya yang terlihat sedikit berantakan. luka goresan tepat di bawah mata kirinya.
"Aku ingin kamu mencari tahu tentang sesuatu." Altheon menjeda ucapannya, meneliti perubahan ekspresi dari orang di depannya. "Anak bernama El, aku ingin kamu mencari tahu apakah anak bernama El itu benar-benar mengalami sebuah kecelakaan Empat hari yang lalu."
Altheon dapat melihat sedikit perubahan ekspresi dari Robert, seakan ia mengetahui sesuatu. "Jadi, anda hanya ingin tahu informasi tentang anak bernama El itu? Apakah hanya itu?" tanya Robert sekali lagi.
"Ya. Aku ingin kamu segera mendapatkan informasinya."
Robert menghela napas dengan berat hati. "Saya akan berusaha keras mencarinya. Jika saya sudah mendapatkan informasinya, saya akan mengirim pesan pada anda."
Altheon mengangguk. Ia menatap lama sebelum ia beranjak pergi dari ruangan itu. Ketika Altheon keluar, wanita yang menuntunnya tadi berada tepat di samping pintu.
"Oh, anda sudah selesai? Apakah anda ingin keluar?"
"Iya."
"Biarkan saya mengantar anda hingga pintu depan." Wanita itu tersenyum begitu sopan, mengantar Altheon hingga depan pintu.
Ketika memastikan sosok Altheon telah pergi, wanita itu dengan buru-buru kembali ke ruangan tadi. Ia membuka pintu dengan tergesa-gesa dan berkata, "Hey, Robert! Bagaimana bisa Pangeran pertama bisa tahu tempat ini??"
Robert yang di tanya seperti itu hanya bisa menghela napas frustasi. "Aku juga tidak tahu, Lisa. Kapten saat ini tidak ada di markas jadi, kita harus menangani ini dengan cepat."
"Memang apa yang ia minta tadi?" Lisa menyilangkan tangan di depan dadanya sembari mengetuk-ngetuk sepatunya ke lantai.
"Ia meminta informasi tentang anak bernama El."
"El?"
"Ya. Anak yang menjadi target oleh kapten empat hari lalu."
Lisa yang mendengar itu langsung menjatuhkan rahangnya. "Tunggu! Bagaimana bisa ia mengetahui anak itu? Hey! Apa yang sebenarnya terjadi disini?!"
Robert akhirnya menceritakan keseluruhan cerita. Dari permintaan selir pertama hingga semua hal yang terjadi saat malam itu pada Lisa.
Lisa yang mendengar cerita itu tidak habis pikir dengan permasalahan kekaisaran. "Sudah kubilang, seharusnya kalian menolak permintaan seperti itu! Sekarang lihat!" Lisa mengusap wajahnya dengan kasar. Ia berjalan ke arah sofa dan duduk dengan perasaan lelah.
"Kamu harus mengirim pesan ke Nielz."
Robert menimbang usulan Lisa. Sebenernya ia tidak ingin menyusahkan Nielz ketika ia sibuk melakukan tugas di tempat lain bersama anak baru itu.
"Baiklah...."
...★----------------★...
Ellios yang sedang senggang dan menghabiskan waktunya di perpustakaan, tenggelam dengan banyaknya buku. Tiba-tiba saja ia mendapatkan kabar yang buruk dari pelayannya.
"Apa maksudmu kak Theon akan di kirim ke perbatasan??!"
"Seperti yang saya sampaikan tadi. Kaisar menyarankan untuk mengirim Pangeran Pertama ke perbatasan untuk mengembangan diri."
Elena menyampaikannya dengan wajah tertunduk. Tangannya ia kepalkan di belakang punggungnya. Alur cerita novelnya mulai berjalan sesuai cerita aslinya, seakan dunia ini seperti memiliki hukum yang berusaha untuk meluruskan sesuatu yang bengkok.
"Tidak...."
To Be Continued: