Pelukan Untuk Argezia

Zia menatap luar jendela rumah sakit,saat ini ia masih berada di rumah sakit,tidak ada yang menemani dirinya,sudah sejak tiga hari ia berada di rumah sakit,sejak perginya kedua abangnya dan kedua orang tuanya yang juga pergi,walau sempat menemuinya,tapi bukan kepedulian yang ia terima,hanya cacian dan makian saja.

Dan beberapa hari ini zia selalu mendapatkan perhatian dari dokter dika,bahkan orang asing saja begitu peduli terhadap dirinya,tapi tidak dengan mereka keluarganya sendiri,yang bahkan acuh terhadap dirinya.

Terkadang zia berpikir,mengapa keadilan itu tidak ada untuknya,apa memang tidak ada lagi rasa adil dan kebahagiaan untuknya?.

Jika memang itu benar,maka zia akan siap dan tak akan membutuhkan kebahagiaan itu lagi,karena percuma dirinya mengharapkan sesuatu yang sangat tidak pasti.

"Bagus kalau kamu sudah sehat,cepat lah keluar,uang saya hanya habis untuk membiayai rumah sakit":Ucap papa zia yang baru saja tiba,dan melihat zia yang berdiri di depan jendela.

Zia sebisa mungkin menahan rasa sesak di dadanya,ia pun berbalik dan tersenyum menatap papanya.

"Baik pah":Balas zia,dan ia pun berlalu menuju kamar mandi,ia tak ingin terlalu lama berhadapan dengan papanya,yang akan membuat dirinya sakit kepala.

...

"Saya memberi mu waktu istirahat tiga hari,setelah itu jangan harap akan bisa malas-malasan":Ucap papa zia,saat mereka sudah tiba di rumah,ia juga tak membantu zia yang saat ini membawah barangnya,padahal tubuhnya juga masih belum pulih.

"Owh sudah pulang,bagus lah,jangan lupakan pekerjaan mu,saya ingin shopeeng,semenjak kamu di rumah sakit,saya capek mengurus rumah":Celetuk mama zia,saat menuruni tangga dan melihat zia yang sudah tiba.

Zia hanya bisa mentap mama nya,segitunya mama nya tak ada rasa kasihan,dan memang benar bahwa kematian dirinya lah yang mereka butuhkan.

Zia pun berlalu menaiki tangga menuju kamarnya,ia tak sanggup menopang tubuhnya,dan beruntungnya ia bisa sampai di kamar,jadi tubuhnya terjatuh tepat membelakangi pintu.

"Padahal zia masih sakit,tapi kenapa mereka harus sejahat itu,zia gak tau harus apa lagi,zia butuh petunjuk,agar bisa membuktikan bahwa zia bukan lah pembunuh":Ucapnya di selah tangisnya.

Tak ingin berlalu dalam kesedihan yang bisa saja membuat dirinya kembali sakit,zia lebih memilih beristirahat,dia butuh menenangkan pikirannya dengan tidur.

Tubuhnya terasa begitu nyaman setelah merbahakan tubuhnya,ia memiringkan tubuhnya menghadap jendela yang terhubung dengan balkon kamar,zia melihat rembulan malam yang begitu indah,memasuki kamarnya karena tiarai kamarnya tak tertutup rapet.

"Zia harus semangat,zia harus bisa mendapatkan bukti itu,walaupun nyawa zia taruhannya":Gumama zia.

"Dan lagi pula,zia juga tak di butuhkan,lebih baik mengakhiri dengan kematian,dari pada siksaan itu akan terus hadir dan menjadi mimpi buruk untuk ku":Lanjut zia.

"Kalau memang zia tak pantas bahagia zia ikhlas,dan zia akan terima jika zia pergi,tanpa membuat keluarga merasa tertekan dengan zia":Setelah itu ia pun mulai tertidur.

ia tak tau apa yang akan menanti dirinya ke hari berikutnya.Tapi ia juga akan berusaha menerima nya,karena ia juga tap punya alasan lagi untuk itu.